Teknologi.id - Pemerintah sedang melakukan finalisasi aturan program penerapan validasi database nomor identitas asli ponsel atau IMEI (International Mobile Equipment Identity). Adanya aturan ini bertujuan untuk melindungi industri dan konsumen di Indonesia. Finalisasi penyusunan peraturan tersebut dilakukan oleh Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perdagangan. Rencananya, peraturan akan ditetapkan pada 17 Agustus 2019.
"Jadi, momentum 17 Agustus 2019 adalah
milestone penandatangan bersama tiga kementerian terkait regulasi pengendalian IMEI menuju pembebasan dari
handphone black market (ponsel BM)," tutur Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto dalam keterangan resmi, Senin (8/7/2019). Janu mengungkapkan sistem kontrol IMEI sangat penting untuk melindungi industri dan konsumen dalam negeri. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi, registrasi, dan pemblokiran perangkat telekomunikasi seluler yang tidak memenuhi ketentuan.
IMEI info
Kontrol IMEI juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi dan menghilangkan ponsel
black market dari pasar, sehingga potensi pajak pemerintah meningkat. "Dalam upaya mendukung program kontrol IMEi itu, dibutuhkan regulasi sebagai payung pengelolaan data IMEI. Pemerintah secara cermat akan membuat regulasi terkait Sistem Informasi Registrasi Identifikasi Nasional (SIRINA) agar berjalan dengan baik," tutur Janu. Oleh karena itu, Kemenperin akan mengatur tentang database IMEI. Sementara Kemkominfo akan mengatur pemanfaatan data IMEI termasuk dengan operator. Sistem kontrol IMEI akan memproses database IMEI yang didapatkan dari berbagi pemangku kepentingan. Informasi itu lantas diolah dan disimpulkan untuk mendapatkan daftar IMEI yang valid sesuai ketentuan hukum.
Produksi Ponsel di Indonesia
Industri ponsel di dalam negeri diketahui tengah mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang cukup pesat selama lima tahun terakhir. Hal ini terjadi karena adanya upaya pemerintah dalam memacu pengembangan di sektor telekomunikasi dan informatika. Kemenperin mencatat, pada 2013, impor ponsel mencapai 62 juta unit dengan nilai sebesar USD 3 miliar. Sementara produksi dalam negeri sekitar 105 ribu untuk dua merek lokal, sehingga pemerintah mengeluarkan regulasi mengurangi produk impor dan mendorong produktivitas dalam negeri. Hasilnya pada 2014, impor ponsel mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, menjadi 60 juta unit. Adapun produksi ponsel dalam negeri tumbuh signifikan menjadi 5,7 juta unit.
Pada 2015, produk impor merosot hingga 40 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 37 juta unit dengan nilai USD 2,3 miliar. Sementara, produksi ponsel dalam negeri meningkat 700 persen menjadi 50 juta unit, terdiri dari 23 merek lokal dan internasional. Tahun 2016, produk ponsel impor menurun kembali sekitar 36 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 18,5 juta unit dengan nilai USD 775 juta. Lantas, produksi ponsel dalam negeri meningkat 36 persen menjadi 68 juta unit. Selanjutnya, pada tahun 2017, impor ponsel turun menjadi 11,4 juta unit, sedangkan produksi ponsel di dalam negeri 60,5 juta unit untuk 34 merek, sebelas di antaranya adalah merek lokal.
(dwk)