Tren Nostalgia: Telepon Rumah 'Jadul' Laku Rp 1,9 M dalam 3 Hari!

Yasmin Najla Alfarisi . December 02, 2025

Foto: Physical Phones

Teknologi.id - Penemu teknologi telepon rumah retro, yang dirancang untuk mengurangi screen time, justru menjadi pencapaian bisnis, berhasil meraup penjualan sebesar Rp 1,9 miliar (US$120.000) dalam waktu tiga hari.

Cat Goetze memang seorang penemu teknologi, tetapi dia sedang mencari cara untuk mengurangi ketergantungannya pada segala macam layar kaca. Mengejutkannya, cara tersebut berubah menjadi sebuah bisnis yang viral, dan menjadi awal dari cerita inovatifnya.

Dua tahun lalu, Cat Goetze, yang diketahui dengan username @askcatgpt, jenuh dengan penggunaan smartphone yang terus menerus, dan ingin mengubah smartphone-nya menjadi sesuatu yang lebih 'sederhana'.

"Saya sedang duduk-duduk saja [berpikiran tentang] bagaimana jika kita masih memiliki telepon rumah, yang  bisa dimainkan kabelnya sambil berbincang dengan teman. Itu terasa begitu nostalgic dan modis bagi saya."

Saat Goetze sadar kalau dia ingin memiliki sebuah telepon rumah, ia memerlukan nomor baru dan membayar koneksi telepon rumah. Jadi, di umurnya yang 20an ini, ia membuat versinya sendiri, menggunakan telepon genggam berwarna merah muda yang ia beli di pasar loak: 

"Saya hanya mengotak-atik telepon rumah biasa dan membuatnya dapat dihubungkan ke Bluetooth," ungkapnya.

Perangkat itu pun menjadi pusat perhatian di apartemennya. Setiap ada yang menghubunginya lewat sistem keamanan bangunan, Goetze mengatakan ia akan mengizinkan mereka masuk menggunakan telepon rumahnya. Ia bahkan bisa membuat panggilan keluar dari device tersebut.

Setelah dua tahun pada Juli 2025, Goetze menunjukkan perangkatnya pada pengikut online-nya. Ia mendapatkan respons instan, ratusan pengguna berkomentar dan mengatakan mereka menginginkannya. Dari situ, Goetze meluncurkan online shop-nya, dengan dugaan akan ada 15-20 preorder, dan dia bisa membuat perangkatnya sendiri, di apartemennya.

Malahan, proyeknya itu, sekarang disebut dengan Physical Phones (telepon fisik), berhasil menjual sampai Rp 1,9 miliar dalam tiga hari, ungkapnya. Pada akhir Oktober, dia telah menjual lebih dari 3.000 unit, dengan total keuntungan sekitar Rp 4,6 miliar (US$ 280.000), jelasnya.

"Rasanya seperti kami habis menangkap petir di dalam botol," katanya.

Baca juga: Ini Penyebab Kenapa Telepon Kamu Sering Menerima Spam

Buat Nostalgia, Tapi Juga Pengalaman Baru Bagi Beberapa Orang

Foto: Physical Phones

Saat ini, Physical Phones menawarkan lima model, mulai dari telepon genggam, telepon dinding, sampai telepon putar (rotary telephone), dengan kisaran harga Rp 1,4 juta sampai Rp 1,8 juta (US$ 90 sampai US$ 110). Dilansir dari CNBC Make It, Goetze telah bermitra dengan perusahaan manufaktur elektronik untuk meningkatkan produksi, dengan batch pertama siap dikirim mulai bulan Desember.

Physical Phones dapat terhubung ke perangkat iPhone maupun Android via Bluetooth, dan akan berbunyi layaknya telepon rumahan saat pengguna menerima telepon, baik telepon audio, maupun video call dari platform seperti WhatsApp, Instagram, dan Snapchat.

Pengguna juga dapat membuat panggilan keluar dengan menekan nomor telepon yang dituju, atau pengguna dapat menekan tombol bintang (*) untuk mengaktifkan voice assistant pada smartphone dan memintanya untuk menelepon nama kontak yang dituju, jelas Goetze.

Goetze percaya kesuksesan produknya meningkat karena banyaknya orang yang ingin mengurangi screen time dan beban digital. Ia merasa pandemi menambah ketergantungan smartphone, jadi mereka sering menggunakan aplikasi seperti TikTok untuk mengisi waktu luang dan merasa terhubung.

Kini, seiring dengan meningkatnya skeptisisme konsumen terhadap daya tarik perusahaan teknologi, dan mulai bosan menjelajahi AI dan konten yang dihasilkan AI secara daring, orang-orang mulai mencoba memperbaiki arah, ujarnya.

"Attention span (rentang perhatian) kita semakin berkurang. Kita merasa lebih gelisah. Kita menjadi kurang 'hadir' dan tidak bisa menikmati hidup. Kita sedang melewati wabah kesendirian. Orang-orang mulai menapakkan kaki dab menyadari 'Saya tidak menginginkan ini, saya akan terus maju dan memilih masa depan yang berbeda," jelasnya.   

Goetze bukannya menolak teknologi, tapi menurutnya, tujuannya adalah keseimbangan. Bagaimana kita dapat hidup harmoni dengan teknologi.

Baca juga: Risiko Tersembunyi di Balik Ketergantungan AI: Gen Z Terlalu Percaya Teknologi?


Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.


(yna/sa)


Share :