Foto: Unsplash.com
Teknologi.id - Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berakhir sejak Juni 2023 bersamaan dengan ditetapkannya Keppres No.17 Tahun 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 menjadi status penyakit endemi di Indonesia. Namun, ternyata penyakit menular ini memiliki efek jangka panjang bagi pasien yang pernah mengalami kondisi parah.
Studi terbaru di bidang kesehatan mengungkap efek yang ditemukan akibat infeksi Covid-19. Penelitian ini menyebutkan bahwa infeksi Covid-19 mampu memberi efek pada kesehatan otak, yaitu otak akan mengalami penuaan yang setara dengan 20 tahun. Hal ini tentu dapat berdampak terhadap kondisi kognisi seseorang. Kognisi adalah proses mental yang dimiliki seseorang setelah melakukan kegiatan berpikir mengenai sesuatu atau seseorang. Kemampuan kognisi inilah yang menunjukkan perubahan apabila otak mengalami penuaan hingga 20 tahun.
Pasien penyakit Covid-19 umumnya akan mengalami gejala seperti pilek dan flu, demam tinggi, bahkan kondisi terburuk dari penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Kemudian, baru-baru ini muncul penelitian yang mengungkap bahwa infeksi virus Sars-CoV-2 juga berdampak pada kesehatan otak manusia. Gejala yang ditemukan pada sistem otak manusia akibat Covid-19 adalah Brain Fog.
Brainf Fog atau kabut otak merupakan gejala-gejala berupa gangguan untuk berpikir secara jernih, daya ingat, dan tingkat konsentrasi seseorang. Gejala Brain Fog mengakibatkan seseorang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang melibatkan otak, seperti mengobrol, mengerjakan instruksi, atau mengingat langkah-langkah untuk melakukan sebuah kegiatan. Gejala ini dialami pasien setelah sakit sebagai efek samping jangka panjang dari pengobatan, seperti pada kemoterapi dan Covid-19.
Gejala Brain Fog pada pasien Covid-19 muncul sebagai efek jangka panjang meskipun gejala pernapasan yang sebelumnya dialami pasien telah berhasil disembuhkan.
Baca juga: Efek Samping Vaksin Covid-19 AstraZeneca, BPOM Ungkap Begini
Hasil dari beberapa penelitian membuktikan bahwa virus SARS-COV-2 memengaruhi sistem otak manusia. Namun, belum terdapat penelitian komperehensif yang berhasil menunjukkan penyebab dampak Covid-19 terhadap sistem kognitif dan cara menyembuhkannya. Para ilmuwan dari University of Liverpool dan King's College London melakukan sebuah studi untuk menganalisis kasus ini, melalui studi Neurosains Klinis Covid-19 (Covid-CNS).
Salah satu peneliti dari studi tersebut, Dr. Greta Wood dari University of Liverpool, mengungkapkan bahwa banyak laporan yang diterima terkait dengan Brain Fog atau kabut otak yang timbul sebagai efek jangka panjang pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit karena Covid-19. Namun, dalam kasus ini belum ditemukan bukti objektif untuk gangguan kognitif dan bukti biologis yang menunjukkan adanya cedera pada otak dan belum dapat dipastikan terkait dengan pemulihan dari gejala Brain Fog pada pasien.
Para ilmuwan melakukan penelitian ini dengan mengumpulkan data dari para pasien Covid-19. Data-data tersebut berasal dari pasien yang dirawat inap karena kondisi parah sejumlah 351 orang dan hampir 3000 pasien kontrol dengan klasifikasi yang sudah disesuaikan. Hasil dari kedua jenis data ini kemudian dilakukan perbandingan untuk melihat efek yang muncul akibat Covid-19.
Temuan dari penelitian ini adalah berdasarkan perbandingan dengan 3000 subjek kontrol, para pasien yang mengalami Covid-19 bahkan yang tidak mengalami komplikasi neurologis yang akut akibat Covid-19 memiliki kemampuan kognitif yang tidak normal atau tidak sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan mereka. Kemampuan kognitif yang ditemukan justru menunjukkan tingkat normal untuk seseorang dengan usia 20 tahun lebih tua.
Kondisi tersebut terlihat setelah dilakukan pemindaian pencitraan resonansi magnetik atau MRI ketika 12-18 bulan setelah pasien Covid-19 dirawat di rumah sakit. Melalui pemindaian MRI, ditemukan adanya peningkatan kadar protein yang menunjukkan cedera otak. Ada juga penurunan grey matter pada beberapa bagian otak pasien dan Grey matter atau materi abu-abu merupakan tempat letaknya badan sel saraf, terminal akson, dendrit, dan semua sinapsis saraf. Grey Matter berfungsi memproses dan mengatur segala informasi yang telah diterima oleh otak. Penurunan grey matter ini memiliki keterlibatan dengan penyakit dengan gangguan mood dan daya ingat, seperti skizofrenia dan alzheimer.
Penting untuk digarisbawahi bahwa studi Neurosains Klinis Covid-19 dilakukan kepada subjek yang merupakan pasien Covid-19 dengan kondisi parah atau kritis. Belum diketahui bagaimana dampak yang dirasakan pasien yang mengalami infeksi ringan sehingga hasil ini tidak dapat digeneralisasi dengan pasien dari kondisi yang berbeda.
Baca juga berita dan artikel lainnya di Google News.
(ah)