Teknologi.id - Penelitian terbaru dari Trend Micro Incorporated menyoroti Indonesia sebagai negara dengan risiko serangan siber tertinggi di Asia Tenggara.
Dalam laporan berjudul "Intercepting Impact: 2024 Trend Micro Cyber Risk Report", mengungkap bahwa Indonesia menghadapi tingkat ancaman siber yang mengkhawatirkan, terutama terhadap perangkat dan akun digital yang banyak digunakan oleh individu dan perusahaan.
Artikel ini akan menguraikan faktor-faktor penyebab kerentanan ini, jenis ancaman siber yang umum terjadi, serta langkah-langkah yang direkomendasikan untuk meningkatkan keamanan siber di Indonesia.
Baca juga: Imigrasi Down Akibat Gangguan Pusat Data Nasional, Menkominfo Bantah Serangan Siber
Tingginya Risiko Siber di Indonesia
Trend Micro menemukan bahwa dari 22,6 juta perangkat yang
diteliti secara global, sebanyak 877.316 perangkat di Indonesia dikategorikan
sebagai perangkat berisiko tinggi. Tak hanya itu, dari 53,9 juta akun digital,
lebih dari 12.000 akun di Indonesia berada dalam kategori risiko tinggi
terhadap serangan siber. Aset-aset seperti perangkat dan akun ini menjadi pintu
masuk utama bagi ancaman siber yang berbahaya, seperti ransomware dan ancaman
berbasis kecerdasan buatan (AI).
Dengan indeks risiko perusahaan rata-rata 44,0—yang berada
pada level risiko menengah—Indonesia memiliki skor tertinggi dibanding negara
lain di Asia Tenggara, di mana rata-rata skor kawasan adalah 43,2. Kerentanan
ini memberikan gambaran bahwa, meskipun sudah ada kesadaran akan keamanan
siber, banyak perusahaan di Indonesia yang belum memiliki kesiapan optimal
dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.
Faktor-Faktor Kerentanan Siber di Indonesia
Beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya risiko
siber di Indonesia meliputi:
- Paparan
Berlebih pada Aplikasi Cloud: Laporan menunjukkan bahwa peristiwa
risiko terbesar di Indonesia adalah akses yang tidak aman ke aplikasi
cloud. Setidaknya 6 juta peristiwa ini terjadi dalam waktu singkat,
menunjukkan masih banyak perusahaan yang belum menerapkan protokol
keamanan yang ketat terhadap penggunaan aplikasi cloud.
- Kerentanan
terhadap Ransomware dan Malware: Serangan ransomware di Indonesia
meningkat tajam seiring dengan semakin banyaknya perangkat dan akun yang
terhubung ke internet tanpa perlindungan yang memadai. Program jahat
seperti ransomware menyusup ke sistem perusahaan dan mengenkripsi data,
menuntut tebusan agar data bisa dibuka kembali.
- Akses
Tidak Aman pada Akun Digital: Banyak akun digital yang tidak aktif
atau jarang digunakan tetapi tetap terhubung ke jaringan, menciptakan
celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku ancaman. Ancaman terhadap akun
Microsoft Entra ID yang tidak digunakan selama 180 hari, misalnya, menjadi
perhatian khusus di Indonesia.
Ancaman Siber Berbasis AI
Selain itu, ancaman berbasis AI menjadi kekhawatiran baru
dalam dunia keamanan siber. AI digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan
sistem secara otomatis dan lebih cepat. Hal ini membuat pelaku serangan dapat
menyusun metode baru yang lebih canggih untuk mengakses data atau meretas
sistem. Dengan semakin luasnya penggunaan teknologi berbasis AI, risiko
serangan terhadap pengguna di Indonesia pun semakin meningkat, terutama bagi
mereka yang belum memiliki pemahaman menyeluruh tentang langkah pencegahan siber.
