Gambar dari Tribunnews.com
Teknologi.id - Dalam pengungkapan yang mengejutkan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa raksasa kendaraan listrik asal Amerika Serikat, Tesla, mengakui adanya kesenjangan teknologi yang signifikan dengan China. Menurut Luhut, CEO Tesla Elon Musk secara pribadi mengakui bahwa teknologi smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) mereka tertinggal 9 tahun dari China.
Selama penampilannya di program Economic Update CNBC Indonesia pada Rabu, 31 Juli 2024, Luhut membagikan informasi mengejutkan ini. "Elon Musk bilang ke saya, kami itu 9 tahun di belakang teknologi Tiongkok dalam HPAL. Untuk bahan baterai daripada lithium ini 9 tahun," kata Luhut. Pengakuan ini menggarisbawahi kemajuan pesat yang telah dicapai China dalam sektor teknologi kendaraan listrik dan baterai.
Baca Juga Ambis atau Halu? Elon Musk Tanam Chip Neuralink untuk 1.000 Pasien Pada Tahun 2026
Pengungkapan ini datang di saat Indonesia memposisikan diri sebagai pemain kunci dalam rantai pasokan kendaraan listrik global. Luhut menekankan pentingnya memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan Indonesia. "Jadi saya bilang sama teman-teman di Amerika, ya kau kan nggak bisa beli waktu. Nah sekarang teknologi kita ada di sini," jelasnya.
Menyadari kebutuhan untuk menjembatani kesenjangan teknologi, Indonesia telah proaktif dalam mendorong transfer pengetahuan. Luhut mengungkapkan bahwa sekitar tiga tahun lalu, ia memulai program untuk mengirim mahasiswa Indonesia ke China untuk pelatihan khusus. "Saya kira ada 40 orang ya. Sudah 3 tahunan. Saat balik banyak mereka," tambahnya.
Dalam perkembangan terkait, Luhut mengumumkan rencana untuk mendirikan pusat riset baterai kendaraan listrik di Morowali, Sulawesi Tengah. Lokasi strategis ini dipilih karena cadangan nikel yang melimpah dan mineral penting lainnya yang sangat penting untuk produksi baterai. Pusat riset ini bertujuan untuk mempercepat transisi Indonesia menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan dan adil.
"Jadi kita akan memiliki pusat penelitian sendiri. Saya pikir untuk saat ini, Prof. Kartini memiliki penelitian semacam ini, tetapi kami ingin membuat pusat penelitian yang lebih besar di Morowali," kata Luhut dalam acara International Battery Summit di Jakarta pada Senin, 29 Juli 2024. Ia mengajak institusi terkait, termasuk universitas-universitas ternama di Indonesia, untuk berkolaborasi dalam proyek ambisius ini.
Menteri tersebut menekankan bahwa diskusi sudah berlangsung dengan universitas-universitas terkemuka di Indonesia untuk melibatkan mereka dalam inisiatif ini. "Kami telah mendiskusikan hal ini dengan universitas-universitas terkemuka di Indonesia, dan kami meminta mereka untuk menjadi bagian dari solusi ini," ujarnya. Pendekatan kolaboratif ini bertujuan untuk menumbuhkan keahlian dan inovasi lokal dalam bidang teknologi baterai kendaraan listrik yang berkembang pesat.
Luhut juga menyebutkan upaya berkelanjutan untuk membangun kapasitas lokal dalam industri ini. "Kami mengirim sekitar 42 anak muda Indonesia untuk belajar di Tiongkok, untuk mendapatkan gelar di industri ini, dan sebagian dari mereka melakukan penelitian," tambahnya. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan kumpulan profesional terampil yang dapat berkontribusi pada industri kendaraan listrik dan baterai Indonesia yang sedang berkembang.
Dengan mendirikan pusat riset ini dan mendorong kolaborasi internasional, Indonesia bertujuan untuk memposisikan diri sebagai pemain kunci di pasar kendaraan listrik global. Sumber daya mineral yang kaya, dikombinasikan dengan keahlian teknologi yang berkembang, berpotensi menjadikan Indonesia kontributor signifikan bagi masa depan transportasi berkelanjutan.
Seiring dunia terus beralih ke kendaraan listrik, langkah strategis Indonesia dalam mengembangkan kemampuan teknologi baterinya dapat memiliki implikasi luas bagi industri otomotif global. Pengakuan Tesla tentang keunggulan teknologi China menjadi panggilan untuk bangun, menyoroti kebutuhan akan inovasi dan kolaborasi yang dipercepat di sektor yang berkembang pesat ini.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(afr)