Indonesia Jadi Negara Paling Rentan Serangan Siber di Asia Tenggara

Elysa Magrisia Herdiani . October 31, 2024

siber Indonesia

Teknologi.id - Penelitian terbaru dari Trend Micro Incorporated menyoroti Indonesia sebagai negara dengan risiko serangan siber tertinggi di Asia Tenggara.

Dalam laporan berjudul "Intercepting Impact: 2024 Trend Micro Cyber Risk Report", mengungkap bahwa Indonesia menghadapi tingkat ancaman siber yang mengkhawatirkan, terutama terhadap perangkat dan akun digital yang banyak digunakan oleh individu dan perusahaan.

Artikel ini akan menguraikan faktor-faktor penyebab kerentanan ini, jenis ancaman siber yang umum terjadi, serta langkah-langkah yang direkomendasikan untuk meningkatkan keamanan siber di Indonesia.

Baca juga: Imigrasi Down Akibat Gangguan Pusat Data Nasional, Menkominfo Bantah Serangan Siber

Tingginya Risiko Siber di Indonesia


Foto: RRI

Trend Micro menemukan bahwa dari 22,6 juta perangkat yang diteliti secara global, sebanyak 877.316 perangkat di Indonesia dikategorikan sebagai perangkat berisiko tinggi. Tak hanya itu, dari 53,9 juta akun digital, lebih dari 12.000 akun di Indonesia berada dalam kategori risiko tinggi terhadap serangan siber. Aset-aset seperti perangkat dan akun ini menjadi pintu masuk utama bagi ancaman siber yang berbahaya, seperti ransomware dan ancaman berbasis kecerdasan buatan (AI).

Dengan indeks risiko perusahaan rata-rata 44,0—yang berada pada level risiko menengah—Indonesia memiliki skor tertinggi dibanding negara lain di Asia Tenggara, di mana rata-rata skor kawasan adalah 43,2. Kerentanan ini memberikan gambaran bahwa, meskipun sudah ada kesadaran akan keamanan siber, banyak perusahaan di Indonesia yang belum memiliki kesiapan optimal dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.

Faktor-Faktor Kerentanan Siber di Indonesia

Beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya risiko siber di Indonesia meliputi:

  • Paparan Berlebih pada Aplikasi Cloud: Laporan menunjukkan bahwa peristiwa risiko terbesar di Indonesia adalah akses yang tidak aman ke aplikasi cloud. Setidaknya 6 juta peristiwa ini terjadi dalam waktu singkat, menunjukkan masih banyak perusahaan yang belum menerapkan protokol keamanan yang ketat terhadap penggunaan aplikasi cloud.
  • Kerentanan terhadap Ransomware dan Malware: Serangan ransomware di Indonesia meningkat tajam seiring dengan semakin banyaknya perangkat dan akun yang terhubung ke internet tanpa perlindungan yang memadai. Program jahat seperti ransomware menyusup ke sistem perusahaan dan mengenkripsi data, menuntut tebusan agar data bisa dibuka kembali.
  • Akses Tidak Aman pada Akun Digital: Banyak akun digital yang tidak aktif atau jarang digunakan tetapi tetap terhubung ke jaringan, menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku ancaman. Ancaman terhadap akun Microsoft Entra ID yang tidak digunakan selama 180 hari, misalnya, menjadi perhatian khusus di Indonesia.

Ancaman Siber Berbasis AI

Selain itu, ancaman berbasis AI menjadi kekhawatiran baru dalam dunia keamanan siber. AI digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan sistem secara otomatis dan lebih cepat. Hal ini membuat pelaku serangan dapat menyusun metode baru yang lebih canggih untuk mengakses data atau meretas sistem. Dengan semakin luasnya penggunaan teknologi berbasis AI, risiko serangan terhadap pengguna di Indonesia pun semakin meningkat, terutama bagi mereka yang belum memiliki pemahaman menyeluruh tentang langkah pencegahan siber.

