Teknologi.id - Seorang mahasiswa pascasarjana Massachusetts Institute of Technology (MIT) asal Indonesia sukses menyabet penghargaan Harold and Arlene Schnitzer Prize in the Visual Arts 2022.
Adalah Irmandy Wicaksono, seorang mahasiswa PhD di MIT dan juga sekaligus Research Assistant di MIT Media Lab, yang berhasil meraih penghargaan tersebut dan berhak mendapatkan hadiah sebesar US$5000 serta dukungan untuk mengembangkan karyanya di MIT.
Harold and Arlene Schnitzer Prize in the Visual Arts sendiri merupakan penghargaan yang sudah berlangsung sejak tahun 1996 dan dianugerahkan kepada mahasiswa MIT yang menunjukkan keunggulan dalam menciptakan karya seni visual. Seluruh mahasiswa MIT, baik sarjana maupun pascasarjana berhak untuk mempresentasikan portofolio seni visual miliknya untuk dinilai para juri.
Karya seni peraih penghargaan Schnitzer Prize 2022 nantinya akan ditampilkan dalam pameran kelompok Wiesner Student Art Gallery, baik secara digital maupun secara langsung, pada bulan Mei 2022 ini.
Pernah mendesain baju Lady Gaga
Sebelum menempuh pendidikan PhD di MIT, Irmandy Wicaksono merampungkan pendidikan S1-nya di University of Southampton, setelah itu dirinya mengambil gelar Master Electrical Engineering di Eidgenössische Technische Hochschule (ETH) Zürich.
Meskipun bergelar insinyur elektro, namun Mandy, sapaan akrabnya, menyadari bahwa ilmu yang telah dipelajarinya bisa diterapkan dalam seni dan desain.
Hal itu berawal ketika dirinya berkuliah S1, di mana dirinya berkesempatan magang di Studio XO, sebuah laboratorium teknologi fashion di London.
Disitu lah ia mendapat kesempatan untuk ambil bagian dalam pengembangan gaun mekatronik Anemone dan Cipher yang dipakai Lady Gaga untuk penampilannya di iTunes Festival dan kampanye artRAVE pada 2013.
“Saya mengambil bagian dalam pengembangan dua gaun mekatronik untuk dipakai Lady Gaga di festival iTunes di London dan untuk ditampilkan di acara ArtRave di Brooklyn," kenang Mandy.
Mandy saat ini berfokus dalam pengerjaan "smart textile" dan teknologi yang dapat diterapkan dalam aplikasi mulai dari kesehatan dan kesejahteraan hingga pengontrol musik dan tarian interaktif.
Salah satu proyek terbarunya, Tapis Magique (The Magic Carpet), adalah karpet tekstil rajut elektronik berskala besar yang bisa merasakan tekanan langkah dan postur manusia sehingga bisa diubah menjadi suara untuk menjembatani fisik dengan digital.
Karpet Tapis Magique yang dibuat selama masa pandemi bekerja sama dengan artis synth Don Derek Haddad dan penari Loni Landon, berhasil memenangkan Student Innovation Award di South by Southwest Festival 2022 (SXSW).
“Saya berharap antarmuka tekstil saya membenamkan pengguna dalam pengalaman sinestetik yang unik ini tanpa membawa mereka sepenuhnya ke dunia digital,” kata Mandy.
Hubungan Mandy dengan dunia tekstil sendiri sebenarnya terjalin dari pengaruh lingkungan kebudayaan di sekitarnya. Negara asalnya, Indonesia memang memiliki tradisi tekstil yang kaya dan tersebar di berbagai daerah, seperti Batik, Ikat, dan Songket.
Dahulu Mandy juga seringkali menyaksikan neneknya yang menenun kain di rumahnya menggunakan alat tenun yang besar, dan masih ingat dengan jelas suara alat tenun tersebut.
“Tekstil dan elektronik berbagi banyak proses,” kata Mandy, yang berharap suatu hari nanti bisa menjalankan studio desain yang bekerja di dengan memadukan seni, sains, dan teknologi.
Baca juga: Peneliti MIT Kembangkan Teknologi “Saving Face” untuk Lawan Virus Corona, Apa Itu?
Penghargaan Harold and Arlene Schnitzer Prize in the Visual Arts menyediakan empat penghargaan yang bisa dimenangkan: tiga penghargaan untuk mahasiswa pascasarjana, disertai dengan hadiah $5,000 untuk setiap penerima, dan satu penghargaan untuk sarjana disertai dengan hadiah $2,500.
Panitia seleksinya sendiri terdiri dari anggota Dewan Seni di MIT dan anggota komunitas seni visual MIT, yang mengevaluasi setiap karya seni peserta berdasarkan tingkat keunggulan yang ditampilkan.
(dwk)