Foto: Kementerian ESDM
Teknologi.id - Uji coba
terbang bahan bakar bioavtur berhasil dilakukan pada pesawat CN-235 Flying Test
Bed milik PT Dirgantara Indonesia pada awal Oktober lalu.
Uji coba terbang tersebut menggunakan campuran bahan bakar nabati 2,4
persen yang dicampur dengan avtur.
Dengan kehadiran bahan bakar
Bioavtur 2,4 persen (J2.4) tersebut dapat mendukung upaya untuk menurunkan
emisi gas rumah kaca di sektor penerbangan.
Kegiatan ini termasuk dalam
Proyek Strategis Nasional (PSN) Hilirisasi Industri Katalis dan Bahan Bakar
Biohidrokarbon yang dikoordinasikan oleh Kementerian ESDM.
Serta termasuk dalam etalase
Prioritas Riset Nasional (PRN) Pengembangan Teknologi Produksi Bahan Bakar
Nabati berbasis Minyak Sawit dan Inti Sawit, yang dikoordinasikan oleh Badan
Riset & Inovasi Nasional (BRIN).
Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit yang menguasai
sekitar 55% pangsa pasar sawit dunia.
Dibandingkan komoditas pesaing
lainnya, produksi kelapa sawit lebih efisien dan produktivitas yang lebih
tinggi dalam pemanfaatan lahan.
Sebagai perbandingan, untuk
menghasilkan 1 ton minyak sawit hanya membutuhkan lahan 0,3 hektare, sedangkan
rapeseed oil membutuhkan lahan seluas 1,3 hektare, sunflower oil seluas 1,5
hektare dan soybean oil seluas 2,2 hektare.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan rendah karbon.
Baca juga: Dipercepat, ini Roadmap Kendaraan Listrik Indonesia
Program B30 telah berkontribusi dalam upaya penurunan emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) untuk sekitar 23,3 juta ton karbondioksida (CO2) pada tahun 2020.
Program ini juga berdampak positif pada penghematan devisa negara
dengan pengurangan impor solar sebesar kurang lebih US$8 miliar.
Ke depannya diharapkan agar
Bioavtur J2.4 juga dapat diujiterbangkan pada pesawat-pesawat komersial sehingga potensi pasar bahan bakar hasil
inovasi anak bangsa ini dapat terus dikembangkan.
(fpk)