Teknologi.id - Beberapa waktu lalu, diberitakan para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab tengah mengembangkan teknologi bernama "Saving Face".
Saving Face merupakan serangkaian teknologi yang berfungsi untuk memperingatkan pengguna ketika akan menyentuh wajah mereka. Teknologi ini merupakan respon dari para peneliti untuk berpartisipasi melawan penyebaran virus Corona (COVID-19), dimana banyak orang di luar sana yang sering memegang wajah mereka setelah sebelumnya memegang benda-benda yang rawan terpapar virus dan bakteri.
Yang mengejutkan, di balik kecanggihan teknologi Saving Face, terdapat nama orang Indonesia yang turut tergabung dalam tim peneliti MIT Media Lab tersebut. Ia adalah Irmandy Wicaksono.
Baca juga: Peneliti MIT Kembangkan Teknologi “Saving Face” untuk Lawan Virus Corona, Apa Itu?
Irmandy Wicaksono yang lahir di Birmingham, Inggris 27 tahun lalu, adalah seorang mahasiswa PhD di MIT dan juga sekaligus Research Assistant di MIT Media Lab. Ia saat ini berfokus pada bidang smart textile atau tekstil cerdas.
Pria yang akrab disapa Mandy tersebut turut berperan dalam pengembangan teknologi Saving Face, khususnya di bagian Hardware Design, Development, serta Testing untuk versi Magnetic Tracking.
Mandy mengungkap tim peneliti Media Lab akan segera meluncurkan demonstrasi teknologi Saving Face, meskipun belum diketahui jadwal yang pasti.
"Sebentar lagi bakal dirilis demonstrasi-demonstrasinya," ujar Mandy kepada Teknologi.id melalui pesan singkat, Minggu (26/04/2020).
Pernah mendesain baju Lady Gaga
Sebelum kuliah PhD di MIT, Mandy menempuh pendidikan S1 di University of Southampton, setelah itu mengambil gelar Master Electrical Engineering di Eidgenössische Technische Hochschule (ETH) Zürich.
Dalam sebuah kesempatan saat kuliah S1, Mandy sempat bekerja magang di Studio XO, sebuah laboratorium teknologi fashion di London.
Disitu lah ia berkesempatan untuk ambil bagian dalam pengembangan gaun mekatronik Anemone dan Cipher yang dipakai Lady Gaga untuk penampilannya di iTunes Festival dan kampanye artRAVE pada 2013.
"Iya benar, waktu itu sempat magang pas saya S1, kebetulan clientnya Lady," kenang Mandy.
Berfokus di bidang Smart Textile
Dari situ Mandy mulai tertarik dalam bidang smart textile, struktur atau kain tekstil cerdas yang dapat merasakan dan bereaksi terhadap berbagai rangsangan, misalnya mekanis, termal, kimia, biologis, dan magnetik.
Dengan berbekal pengalamannya bekerja bersama perancang busana kreatif, ilmuwan, dan insinyur dalam proyek gaun Lady Gaga, Mandy pun akhirnya berhasil merancang FabricKeyboard, sebuah alat musik keyboard yang terbuat dari bahan kain.
FabricKeyboard kemudian disempurnakannya menjadi KnittedKeyboard yang berhasil ditampilkan dalam ETH Rethinking Creativity Pavilion di World Economic Forum 2020.
Tanggapan tentang kultur riset Indonesia
Mandy turut menanggapi kultur riset yang ada di Indonesia saat ini. Ia menyebut Indonesia seharusnya mengalokasikan lebih banyak dana untuk pengembangan riset di akademi, khususnya di beberapa sektor penting seperti energi, perubahan iklim dan perawatan kesehatan.
Selain itu, Mandy juga menekankan akan pentingnya relasi yang berkesinambungan antara industri dan akademi, sehingga nantinya riset dari akademi bisa langsung diaplikasikan ke lapangan dan mendapatkan dukungan dari industri serta pemerintah.
Visi untuk teknologi Indonesia
Mandy berharap Indonesia bisa mempunyai basis teknologi yang kuat, seperti Silicon Valley di California atau versi hardwarenya di Shenzen, China.
Mandy juga menyebut Indonesia harus sesegera mungkin menerapkan konsep Industry 4.0, melihat besarnya kebutuhan digital dan penggunaan gadget orang Indonesia.
"Orang-orang disini sangat melek teknologi, tapi infrastruktur IT kita masih lemah," ungkapnya.
Disinggung mengenai rencana untuk berkarya di Indonesia, Mandy mengatakan masih akan berfokus terlebih dahulu untuk program PhD-nya di MIT.
"Wah jangka pendek sih masih PhD disini, bolak-balik dulu," pungkasnya.
(dwk).
Tinggalkan Komentar