Teknologi.id - Berita mengenai startup atau perusahaan rintisan mencuri perhatian publik belakangan ini. Kabarnya sejumlah startup sedang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Beberapa startup terkenal yang melakukan PHK adalah Fabello, TaniHub, Uang Teman, LinkAja hingga Zenius. Tentu saja hal tersebut sempat mengagetkan masyarakat awam.
Adapun fenomena PHK massal ini disebabkan karena Indonesia masih terguncang kondisi makro-ekonomi selama masa pandemi Covid-19.
Meskipun keadaan pandemi Covid-19 di Indonesia sudah semakin membaik, akan tetapi tampaknya startup ini kesulitan dalam mendapatkan pendanaan. Berdasarkan kejadian ini, apakah hal ini dapat disebut fenomena bubble burst? Berikut penjelasannya.
Penjelasan dari Para Ahli
Menurut Investopedia, bubble burst terjadi saat siklus ekonomi yang ditandai dengan nilai pasar naik sangat cepat karena perilaku pasar yang terlalu bersemangat, terutama pada harga aset. Inflasi yang cepat ini diikuti oleh penurunan nilai yang cepat pula, atau biasa disebut kontraksi.
Dilansir dari wawancara Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini dengan Kompas.com pada Minggu (29/05), beliau mengatakan bahwa banyaknya startup yang muncul membuat mereka menggelembung, pecah dan hilang. Hal tersebut dapat dilihat melalui kondisi startup sebelum dan sesudah pandemi yang cukup kontras.
"Hilangnya start-up ini atau dipangkasnya jumlah karyawannya ini seperti kunang-kunang, datang sebentar, besok bisa hilang," Katanya.
Sedangkan Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bahwa fenomena ini terjadi karena belakangan startup sangat kesulitan pada urusan dana. Padahal untuk menarik pelanggan startup perlu melakukan “bakar uang” yang cukup banyak.
Baca juga: Ini Dia, 7 Wanita Inspiratif di Bidang Teknologi Indonesia
Selain itu, seringkali startup melakukan pencitraan yang sebenarnya kurang berguna. Hal tersebut terlihat dari gaji yang tinggi pada karyawan dan kantor yang mewah merupakan salah satu contoh dari bakar uang menurut Heru. Tentu saja jika mendapat pendanaan yang besar hal tersebut tidak masalah akan tetapi jika tidak seimbang maka akan sangat merugikan perusahaan.
Heru mengatakan bahwa banyak perusahaan yang sudah dapat membuktikan keuntungannya akan tetapi tetap saja mereka kesusahan dalam mengembalikan dana kepada investor. “Kalau saya melihat ini bukan pecahnya gelembung, tapi gelembung mulai bocor,” tutur Heru.
Bahkan, Heru juga mengatakan, apabila dalam satu hingga dua tahun mendatang startup tidak survive atau berubah menjadi unicorn, maka startup level menengah bersiap untuk rontok. Tentu saja hal tersebut menimbulkan ketakutan dan kegelisahan di banyak kalangan.
(kssa)
Tinggalkan Komentar