Teknologi.id - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyoroti potensi bertambahnya pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang diduga terlibat dalam "membina" situs judi online. Polda Metro Jaya sebelumnya telah menangkap 16 orang terkait jaringan situs judi tersebut, termasuk 11 pegawai Komdigi, baik Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non-ASN.
Dalam langkah tegasnya, Menkomdigi telah menonaktifkan sementara 11 pegawai tersebut. Jika terbukti bersalah melalui putusan hukum tetap, mereka akan diberhentikan dengan tidak hormat. Meutya menegaskan bahwa saat ini proses verifikasi identitas pegawai masih dilakukan, bekerja sama dengan Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika) dan kepolisian.
Baca juga: Meutya Hafid Jabat Menteri Komunikasi dan Digital, Wajah Baru Kominfo
Meutya menyatakan bahwa dalam tujuh hari sejak terbitnya surat penahanan dari kepolisian, Komdigi akan memberlakukan pemberhentian sementara pada pegawai yang terlibat. Ia juga mengingatkan pentingnya pakta integritas yang mengikat setiap pegawai untuk mematuhi aturan dan menjauhi praktik ilegal, termasuk aktivitas perjudian online yang semakin meresahkan masyarakat.
“Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini dan akan bertindak lebih lanjut jika ada bukti keterlibatan pegawai lain,” tegasnya.
Modus 'Pembinaan' Situs Judi Online
Dari pengungkapan pihak kepolisian, terungkap bahwa keuntungan yang diperoleh tersangka mencapai Rp 8,5 juta untuk setiap situs yang “dibina.” Mereka diketahui telah membantu mempertahankan lebih dari seribu situs judi online agar tetap aktif. Para pegawai Komdigi yang seharusnya bertugas memblokir situs judi justru disalahgunakan untuk memuluskan operasional situs-situs tersebut.
Bukannya melakukan pemblokiran, pegawai yang terlibat malah “membina” situs-situs tersebut agar tidak terdeteksi dan diblokir. “Mereka malah menjalin kerja sama dengan pihak situs judi dan tidak memasukkannya ke dalam daftar blokir,” jelas Kombes Ade Ary Syam Indradi dari Polda Metro Jaya.
Kasus ini memicu perhatian publik karena melibatkan oknum dari institusi yang seharusnya menegakkan keamanan digital.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(dwk)