Foto: Unsplash
Teknologi.id – Tokamak Energy, perusahaan
teknologi asal Inggris saat ini tengah mencobat menciptakan kembali fusi nuklir
yang sering disebut sebagai Matahari buatan.
Tokamak Energy mengatakan bahwa saat
ini mereka memimpin perlombaan dalam mengembangkan perangkat fusi komersial
yang akan merevolusi sektor pembangkit energi.
Tidak selayaknya reaktor fusi nuklir
konvensional, di mana energi dilepaskan dengan membelah atom uranium,
pembangkit listrik fusi tak dapat meleleh seperti bencana Chernobyl tahun 1986,
yang melepaskan gumpalan radioaktif.
Reaktor fusi yang tak berfungsi
nantinya akan menjadi dingin, ini dikarenakan proses fusi yang gagal. Selain
itu, bahan bakar reaktor fusi tidak akan habis-habisnya dan sangat murah karena
bahan bakunya, hidrogen, dapat diperoleh dari air laut.
Listrik yang dihasilkan reaktor fusi juga tiak benar-benar nol karbon namun kebal terhadap perubahan cuaca.
Baca juga: Kehidupan Baru Diprediksi akan Muncul, ini Perkiraannya
Dr David Kingham yang merupakan salah
satu pendiri dan wakil ketua Tokamak Energy menjelaskan dalam beberapa bulan ke
depan, reaktor Didcot yang dikenal sebagai ST 40 akan melewati tonggak sejarah
ketika plasma mencapai 100 juta derajat Celcius.
"Perusahaan kami berada di jalur
yang tepat untuk menyediakan pembangkit listrik fusi nuklir komersial pertama
di dunia pada akhir 2030-an," ungkapnya.
Optimisme Dr Kingham mendapat respon
positif dari pemerintah maupun investor. Sekretaris Negara bidang Bisnis,
Energi dan Strategi Industri Kwasi Kwarteng bahkan mengunjungi pabrik Didcot
dan menyebutkan bahwa Tokamak akan berkembang secara signifikan.
Hingga saat ini, Tokamak disokong dana
150 juta poundsterling dari investor swasta dan hibah pemerintah sebesar 10
juta poundsterling.
Tenaga kerja yang dimilikinya berjumlah
165 orang. Di dalamnya ada sejumlah ilmuwan top Inggris dan seluruh dunia.
Jumlah tenaga kerja ini direncanakan akan bertambah dua kali lipat di akhir
tahun 2022.
Saat ini, sejumlah negara berlomba mengembangkan fusi nuklir seperti Matahari, selain Inggris, ada China, Korea Selatan, Amerika Serikat, Rusia, dan India yang membuat Matahari buatan.
(MIM)