
Foto: Reuters
Teknologi.id – Amerika Serikat, sang negara adidaya, kini tengah dirundung kecemasan luar biasa. Bukan karena ancaman rudal balistik, melainkan karena kehadiran kawanan drone misterius yang berulang kali "mengepung" langit di atas markas militer dan situs energi nuklir mereka.
Fenomena ini telah membuat pejabat militer di Pentagon hingga aparat kepolisian setempat berada dalam kondisi kebingungan dan ketakutan yang mendalam.
Teror "Lebah Besi" di Atas Markas Militer
Laporan tersebut menyoroti serangkaian insiden di mana drone-drone canggih terlihat terbang dalam formasi rapi di atas Pangkalan Angkatan Udara Langley di Virginia dan beberapa situs sensitif lainnya. Drone-drone ini tidak hanya muncul sekali, tetapi berulang kali selama berminggu-minggu, menunjukkan kemampuan koordinasi dan daya tahan baterai yang jauh melampaui drone konsumer biasa.
Yang membuat pihak keamanan AS "merinding" adalah fakta bahwa drone-drone ini beroperasi dengan sangat tenang dan seolah tidak terdeteksi oleh radar konvensional hingga mereka sudah berada di area terlarang. Spekulasi mengenai keterlibatan teknologi China sangat kuat, mengingat dominasi Negeri Tirai Bambu tersebut dalam industri drone global.
Baca juga: Perang Chip Global Memanas: China Balas Amerika, Seret Nvidia dan Qualcomm
Polisi AS Dilarang Pakai Drone China, Tapi Tak Punya Pilihan Lain
Di tengah ancaman keamanan ini, kepolisian Amerika Serikat justru berada dalam posisi yang sangat sulit. Di satu sisi, pemerintah pusat di Washington DC terus mendorong pelarangan penggunaan drone buatan China, terutama dari pabrikan raksasa DJI, karena kekhawatiran akan adanya "pintu belakang" (backdoor) untuk mata-mata.
Namun, di sisi lain, kepolisian daerah merasa "lumpuh". Mereka mengeluhkan bahwa drone buatan dalam negeri (AS) atau negara sekutu lainnya memiliki harga yang jauh lebih mahal namun dengan teknologi yang tertinggal jauh dibandingkan drone China.
"Jika kami dilarang menggunakan drone China, kemampuan kami untuk memantau situasi darurat atau mengejar pelaku kejahatan akan berkurang drastis," ungkap salah satu pejabat kepolisian dalam laporan tersebut. Polisi merasa terjepit antara instruksi keamanan nasional dan kebutuhan operasional di lapangan.
Ketakutan Pentagon: Mengapa Tidak Ditembak Jatuh?
Pertanyaan besar muncul di tengah publik AS: Jika drone-drone misterius itu dianggap mengancam, mengapa militer tidak menembak jatuh mereka?
Jawabannya ternyata sangat rumit secara hukum. Di bawah hukum federal Amerika Serikat, menembak jatuh drone di atas wilayah domestik adalah tindakan ilegal bagi sebagian besar instansi, kecuali jika ada ancaman langsung terhadap nyawa manusia. Selain itu, penggunaan teknologi "jamming" (pengacau sinyal) dikhawatirkan dapat mengganggu sistem komunikasi sipil dan navigasi pesawat komersial di sekitarnya.
Kelemahan hukum dan celah regulasi inilah yang dimanfaatkan oleh operator drone misterius tersebut. Mereka tahu bahwa selama tidak melakukan serangan fisik, militer AS hanya bisa "menonton" dari bawah sembari mendokumentasikan pergerakan mereka.
Baca juga: Penyebab Kebakaran Gedung Terra Drone: Mengenal Risiko Baterai Lithium pada Drone
China dan Ancaman Spionase Digital
Washington mencurigai bahwa drone-drone ini bukan sekadar mainan hobi, melainkan alat pengumpul data (spionase) yang sangat canggih. Data mengenai tata letak pangkalan militer, pola pergantian penjaga, hingga infrastruktur energi bisa dengan mudah dipetakan dan dikirimkan secara instan ke server di luar negeri.
China sendiri melalui kementerian luar negerinya telah berulang kali membantah keterlibatan mereka. Namun, bagi AS, fakta bahwa DJI menguasai lebih dari 70% pasar drone dunia adalah ancaman keamanan yang tidak bisa diabaikan. AS khawatir China bisa memerintahkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk "memanen" data dari drone yang digunakan oleh instansi pemerintah di Amerika.

Foto: Reuters
Upaya Bantuan: Mencari Alternatif "Bebas China"
Menghadapi ketakutan ini, Kongres AS tengah menggodok undang-undang yang memberikan subsidi bagi departemen kepolisian untuk beralih ke drone buatan non-China. Namun, proses ini memakan waktu bertahun-tahun, sementara drone misterius terus gentayangan di langit mereka hampir setiap malam.
Kondisi ini menciptakan ironi yang pahit: Negara dengan anggaran militer terbesar di dunia ternyata "kebingungan" menghadapi kawanan drone kecil yang mungkin harganya hanya beberapa ribu dolar, namun mampu menembus batas-base pertahanan paling rahasia mereka.
Fenomena drone China yang membuat Amerika ketakutan ini adalah babak baru dalam perang asimetris. Tanpa meletuskan satu peluru pun, drone-drone ini telah berhasil mengekspos kerentanan infrastruktur dan hukum di Amerika Serikat.
Bagi polisi dan militer AS, tantangan terbesarnya bukan lagi tentang siapa yang memiliki senjata paling besar, melainkan siapa yang memiliki kontrol penuh atas langit di atas kepala mereka sendiri. Selama AS belum bisa menciptakan teknologi drone yang setara dengan harga yang kompetitif, mereka akan terus berada dalam bayang-bayang ketakutan terhadap teknologi dari Timur.
Baca berita dan artikel lainnya di Google News