Tantangan Respons Keamanan Siber di Indonesia
Berdasarkan laporan, waktu yang dibutuhkan perusahaan di
Indonesia untuk memperbaiki kerentanan mencapai rata-rata 45,1 hari—lebih lama
dibandingkan rata-rata global yang hanya 29,3 hari. Hal ini mengindikasikan
bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam
menangani risiko keamanan siber. Keterlambatan ini memberikan peluang lebih
besar bagi pelaku ancaman untuk merusak sistem atau mencuri data sensitif
sebelum sistem benar-benar aman.
Langkah-Langkah Mengurangi Risiko Siber
Trend Micro merekomendasikan beberapa langkah utama bagi
perusahaan dan pengguna individu di Indonesia untuk mengurangi risiko serangan
siber, antara lain:
- Pembaruan
Rutin: Perusahaan dan individu harus memperbarui perangkat lunak dan
aplikasi secara rutin untuk menutup celah-celah keamanan yang bisa
dieksploitasi. Pembaruan rutin dapat meminimalisir risiko, terutama pada
perangkat yang memiliki akses ke data sensitif.
- Menggunakan
Autentikasi Multi-Faktor: Autentikasi dua faktor atau lebih adalah
langkah yang sangat efektif untuk menambah lapisan keamanan pada akun-akun
penting. Dengan adanya lapisan tambahan ini, meskipun kata sandi bocor
atau dicuri, akses ke akun tetap sulit diperoleh tanpa verifikasi
tambahan.
- Pemantauan
Keamanan yang Proaktif: Menggunakan perangkat keamanan yang mampu
mendeteksi dan menangkal ancaman secara otomatis sangat dianjurkan.
Teknologi ini dapat mengidentifikasi pola-pola serangan atau aktivitas
mencurigakan secara langsung, sehingga langkah pencegahan bisa diambil sebelum
terjadi kerusakan lebih lanjut.
- Pendidikan
dan Kesadaran Siber: Pengguna di semua tingkat, mulai dari staf hingga
eksekutif, harus diberi pelatihan keamanan siber. Kesadaran akan metode
penipuan, phishing, dan serangan rekayasa sosial lainnya sangat penting
untuk mencegah insiden yang disebabkan oleh kesalahan manusia.
Pentingnya Deteksi Dini dalam Keamanan Siber
Country Manager Trend Micro Indonesia, Laksana Budiwiyono, menekankan pentingnya deteksi dini sebagai langkah utama untuk menghindari kerusakan lebih lanjut akibat serangan siber. Dengan adanya deteksi dini, perusahaan dapat mengetahui kelemahan mereka sebelum diserang, sehingga langkah pencegahan dapat segera diambil. Meningkatkan kemampuan deteksi dini juga akan membantu mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam menangani ancaman, serta meminimalisir risiko yang muncul dari perangkat atau akun yang rentan.
Baca juga: Ketua MPR: Sudah Saatnya Indonesia Punya Tentara Siber
Masa Depan Keamanan Siber di Indonesia
Laporan Trend Micro ini seharusnya menjadi peringatan bagi
perusahaan dan pemerintah di Indonesia untuk lebih serius dalam menghadapi
ancaman siber. Dengan semakin majunya teknologi, pelaku ancaman juga
mengembangkan teknik baru yang lebih kompleks. Oleh karena itu, penting bagi
Indonesia untuk tidak hanya mengandalkan teknologi keamanan yang ada, tetapi
juga berinvestasi dalam riset dan pengembangan keamanan siber serta membangun
infrastruktur keamanan yang lebih tangguh.
Indonesia saat ini merupakan negara paling rentan terhadap
ancaman siber di Asia Tenggara. Dengan paparan perangkat dan akun yang tidak
aman, serta kurangnya respons cepat dalam mengatasi kerentanan, Indonesia
dihadapkan pada risiko tinggi yang mengancam sektor-sektor penting. Dengan
memperbarui kebijakan keamanan, memperkuat proteksi perangkat, dan meningkatkan
kesadaran akan keamanan siber, diharapkan Indonesia dapat menurunkan risiko dan
melindungi pengguna dari ancaman yang semakin canggih.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google
News
(emh)
Tinggalkan Komentar