Ilustrasi. Foto: TechnologyReview
Teknologi.id - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sebuah perusahaan keamanan informasi, mengungkapkan permasalahan pemblokiran internet yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Menurut Eksekutif Direktur SAFEnet, Damar Juniarto, pemblokiran internet tidak membantu untuk menciptakan stabilitas dan hanya akan merusak tatanan ekonomi dan demokrasi.
Kondisi yang berlangsung di Indonesia saat pun disebutnya sebagai siaga satu represi demokrasi.
Baca juga: Keren! Pandi Perluas Domain Internet Berbagai Macam Aksara, Apa Saja ya?
Bagaimana tidak, pada tahun 2019 saja pemerintah sudah tiga kali memblokir akses internet dan media sosial. Pemblokiran pertama terjadi saat ada rusuh di sekitar Bawaslu, lalu pada saat ada kerusuhan di Papua pada bulan Agustus, dan kerusuhan di Wamena pada bulan September.
"Penutupan internet bisa disebut sebagai represi terhadap demokrasi. Bahkan menurut koalisi Keep It On, pembatasan akses internet ini merupakan bentuk represi modern yang paling sering digunakan pemerintah dalam menghadapi masyarakat," kata Damar dalam Webinar mengenai Tren Represi di Ranah Internet yang diselenggarakan Sabtu, 13 Juni 2020 lalu.
Baca juga: PTUN Nyatakan Jokowi dan Menkominfo Langgar Hukum Soal Blokir Internet Papua
Damar menjelaskan ada beberapa bentuk represi internet, antara lain dengan menyensor informasi, pemidanaan ekspresi seseorang, dan serangan siber. Pemblokiran internet sendiri termasuk ke dalam sensor informasi.
SAFEnet sudah memperjuangkan hak-hak digital di Asia Tenggara sejak didirikan pada 2013 lalu. SAFEnet dengan LBH menyebutkan berbagai bentuk represi internet yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Beberapa kasus diantaranya adalah doxing, hacking, akun peniru, hoaks, dan perundungan.
(im)