Foto: The World
Teknologi.id - Amerika
Serikat (AS) di bawah rezim Joe Biden dilaporkan diam-diam hendak menjual
senjata bom canggih Joint Direct Attack Munition (JDAM) buatan Boeing kepada
Israel.
Nilai pembelian senjata itu
diperkirakan mencapai US$735 juta (sekitar Rp10,5 triliun).
Perangkat itu bisa mengubah bom
yang mulanya tidak berpemandu yang diluncurkan dari pesawat tempur atau pesawat
pembom ringan menjadi bisa dikendalikan dengan menggunakan Global Positioning
System (GPS).
Dikutip dari CNN Indonesia, JDAM
adalah senjata udara-ke-permukaan berpemandu yang menggunakan hulu ledak bom
BLU-109/ MK 84 seberat hampir 1.000 kilogram, BLU-110 / MK 83 seberat 500 kg,
atau BLU-111/ MK 82 seberat 250 kg sebagai muatannya.
Selain kemampuan GPS/INS segala cuaca, laser JDAM memiliki fleksibilitas untuk menyasar target peluang, termasuk target seluler dan bahkan target laut.
Baca juga: Gertak Rusia, AS Kirimkan 4 Pesawat Pengebom B-1
Laser JDAM ini digunakan juga di
pesawat tempur F-15E dan F-16 Angkatan Udara AS serta F / A-18 dan A / V-8B
Angkatan Laut AS.
Setelah dilepaskan dari pesawat,
JDAM mampu secara mandiri menavigasi ke koordinat target yang ditentukan.
Satu unit JDAM buatan Boeing
sekitar US$20 ribu atau sekitar Rp285 juta (kurs Rp14.257). Daya jangkau
senjata itu juga bisa sejauh 24 kilometer.
Dikutip dari Detik, beberapa keunggulan
Laser JDAM, antara lain:
- Sangat akurat dan dapat dikirim dalam cuaca apa pun
- Dapat diluncurkan dari jarak lebih dari 24 km dari target
- Satelit GPS bisa membantu memandu senjata.
Baca juga: Israel Konflik dengan Palestina, ini Tindakan Indonesia
Ukuran JDAM buatan Boeing
bervariasi. Paling besar bisa sepanjang 3,8 meter dan yang terkecil bisa
mencapai 2,3 meter. Diameter JDAM juga bervariasi tergantung jenisnya, mulai
dari 27 cm hingga 46 cm.
Rencana penjualan senjata canggih
itu memunculkan kekhawatiran bisa memperburuk situasi antara Israel dan
Palestina yang kian memanas saat ini.
Meski Kongres AS diberi wewenang
menolak menjual senjata canggih ini, tetapi sepertinya hal itu tidak bakal
terjadi.
Sebab, dilihat dari riwayatnya,
Israel termasuk di antara segelintir negara dengan proses pembelian senjata
dari AS yang dipercepat.
(fpk)