Teknologi.id - Korea Selatan tengah menghadapi krisis besar terkait penyebaran pornografi deepfake, terutama yang menyasar pelajar perempuan di ratusan sekolah di seluruh negeri.
Teknologi deepfake yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk memanipulasi video, suara, atau gambar seseorang secara digital, kini menjadi senjata berbahaya dalam kejahatan seksual digital.
Situasi ini semakin memburuk dengan terungkapnya 24 kasus korban deepfake di kalangan militer, yang mendorong Kementerian Pertahanan Korea Selatan untuk segera mengambil tindakan tegas.
Baca juga: Korea Selatan Darurat Pornografi Deepfake Melalui Aplikasi Telegram
Apa Itu Deepfake dan Dampaknya di Korea Selatan
Deepfake adalah teknologi yang memungkinkan manipulasi digital terhadap gambar, video, dan suara seseorang sehingga tampak seolah-oleh individu tersebut melakukan atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka lakukan.
Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi ini semakin marak digunakan untuk membuat video pornografi tanpa persetujuan, dengan banyak korban adalah perempuan muda dan pelajar.
Di Korea Selatan, krisis pornografi deepfake semakin menjadi masalah serius. Teknologi ini menyebar dengan cepat dan merusak reputasi serta kehidupan pribadi seseorang. Dengan hanya menggunakan beberapa foto atau video korban, pelaku kejahatan dapat menciptakan konten yang tampak realistis dan menyebarkannya melalui internet.
Korban tidak hanya merasakan tekanan sosial, tetapi juga mengalami trauma psikologis akhibat penyebaran konten tersebut. Kejahatan ini tidak hanya menyentuh kehidupan sehari-hari para korban, tetapi juga memengaruhi karier dan keselamatan mereka di masa depan.
Tindakan Militer Korea Selatan, Blokir Akses Foto Internal
Dalam perkembangan terbaru, Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengungkapkan adanya 24 kasus korban kejatan seksual deepafake di kalangan militer. Kasus-kasus ini sangat mengkhawatirkan karena melibatkan personel militer yang seharusnya menjadi simbol keamanan dan perlindungan negara.
Untuk menangani masalah ini, Kementerian Pertahanan telah memblokir akses terhadap foto-foto internal militer yang dapat disalahgunakan secara kriminal. Langkah ini dianggap penting untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari konten pornografi deepfake di lingkungan militer.
Sejak 29 Agustus 2024, Kementerian Pertahanan membentuk satuan tugas khusus yang dipimpin oleh wakil menteri untuk menangani kejahatan seksual berbasis teknologi deepfake. Satuan tugas ini bertanggung jawab memantau dan menangani kasus-kasus deepfake yang terjadi di lingkungan militer serta bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk mengusut pelaku kejahatan.
Kasus-kasus ini telah dilaporkan ke polisi dan beberapa organisasi pendukung yang bertugas menghapus video-video terkait dari platform online.
Untuk mendukung korban, pemerintah Korea Selatan memberikan berbagai bantuan, termasuk konseling, bantuan medis, bantuan hukum, dan cuti sementara bagi korban yang membutuhkan perlindungan dan pemulihan. Langkah ini diambil untuk memberikan ruang bagi para korban untuk memulihkan kondisi psikologis mereka.
Edukasi Khusus Tentang Pencegahan Kejahatan Seksual Deepfake
Selain tindakan langsung dalam menangani kasus-kasus yang telah terjadi, Kementerian Pertahanan Korea Selatan juga menekankan pentingnya edukasi pencegahan. Mereka telah menyusun materi edukasi khusus untuk mencegah kejahatan seksual deepfake.
Edukasi ini wajib diikuti oleh semua prajurit dan personel militer. Kementerian menyatakan bahwa seluruh pelatihan ini akan diselesaikan sebelum Hari Chuseok, salah satu hari libur terbesar di Korea Selatan yang jatuh pada 16-18 September 2024.
Dengan meningkatnya ancaman deepfake, militer juga menonaktifkan akses informasi pribadi di jejaring internalnya untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut. Informasi yang sebelumnya dapat diakses dengan mudah kini dilindungi dengan langkah-langkah keamanan yang lebih ketat.
Militer Korea Selatan juga menetapkan periode khusus hingga Oktober 2024 untuk mendorong pelaporan kejahatan seksual berbasis teknologi deepfake.
Langkah ini menunjukkan komitmen Kementerian Pertahanan untuk melindungi personel militernya dari kejahatan seksual berbasis teknologi dan memberikan ruang aman bagi korban untuk melapor dan mendapatkan perlindungan.
Dukungan Presiden Yoon Suk-yeol dalam Mengatasi Krisis Deepfake
Masalah kejahatan seksual deepfake di Korea Selatan telah menarik perhatian tidak hanya dari Kementerian Pertahanan, tetapi juga dari Presiden Yoon Suk-yeol.
Presiden Yoon memerintahkan aparat penegak hukum untuk melakukan razia besar-besaran terhadap kejahatan seksual digital yang sebagian besar menyasar perempuan. Perintah ini merupakan bagian dari upaya lebih luas untuk mengatasi krisis yang sedang berlangsung dan memastikan bahwa pelaku kejahatan deepfake diadili dengan tegas.
Krisis ini menjadi perhatian serius di Korea Selatan, yang sebelumnya telah menghadapi berbagai skandal terkait kejahatan seksual digital, seperti kasus kamera tersembunyi yang digunakan untuk merekam perempuan secara ilegal di tempat-tempat umum.
Deepfake adalah bentuk baru dari ancaman digital ini, yang sangat meresahkan karena semakin sulit dideteksi dan dihapus dari internet.
Baca juga: Skandal Deepfake Pornografi di Korea Selatan: Ribuan Foto Pelajar Disalahgunakan
Peran Teknologi AI dalam Maraknya Deepfake
Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk dalam penciptaan deepfake. Teknologi ini, yang pada awalnya dikembangkan untuk tujuan hiburan atau penelitian, kini disalahgunakan untuk tujuan kriminal.
Dengan menggunakan AI, pelaku dapat memanipulasi gambar dan video seseorang dengan presisi yang sangat tinggi, sehingga tampak seperti konten tersebut asli.
Masalah ini tidak hanya terjadi di Korea Selatan, tetapi telah menjadi fenomena global yang mengkhawatirkan. Banyak negara kini mulai menyadari dampak negatif dari deepfake dan mencoba mencari cara untuk mengatur serta mengendalikan teknologi ini.
Namun, karena sifatnya yang sangat maju dan sulit dilacak, penegakan hukum sering kali kewalahan dalam menangani kejahatan berbasis deepfake.
Untuk menangani masalah ini secara global, berbagai negara mulai mengadopsi undang-undang yang melarang penggunaan deepfake untuk tujuan kriminal, termasuk penyebaran konten pornografi tanpa persetujuan.
Selain itu, platform media sosial besar seperti Facebook, Twitter, dan YouTube telah mengambil langkah-langkah untuk mendeteksi dan menghapus konten deepfake. Namun, meskipun ada upaya ini, tantangan dalam mengatasi penyebaran deepfake masih sangat besar, mengingat teknologi ini terus berkembang dengan cepat.
Baca Berita dan Artikel lain di Google News.
(bmm)