Tantangan Respons Keamanan Siber di Indonesia

Berdasarkan laporan, waktu yang dibutuhkan perusahaan di Indonesia untuk memperbaiki kerentanan mencapai rata-rata 45,1 hari—lebih lama dibandingkan rata-rata global yang hanya 29,3 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam menangani risiko keamanan siber. Keterlambatan ini memberikan peluang lebih besar bagi pelaku ancaman untuk merusak sistem atau mencuri data sensitif sebelum sistem benar-benar aman.

Langkah-Langkah Mengurangi Risiko Siber

Trend Micro merekomendasikan beberapa langkah utama bagi perusahaan dan pengguna individu di Indonesia untuk mengurangi risiko serangan siber, antara lain:

  • Pembaruan Rutin: Perusahaan dan individu harus memperbarui perangkat lunak dan aplikasi secara rutin untuk menutup celah-celah keamanan yang bisa dieksploitasi. Pembaruan rutin dapat meminimalisir risiko, terutama pada perangkat yang memiliki akses ke data sensitif.
  • Menggunakan Autentikasi Multi-Faktor: Autentikasi dua faktor atau lebih adalah langkah yang sangat efektif untuk menambah lapisan keamanan pada akun-akun penting. Dengan adanya lapisan tambahan ini, meskipun kata sandi bocor atau dicuri, akses ke akun tetap sulit diperoleh tanpa verifikasi tambahan.
  • Pemantauan Keamanan yang Proaktif: Menggunakan perangkat keamanan yang mampu mendeteksi dan menangkal ancaman secara otomatis sangat dianjurkan. Teknologi ini dapat mengidentifikasi pola-pola serangan atau aktivitas mencurigakan secara langsung, sehingga langkah pencegahan bisa diambil sebelum terjadi kerusakan lebih lanjut.
  • Pendidikan dan Kesadaran Siber: Pengguna di semua tingkat, mulai dari staf hingga eksekutif, harus diberi pelatihan keamanan siber. Kesadaran akan metode penipuan, phishing, dan serangan rekayasa sosial lainnya sangat penting untuk mencegah insiden yang disebabkan oleh kesalahan manusia.

Pentingnya Deteksi Dini dalam Keamanan Siber

Country Manager Trend Micro Indonesia, Laksana Budiwiyono, menekankan pentingnya deteksi dini sebagai langkah utama untuk menghindari kerusakan lebih lanjut akibat serangan siber. Dengan adanya deteksi dini, perusahaan dapat mengetahui kelemahan mereka sebelum diserang, sehingga langkah pencegahan dapat segera diambil. Meningkatkan kemampuan deteksi dini juga akan membantu mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam menangani ancaman, serta meminimalisir risiko yang muncul dari perangkat atau akun yang rentan.

Baca juga: Ketua MPR: Sudah Saatnya Indonesia Punya Tentara Siber

Masa Depan Keamanan Siber di Indonesia

Laporan Trend Micro ini seharusnya menjadi peringatan bagi perusahaan dan pemerintah di Indonesia untuk lebih serius dalam menghadapi ancaman siber. Dengan semakin majunya teknologi, pelaku ancaman juga mengembangkan teknik baru yang lebih kompleks. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk tidak hanya mengandalkan teknologi keamanan yang ada, tetapi juga berinvestasi dalam riset dan pengembangan keamanan siber serta membangun infrastruktur keamanan yang lebih tangguh.

Indonesia saat ini merupakan negara paling rentan terhadap ancaman siber di Asia Tenggara. Dengan paparan perangkat dan akun yang tidak aman, serta kurangnya respons cepat dalam mengatasi kerentanan, Indonesia dihadapkan pada risiko tinggi yang mengancam sektor-sektor penting. Dengan memperbarui kebijakan keamanan, memperkuat proteksi perangkat, dan meningkatkan kesadaran akan keamanan siber, diharapkan Indonesia dapat menurunkan risiko dan melindungi pengguna dari ancaman yang semakin canggih.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News

(emh)


Share :