Teknologi.id - Bagi para gamer pasti tidak asing dengan permainan Temple Run yang populer terutama di tahun 2012. Permainan ini dapat di-download melalui Play Store dan menawarkan pengalaman yang menghibur sekaligus menantang.
Pemain harus berlari, melompati rintangan, dan menghindari bahaya untuk mencapai jarak terjauh. Setelah 13 tahun dirilis, tren Temple Run kini bangkit kembali—bukan sebagai permainan virtual, melainkan dalam kehidupan nyata, yang melibatkan kuil terbesar di dunia, Angkor Wat, sebagai latarnya.
Namun, tren ini tidak hanya membawa hiburan bagi para kreator konten di TikTok, tetapi juga kekhawatiran besar bagi pelestarian budaya. Di platform tersebut, beberapa konten kreator terlibat dalam apa yang mereka sebut sebagai "Temple Run di kehidupan nyata".
Mereka berlari, melompat, dan melakukan berbagai aksi fisik di sekitar Angkor Wat seolah-olah mereka berada dalam permainan. Meskipun video-video tersebut menarik jutaan penonton dan pujian karena menyoroti pariwisata Kamboja, bahaya dari aktivitas ini lebih besar dari yang terlihat.
Angkor Wat di Kamboja
Angkor Wat, yang dibangun pada abad ke-12 dan merupakan situs Warisan Dunia UNESCO, bukan hanya sekadar bangunan megah. Kuil ini adalah salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia dan merupakan simbol spiritual serta kebanggaan nasional Kamboja.
Namun, tren Temple Run di TikTok telah mengundang risiko besar terhadap kelestarian fisik dan kultural dari situs berusia lebih dari 900 tahun ini.
Menurut laporan dari Time Out, video-video yang diunggah mencerminkan aksi permainan virtual, di mana para konten kreator terlihat melompat dan berlari di atas bangunan kuno.
Meskipun terdengar menghibur, para konservasionis dan akademisi merasa khawatir dengan dampak dari aktivitas tersebut. Mereka mengingatkan bahwa perilaku seperti ini bisa merusak bangunan kuno yang sangat rapuh.
Potensi Kerusakan Akibat Parkour
Tren Temple Run di Angkor Wat telah menarik perhatian global, namun ini bukan pertama kalinya situs bersejarah menjadi korban dari aktivitas fisik yang tidak terkontrol.
Contohnya, Kota Matera di Italia mengalami kerusakan serius pada bangunan kuno setelah sekelompok parkour melompat-lompat di atas dinding dan struktur kuno di sana pada Juni 2024. Perilaku serupa dikhawatirkan akan terjadi di Angkor Wat.
Bangunan kuno seperti Angkor Wat sangat rentan terhadap getaran dan benturan, apalagi jika dilakukan secara berulang-ulang oleh banyak orang.
Setiap lompatan atau langkah yang tidak hati-hati dapat mengakibatkan keretakan pada batu-batu kuno, yang pada akhirnya akan mempercepat proses kerusakan. Kuil ini adalah warisan yang tak ternilai harganya, dan setiap tindakan yang tidak bertanggung jawab bisa berdampak panjang terhadap kelangsungan fisiknya.
Simon Warrack, seorang konsultan konservasi, menekankan pentingnya menghormati situs ini. Dalam wawancaranya dengan Bloomberg, ia menjelaskan bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas ini tidak hanya terbatas pada material bangunan, tetapi juga mengancam nilai spiritual dan budaya kuil tersebut.
Angkor Wat adalah tempat suci, dan aktivitas seperti berlari atau melompat di sana dianggap sebagai tindakan yang tidak hormat.
Pariwisata Berlebihan dan Dampaknya
Berkembangnya tren ini juga menunjukkan fenomena lain yang kerap terjadi di era media sosial: pariwisata berlebihan. UNESCO, sebagai badan yang bertanggung jawab melindungi situs-situs Warisan Dunia, mengeluarkan peringatan keras terhadap para pengunjung yang terlibat dalam tren Temple Run ini.
Dalam sebuah pernyataan kepada The Independent, seorang juru bicara UNESCO menyatakan bahwa obsesi untuk menangkap dan memposting video yang sempurna sering kali mengaburkan pengalaman perjalanan yang autentik.
Menurutnya, banyak turis yang hanya ingin mendapatkan popularitas di media sosial sehingga mengorbankan aspek-aspek penting dari perjalanan itu sendiri, seperti memahami makna sejarah dan budaya dari situs yang mereka kunjungi.
Dengan berfokus pada layar ponsel dan jumlah suka atau komentar yang mereka terima, para pengunjung kehilangan kesempatan untuk terhubung dengan kekayaan spiritual tempat tersebut.
Baca juga: Cara Live Streaming TikTok di PC, Konten Kreator Game Merapat
Kebutuhan Akan Kesadaran Pengunjung
Para ahli dan konservasionis menyerukan pentingnya kesadaran dan rasa hormat bagi para pengunjung yang datang ke situs bersejarah seperti Angkor Wat. Mereka menekankan bahwa kuil ini bukan hanya objek wisata, tetapi juga simbol budaya dan agama yang berharga bagi masyarakat Kamboja.
Oleh karena itu, aktivitas fisik yang membahayakan seperti Temple Run di kehidupan nyata harus dihentikan.
Sejalan dengan itu, UNESCO mengimbau agar para pengunjung mendekati Angkor Wat dengan rasa hormat dan keingintahuan yang tulus terhadap nilai-nilai budaya dan sejarah yang dimilikinya. Alih-alih mengejar tren yang merusak, mereka dianjurkan untuk menghargai situs tersebut sebagai tempat yang suci dan penuh makna.
Meskipun tren ini membawa perhatian baru pada pariwisata Kamboja, dampak negatif dari aktivitas tak bertanggung jawab seperti ini dapat memperburuk kerusakan jangka panjang.
Setelah bertahun-tahun mengalami penurunan pengunjung akibat pandemi, pariwisata Kamboja memang sedang dalam proses pemulihan. Namun, efek buruk dari pariwisata yang tidak terkendali justru bisa memperlambat proses ini.
Alih-alih memanfaatkan popularitas tren Temple Run, industri pariwisata Kamboja sebaiknya lebih fokus pada kampanye yang menyoroti keindahan dan keagungan Angkor Wat dengan cara yang bertanggung jawab. Para pelancong perlu diajak untuk memahami pentingnya menjaga warisan budaya dunia agar tetap lestari bagi generasi mendatang.
Baca Berita dan Artikel lain di Google News.
(bmm)
Tinggalkan Komentar