Teknologi.id –
Keputusan ini adalah bagian dari rangkaian kebijakan yang dimulai sejak Presiden Joe Biden mengeluarkan perintah eksekutif pada Agustus lalu, yang menginstruksikan Departemen Keuangan AS untuk membuat regulasi final guna mengawasi dan membatasi investasi teknologi canggih ke China. Menurut keterangan pejabat Departemen Keuangan AS, Paul Rosen, regulasi ini bertujuan untuk "melindungi AS dari risiko keamanan nasional yang mungkin timbul dari bantuan keuangan yang dapat meningkatkan teknologi canggih di China."
Baca juga: China Luncurkan 100 Model AI Tantang ChatGPT, Google Gemini, dan Microsoft Copilot
Regulasi Baru dan Dampaknya untuk China
Regulasi baru ini diatur oleh Office of Global Transactions,
lembaga baru yang dibentuk untuk mengawasi dan menegakkan kebijakan investasi
AS di negara-negara yang dianggap berisiko tinggi terhadap keamanan nasional,
terutama China. Kebijakan ini akan resmi berlaku pada 2 Januari 2025. Setelah
tanggal tersebut, seluruh investasi dari AS ke perusahaan di China yang
bergerak dalam pengembangan AI, semikonduktor, teknologi kuantum, dan bidang
teknologi lain yang dianggap sensitif akan dibatasi atau dilarang sepenuhnya.
Menurut Rosen, larangan ini tidak hanya mencakup investasi
langsung berupa dana, tetapi juga berbagai manfaat tidak berwujud yang biasanya
menyertai aliran modal, seperti akses ke jaringan investasi, bantuan
manajerial, hingga pengetahuan teknis. Pemerintah AS menilai bahwa
bantuan-bantuan seperti ini tidak boleh digunakan untuk memperkuat teknologi di
negara yang dianggap sebagai ancaman, seperti China. Rosen juga menegaskan
bahwa setiap bentuk investasi atau kerja sama yang menyangkut perusahaan China
dalam bidang teknologi canggih perlu mendapatkan izin dan memenuhi kriteria
tertentu.
Mengapa AS Melakukan Pembatasan Investasi Teknologi ke China?
Alasan utama di balik kebijakan ini adalah untuk menjaga
keamanan nasional AS. Pemerintah AS khawatir bahwa perkembangan pesat China
di bidang teknologi canggih, terutama dalam kecerdasan buatan dan
semikonduktor, dapat menjadi ancaman bagi posisi AS sebagai pemimpin teknologi
global. Selain itu, teknologi AI dan komputasi kuantum memiliki potensi
penggunaan dalam aplikasi militer, yang membuat AS semakin waspada terhadap
perkembangan teknologi di China.
Dengan membatasi akses perusahaan China terhadap investasi
dan sumber daya dari AS, pemerintah AS berharap dapat memperlambat kemajuan
teknologi canggih di China yang dapat memperkuat kemampuan militer atau
mengubah keseimbangan kekuatan geopolitik.
Entity List dan Regulasi Tambahan untuk Pembatasan
Teknologi
Regulasi baru ini juga sejalan dengan kebijakan Entity List
yang sudah lebih dulu diberlakukan oleh AS. Entity List adalah daftar
perusahaan yang dilarang untuk melakukan ekspor, impor, atau transaksi
teknologi canggih dengan perusahaan di AS tanpa izin khusus. Beberapa
perusahaan teknologi China, termasuk Huawei dan SMIC, telah masuk dalam daftar
ini, yang artinya mereka tidak bisa mengakses produk atau teknologi canggih
dari AS tanpa izin khusus.
Pada 6 September 2024, pemerintah AS mengeluarkan peraturan
tambahan melalui Biro Industri dan Keamanan serta Departemen Perdagangan AS
yang melarang ekspor berbagai komponen semikonduktor dan teknologi komputasi
kuantum ke China. Dengan regulasi-regulasi tambahan ini, AS berusaha untuk
menutup celah yang memungkinkan China mengakses teknologi AS yang dapat
meningkatkan kemampuan AI dan semikonduktor mereka.
Dampak Kebijakan Baru untuk Perusahaan Teknologi AS dan
China
Kebijakan ini tentu berdampak luas, terutama bagi perusahaan
teknologi di AS yang selama ini memiliki investasi di China. Banyak perusahaan
teknologi AS yang telah lama menjalin hubungan dengan perusahaan di China
karena adanya potensi pasar yang besar dan peluang pertumbuhan. Namun, dengan
adanya pembatasan ini, perusahaan AS harus lebih berhati-hati dalam
berinvestasi atau berkolaborasi dengan perusahaan China di sektor teknologi
canggih.
Di sisi lain, perusahaan teknologi di China juga diperkirakan akan menghadapi kesulitan dalam mengakses modal dan sumber daya teknis yang selama ini didapat dari AS. Meskipun pemerintah China telah berupaya untuk meningkatkan kapasitas teknologi domestiknya, terutama di sektor semikonduktor dan AI, pembatasan ini dapat memperlambat pertumbuhan dan inovasi mereka di bidang tersebut.
Baca juga: Orang Tua Siswa Ini Tuntut Sekolah yang Hukum Anaknya Karena Kerjakan Tugas Pakai AI
Implikasi Jangka Panjang terhadap Persaingan Teknologi
Global
Kebijakan baru ini merupakan tanda bahwa AS semakin serius
dalam persaingan teknologi global dengan China. Dengan pembatasan yang ketat
ini, AS berharap dapat menjaga keunggulannya dalam teknologi canggih dan
mencegah China mengambil alih posisi dominan di sektor AI dan semikonduktor.
Bagi China, kebijakan ini kemungkinan akan menjadi dorongan
untuk semakin mempercepat program-program teknologi nasional mereka, seperti
inisiatif Made in China 2025 yang bertujuan untuk menjadikan China pemimpin
dalam bidang teknologi tinggi, termasuk semikonduktor, AI, dan teknologi
lainnya.
Langkah AS yang membuat regulasi baru untuk mencegah
perkembangan AI di China adalah bagian dari upaya komprehensif untuk menjaga
keamanan nasional dan menghalangi akses China terhadap teknologi canggih yang
dapat meningkatkan kapasitas militer dan industri mereka. Kebijakan ini
diprediksi akan berdampak luas pada perusahaan di kedua negara dan meningkatkan
tensi dalam persaingan teknologi global.
Sebagai salah satu negara yang mendominasi teknologi
canggih, AS akan terus memantau dan menilai kebijakan ini untuk menjaga
kepentingan nasional mereka. Di sisi lain, China kemungkinan akan terus mencari
cara untuk memperkuat teknologi dalam negeri dan mencapai kemandirian di
sektor-sektor teknologi tinggi.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google
News
(emh)