Foto: Kompas
Teknologi.id - Pemerintah melakukan pengawasan internet menggunakan mesin crawling berbasis kecerdasan buatan
alias Artificial Intellegence (AI).
Hal itu dilakukan untuk menjaga
internet bersih dari konten-konten negatif, seperti radikalisme, terorisme,
hoax, provokatif. Maupun pelanggaran lainnya.
Menteri Komunikasi dan
Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan pengawasan terhadap
konten-konten negatif tersebut dilakukan bersama dengan kementerian atau
lembaga terkait.
"Kementerian Kominfo melakukan pengawasan ruang siber selama 24/7 dengan menggunakan mesin crawling berbasis AI yang memantau akun dan konten-konten yang terkait dengan kegiatan radikalisme terorisme,”
Baca juga: Polisi Virtual Hadir di Grup WhatsApp? Benarkah Demikian?
“Di saat bersamaan terus
berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, serta stakeholder terkait lainnya,"
ujar Menkominfo dikutip dari Detik hari Senin 05 April 2021.
Terhitung hingga Sabtu 03 April
2021, Kominfo telah melakukan pemblokiran konten radikalisme dan terorisme
sebanyak 20.453 konten yang tersebar di berbagai situs, serta beragam platform
media sosial.
Sementara di sisi lain,
disampaikan Johnny, pemerintah juga menggelar kegiatan literasi digital dengan
masyarakat.
Harapannya agar masyarakat dapat memfilter informasi yang diterima dengan baik, serta mendorong media sosial dipenuhi dengan konten-konten positif dan produktif.
Sebelumnya Kepolisian Republik Indonesia juga membuat polisi virtual atau polisi di dunia maya.
Baca juga: Ada Polisi Virtual yang Pantau Medsos di RI, Ini Buktinya
Tujuan dibentuknya virtual police
ini adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di media sosial, jika ada
unggahan yang bisa dijerat dengan UU ITE.
Cara kerja polisi virtual adalah
dengan melacak unggahan tulisan atau gambar yang berpotensi melanggar pidana.
Petugas melakukan screenshot pada unggahan tersebut.
Unggahan itu kemudian akan dikonsultasikan kepada tim ahli.
Yang terdiri dari tim ahli
pidana, ahli bahasa, serta ahli bidang informasi dan transaksi elektronik.
Bila dinyatakan melanggar pidana,
laporan diajukan ke Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri atau pejabat
yang ditunjuk dalam penugasan.
Meski begitu, keberadaan polisi
virtual masih memiliki tantangan besar. Pasalnya, masih ada kritik yang
menganggap polisi virtual terlalu masuk ke ruang privat warga negara. Sehingga
berpotensi memberangus kebebasan berpendapat masyarakat.
(fpk)