Teknologi.id - Mahasiswa Indonesia kembali berhasil memenangkan kompetisi internasional. Inovasi mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) meraih juara pertama dalam kompetisi internasional “Halliburton AI/ML Innovation Challenge”, pada 25-26 Agustus 2022.
Sejumlah universitas ternama yang masuk babak final di antaranya, ITB, Universiti Teknologi Petronas (Malaysia), Dibrugarh University (India), China University of Petroleum (China), dan Akita University (Jepang).
Tim UPER berhasil menyalip tim dari program Master dari University of Dibrugarh, India yang meraih gelar 1st Runner Up; dan tim dari program magister dari Universiti Teknologi Petronas, Malaysia, yang menempati posisi 2nd Runner Up.
Baca juga: Mahasiswa Asal Jember Jadi Pekerja WNI Pertama di Tesla Jerman
Mochammad Naufal Septifiandi dan Firman Cahya Putra Adistia, dua mahasiswa program studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina (UPER), tertarik dengan penelitian dan pengembangan potensi panas bumi.
Melalui pemanfaatan Machine Learning (ML), keduanya berhasil membuat aplikasi berbasis web untuk mencari area potensial untuk eksplorasi panas bumi yang mudah digunakan, akurat dan efisien.
Menurut laporan situs resmi Dewan Energi Nasional (DEN), Indonesia menempati urutan kedua negara dengan potensi panas bumi terbesar )geothermal) di dunia, setelah Amerika Serikat.
DEN mencatat, potensi panas bumi Indonesia mencapai 23,7 GW atau sekitar 40% dari total potensi dunia. Namun, menurut DEN, dari jumlah tersebut, Indonesia baru menggunakan sekitar 4,5% dari potensi panas buminya.
Baca juga: Magang di Mercedes-Benz Inggris, Begini Cerita Mahasiswa ITS
Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Keahlian Dewan DPR RI, mengemukakan bahwa permasalahan data dan aspek penelitian dan pengembangan menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi tantangan tersebut.
“Aplikasi ini, yang kami sebut The Dimensionless ini, membantu para pengguna mengidentifikasi lokasi potensial untuk pengembangan energi panas bumi dengan cepat, akurat dan efisien. Melalui penggunaan machine learning (ML) yang telah kami integrasikan ke dalam aplikasi, kami berharap tingkat ketidakpastian dalam penemuan energi baru dan terbarukan (EBT) dapat dikurangi.” ungkap Firman dalam keterangan pers, Selasa (30/8/2022).
Firman melanjutkan, aplikasi tersebut memiliki fungsi Graphical User Interface (GUI) yang memudahkan para praktisi migas dalam menggunakan program tersebut. “Bahkan bagi pengguna yang tidak mengerti bahasa pemrograman, aplikasi ini akan sangat mudah digunakan. Selain itu, kami juga telah menambahkan fungsi download data dan pelaporan yang dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut,” tambah Firman.
Menurut Firman, pengguna aplikasi hanya perlu memasukkan data yang akan digunakan untuk memprediksi daerah panas bumi. Misalnya, data geologi, geokimia dan suhu. Aplikasi kemudian memproses data menggunakan pembelajaran mesin.
"Hasilnya berupa pembagian zona beserta rangking dari potensi geothermal yang ditampilkan dalam bentuk titik clustering. Interprestasi ini tentunya akan divalidasi dengan data riil hasil pengukuran lapangan,” tutur Firman.
Diakui Firman dan Naufal, bimbingan dari para dosen UPER serta kehadiran mata kuliah di kelas seperti Teknik Geothermal dan Kecerdasan Buatan di Bidang Migas, sangat membantu tim untuk mengembangkan inovasi.
Raka Sudira Wardana, M.T., Ketua Program Studi Teknik Perminyakan sekaligus pakar teknik pengeboran UPER, sangat mengapresiasi prestasi yang diraih oleh kedua mahasiswa tersebut.
“Meskipun dihadapkan pada tantangan yang cukup kompleks, seperti sulitnya memperoleh data lapangan minyak, tim tetap bisa memberikan hasil terbaik. Sementara itu, kecerdasan buatan yang termasuk salah satunya machine learning, juga masih sangat sedikit digunakan untuk optimalisasi EBT,” ujar Raka.
Baca juga : Instagram Klarifikasi Dugaan Lacak Data Lokasi Pengguna
Naufal, anggota lain menambahkan, industri energi penuh dengan data. Dengan demikian, perhitungannya akan membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Di sisi lain, perkembangan teknologi komputer, seperti kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) dan machine learning (ML), saat ini semakin pesat.
Ditambah dengan kehadiran cloud computing, lanjutnya, telah memberikan kebebasan bagi para engineer untuk melakukan aktivitas eksplorasi tanpa terkendala oleh ruang dan waktu.
Naufal juga berharap inovasi ini dapat dikembangkan di tahap selanjutnya, terutama dalam pengembangan server dan perhitungan biaya. Oleh karena itu, aplikasi tersebut dapat digunakan oleh perusahaan dan pemerintah yang ingin mendalami bidang energi panas bumi. Inovasi ini juga diharapkan dapat menjadi studi literatur bagi pihak terkait di bidang eksplorasi panas bumi (geothermal).
“Menurut saya, Indonesia harus memanfaatkan momentum Presidensi G20 untuk mengoptimalkan energi terbarukan, salah satunya pemanfaatan energi panas bumi. Karena akan berpotensi mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) terkait pengurangan emisi karbon,” tutup Naufal.
(dwk)