
Foto: Antara Foto
Teknologi.id – Indonesia sering kali dipandang sebagai pasar konsumen bagi produk teknologi asing. Namun, narasi itu kini berbalik arah. Sebuah inovasi sistem pembayaran asli buatan anak bangsa, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), tidak hanya menjadi raja di negeri sendiri, tetapi juga sukses membuat negara-negara maju berdecak kagum—bahkan merasa tersaingi.
Laporan terbaru dari CNBC Indonesia, Kamis (18/12/2025), menyoroti fenomena menarik di mana negara-negara lain mulai merasa "panas dingin" melihat betapa cepat dan masifnya adopsi QRIS. Sistem yang menyatukan berbagai dompet digital dalam satu kode ini dianggap sebagai "Cawan Suci" (Holy Grail) inklusi keuangan yang sulit ditiru oleh negara lain.
Mengapa Dunia Iri pada Indonesia?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangannya mengungkapkan bahwa keberhasilan Indonesia menyatukan ekosistem pembayaran adalah prestasi langka. Di banyak negara maju, sistem pembayaran digital masih terfragmentasi; setiap aplikasi memiliki kode QR sendiri yang tidak bisa dipindai oleh aplikasi lain.
Indonesia, melalui Bank Indonesia (BI), berhasil mendobrak tembok tersebut. Negara lain panas dingin melihat kesuksesan integrasi ini. Skala adopsinya pun bukan main-main. Hingga akhir 2025, tercatat sudah ada 57 juta pengguna aktif QRIS di seluruh nusantara. Lebih mencengangkan lagi, sistem ini telah diadopsi oleh 39 juta merchant atau pedagang. Angka ini mencakup segala lapisan, mulai dari gerai kopi mewah di mal Jakarta hingga pedagang cilok keliling di pelosok desa.
Konektivitas tanpa batas inilah yang menjadi nilai jual utama Indonesia di mata investor global, menjadikan QRIS sebagai tulang punggung ekonomi digital nasional.
Baca juga: Pengguna iPhone Belum Bisa Pakai QRIS Tap, Ini Penjelasan Bank Indonesia
Jajah Asia: Dari Bangkok hingga Tokyo
Tidak puas hanya menjadi jagoan kandang, QRIS kini telah resmi go international. Impian untuk bepergian ke luar negeri tanpa repot menukar uang di money changer kini telah menjadi kenyataan bagi warga Indonesia.
Kerja sama pembayaran lintas batas (cross-border payment) telah terjalin mulus dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Wisatawan Indonesia di Bangkok atau Kuala Lumpur kini tinggal membuka aplikasi mobile banking atau e-wallet lokal mereka, memindai kode QR setempat, dan transaksi selesai dalam hitungan detik dengan konversi kurs otomatis yang kompetitif.
Pencapaian terbaru yang paling membanggakan adalah perluasan ke Jepang, yang resmi dimulai sejak momen kemerdekaan RI, 17 Agustus 2025 lalu. Kini, turis Indonesia yang berbelanja di distrik Ginza atau membeli jajanan di Kyoto bisa membayar menggunakan Rupiah via QRIS.
Tidak berhenti di situ, Bank Indonesia kini tengah dalam tahap uji coba dan finalisasi kerja sama dengan raksasa ekonomi lainnya: Korea Selatan dan China. Jika ini rampung, praktis warga Indonesia bisa bepergian ke hampir seluruh destinasi utama Asia hanya bermodalkan ponsel pintar.
Dukung Target Ekonomi Digital US$ 600 Miliar
Kesuksesan QRIS bukan sekadar soal kemudahan bayar-membayar, tetapi merupakan strategi makroekonomi yang krusial. Pemerintah Indonesia memiliki target ambisius untuk menumbuhkan nilai ekonomi digital hingga mencapai US$ 600 miliar (sekitar Rp 9.300 triliun) di masa depan.
Airlangga Hartarto menegaskan bahwa QRIS adalah lokomotif utama untuk mencapai angka fantastis tersebut. Dengan mempermudah transaksi, perputaran uang menjadi lebih cepat. UMKM yang dulunya unbankable (tidak terjangkau bank), kini tercatat dalam sistem keuangan formal berkat QRIS.
Data transaksi pun menunjukkan tren yang "gila-gilaan". Bank Indonesia mencatat pertumbuhan transaksi QRIS mencapai angka 143,6% secara tahunan (year-on-year) menjelang penutupan tahun 2025 ini. Lonjakan ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia telah benar-benar beralih menjadi masyarakat nontunai (cashless society) yang matang.
UMKM Jadi Pemenang Utama
Siapa yang paling diuntungkan dari fenomena "panas dingin" negara lain ini? Jawabannya adalah UMKM Indonesia. Dengan adanya QRIS lintas batas, pedagang kini bisa menerima pembayaran langsung dari turis asing (Thailand, Malaysia, Singapura) menggunakan dompet digital negara asal turis tersebut.
Mekanisme Local Currency Settlement (LCS) yang mendasari kerja sama QRIS antarnegara ini memungkinkan transaksi diselesaikan dalam mata uang lokal masing-masing, mengurangi ketergantungan pada Dolar AS. Ini membuat biaya transaksi menjadi lebih murah bagi pedagang kecil dan lebih menguntungkan bagi ekonomi nasional.
Baca juga: QRIS Resmi Bisa Dipakai di Jepang, Transaksi Jadi Lebih Mudah!

Foto: BCA
Tantangan dan Masa Depan
Tentu saja, ekspansi ini bukan tanpa tantangan. Isu keamanan siber (cyber security) dan literasi digital di daerah terpencil masih menjadi pekerjaan rumah. Namun, melihat antusiasme global dan dukungan penuh pemerintah, posisi QRIS tampaknya tak tergoyahkan.
Negara-negara lain kini mulai "belajar" ke Indonesia. Mereka melihat bagaimana sebuah negara kepulauan yang luas bisa disatukan oleh satu kotak kode batang sederhana.
Jika dulu kita bangga dengan Batik atau Rendang yang mendunia, di tahun 2025 ini, kita patut membusungkan dada untuk QRIS. Sebuah teknologi sederhana yang dampaknya membuat raksasa ekonomi dunia merasa gentar.
Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News.
(WN/ZA)