Teknologi.id - Revolusi teknologi artificial intelligence (AI) tak hanya mengubah cara kita bekerja, tapi juga belajar. Di tengah kekhawatiran maraknya penyalahgunaan AI untuk menyontek tugas hingga skripsi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) justru melihat peluang untuk merevolusi pendidikan tinggi di Indonesia.
Sri Suning Kusumawardani, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, mengungkapkan rencana peluncuran "Panduan Penggunaan Generative AI (GenAI)" pada Agustus mendatang. Langkah ini bukan untuk membatasi, melainkan memanfaatkan potensi AI secara etis dan bertanggung jawab.
"Kami tidak ingin mahasiswa dan dosen takut pada teknologi. Sebaliknya, kami mendorong mereka untuk merangkul dan memanfaatkannya secara cerdas," ujar Sri dalam wawancara eksklusif, Jumat (26/7/2024).
Baca juga: Induk ChatGPT, OpenAI Diprediksi Terancam Bangkrut Tahun Ini
Panduan ini akan memuat inspirasi metode asesmen yang adaptif terhadap kemajuan AI. Tak hanya berfokus pada pemeriksaan skripsi, tapi juga transformasi proses pembelajaran secara keseluruhan. "Bayangkan kelas di mana AI menjadi asisten pribadi setiap mahasiswa, membantu mereka belajar sesuai kecepatan dan gaya masing-masing," tambah Sri.
Yang lebih revolusioner, Kemendikbudristek kini membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk menawarkan alternatif selain skripsi sebagai syarat kelulusan. Hal ini tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu.
"Kami menantang program studi untuk berinovasi. Mungkin saja tugas akhir di masa depan berbentuk proyek kolaboratif lintas disiplin, atau bahkan pengembangan startup," Sri menjelaskan dengan antusias.
Langkah ini disambut positif oleh kalangan akademisi. Prof. Dr. Adi Wijaya, pakar pendidikan dari Universitas Gajah Mada, menyatakan, "Ini adalah game changer. Kita akhirnya meninggalkan model pendidikan abad 20 dan benar-benar memasuki era digital."
Sementara itu, Anita Permata, mahasiswa tingkat akhir Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, mengaku lega. "Selama ini kami merasa tertekan harus menulis skripsi konvensional, padahal di dunia kerja yang dituntut adalah kemampuan problem-solving dan kolaborasi," ujarnya.
Meski demikian, beberapa pihak masih menyuarakan kekhawatiran. Dr. Budi Santoso, pengamat pendidikan, mengingatkan, "Kita harus memastikan standar kualitas tetap terjaga. Jangan sampai inovasi ini justru menurunkan kompetensi lulusan."
Baca Juga: Telkomsigma Klarifikasi Penggunaan Windows di PDNS 2
Menanggapi hal ini, Sri menegaskan bahwa panduan yang akan diluncurkan juga akan memuat sistem evaluasi yang ketat. "Kami tidak mengorbankan kualitas. Justru kami ingin meningkatkannya dengan membuat pendidikan lebih relevan dengan tuntutan zaman," tegasnya.
Dengan inisiatif ini, Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam mengintegrasikan AI ke dalam sistem pendidikan tinggi. Jika berhasil, bukan tidak mungkin model ini akan diadopsi negara-negara lain, menempatkan Indonesia di garis depan revolusi pendidikan global.
Dunia pendidikan tinggi Indonesia sedang berada di ambang perubahan besar. Dengan panduan AI dan fleksibilitas baru dalam tugas akhir, mahasiswa tidak lagi sekadar belajar untuk lulus, tapi benar-benar mempersiapkan diri menghadapi tantangan dunia nyata di era digital.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(afr)