Riset: Sekitar 2 Juta Lebih Remaja Indonesia Termasuk ODGJ, Kok Bisa?

Alfryan Irgie . October 14, 2022

Foto: Pexels/Cotton Bro

Teknologi.id - Peneliti UGM, Amerika, dan Australia merilis sebuah penelitian bahwa 1 dari 20 remaja di Indonesia didiagnosis gangguan mental yang termasuk ke dalam kelompok ODGJ. 

Jika dikalkukasikan, 1 dari 20 remaja Indonesia berarti terhitung sekitar 2,45 juta remaja yang termasuk ke dalam kelompok Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). 

Penelitian ini sendiri diteliti oleh peneliti asal Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bekerja sama dengan University of Queensland (Australia), dan John Hopkins Bloomberg School of Public Health (Amerika Serikat). 

Remaja Indonesia yang termasuk ODGJ terdiagnosis memiliki gangguan mental berdasarkan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-V) yang dikemukakan oleh American Psychological Association atau Asosiasi Psikologi Amerika (APA)

Hasil penelitian ini akan termuat dalam makalah berjudul Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang segera terbit pada 20 Oktober mendatang. 

Kecemasan Banyak Dialami Remaja Indonesia

Amirah Ellyza Wahdi sebagai salah satu peneliti yang terlibat menjelaskan, remaja Indonesia berusia 10-17 tahun paling banyak mengalami gangguan kecemasan (3,7%) yang menjadi gangguan mental paling umum. 

Kemudian disusul dengan gangguan depresi mayor (1%), gangguan perilaku (0,9%), PTSD, dan ADHD yang masing-masing diderita oleh 0,5% remaja. 

Menurut I-NAMHS sendiri, gangguan kecemasan terdiri dari dua jenis, yaitu fobia sosial dan gangguan kecemasan menyeluruh.

Fobia sosial dimaksudkan dalam situasi ketakutan yang berlebih terhadap kondisi sosial tertentu seperti presentasi di depan kelas. 

Lalu, gangguan kecemasan yang dimaksud ialah kecemasan yang terlalu berlebihan terhadap suatu kejadian atau aktivitas, contohnya ialah akan menghadapi ujian sekolah. 

Baca juga: Ini Dia Kalkulator Kesehatan Mental Online yang Viral di TikTok


Faktor yang memengaruhi gangguan kecemasan ini bisa terjadi dikarenakan genetik, sistem saraf, lingkungan sekitar, dan keluarga. 

"Ada empat domain yang kami evaluasi dalam I-NAMHS, yaitu keluarga (masalah dengan orang tua atau kesulitan beraktivitas bersama anggota keluarga), teman sebaya (masalah hubungan pertemanan), sekolah atau pekerjaan (kesulitan menyelesaikan tugas, performa akademik buruk), atau distres personal (rasa bersalah atau sedih yang berkepanjangan)," tulis Amirah seperti yang dikutip dari Kumparan (14/10).

Dalam hasil riset I-NAMHS sendiri, remaja yang menderita gangguan kecemasan cenderung mengalami gangguan fungsi di salah satu ranah hidup penderita. Alhasil, penderita memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibandingkan orang tanpa gangguan kecemasan. 

Remaja Indonesia yang mengalami gangguan mental, 83,9% di antaranya mengalami gangguan fungsi pada ranah keluarga, disusul teman sebaya (62,1%), sekolah atau pekerjaan (58,1%), dan distres personal (46,0%). 

15 Juta Remaja Rentan Alami Gangguan Mental

Meski tidak cukup untuk bisa dikategorikan sebagai penderita gangguan mental sesuai kriteria DSM-5, namun survei I-NAMHS menunjukkan bahwa hampir 35% atau sekitar 15,5 juta remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan jiwa.

Oleh karena itu, mereka yang termasuk 35% ini masuk ke dalam Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan rentan akan gangguan mental yang bisa saja mereka alami sewaktu-waktu. 

Penelitian juga menunjukkan bahwa remaja laki-laki prevalensinya memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. 

Rasa kecemasan paling banyak muncul di antara remaja Indonesia yaitu sekitar 26,7%. Disusul masalah pemusatan perhatian atau hiperaktivitas yaitu 10,6%, depresi 5,3%, masalah perilaku 2,4%, dan stres pascatrauma 1,8%.

Melihat hasil penelitian, peneliti menyarankan agar pemerintah Indonesia dan para stakeholder dapat membuat berbagai program guna membantu remaja dalam mengelola rasa cemas.

Tenaga pendidik atau guru juga bisa menjadi alternatif agar membantu remaja untuk menjaga kesehatan mental mereka, mengingat para remaja ini masih berstatus sebagai pelajar.

(ai)

Share :