
Foto: Gemini
Teknologi.id – Siapa sangka, irama musik lokal yang lahir dari kreativitas anak bangsa di Indonesia Timur mampu mengguncang panggung musik dunia dan mengalahkan nama-nama raksasa industri hiburan global? Tahun 2025 menjadi saksi sejarah baru bagi industri musik tanah air. Sebuah lagu dengan judul unik, "Stecu Stecu", karya musisi Faris Adam, secara mengejutkan berhasil menembus daftar prestisius "Global Top 20 Songs 2025" yang dirilis oleh platform video pendek raksasa, TikTok.
Prestasi ini bukan kaleng-kaleng. Lagu yang kental dengan nuansa elektronik lokal yang catchy ini menempati peringkat ke-8 di seluruh dunia. Posisi ini secara otomatis menempatkan "Stecu Stecu" di atas karya musisi legendaris dunia. Lagu "Sparks" milik band ikonik asal Inggris, Coldplay, harus puas berada di posisi ke-15, sementara lagu hits "Ocean Eyes" dari penyanyi fenomenal Billie Eilish tertahan di posisi ke-12.
Fenomena "Stecu": Dari Lokal Menjadi Global
Keberhasilan "Stecu Stecu" adalah anomali yang menyenangkan dalam industri musik global yang biasanya didominasi oleh pop Barat atau K-Pop. Lagu ini menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia yang berhasil masuk ke dalam jajaran elit tersebut di tahun 2025.
Judul "Stecu" sendiri diambil dari istilah gaul atau slang lokal yang merupakan singkatan dari "Stelan Cuek". Istilah ini menggambarkan sikap santai, percaya diri, dan tidak mempedulikan omongan orang lain—sebuah filosofi yang mungkin sangat resonan dengan Generasi Z di seluruh dunia.
Faris Adam, sang kreator yang berasal dari Maluku Utara, berhasil meramu musik yang melampaui batasan bahasa. Meskipun liriknya berbahasa Indonesia (dengan dialek lokal), beat atau ketukan lagunya memiliki daya tarik universal. Irama yang menghentak namun asyik dibuat bergoyang ini menjadi bensin utama bagi viralitasnya di TikTok.
Baca juga: 5 Raja Streaming Musik 2025: Siapa Juara Lossless dan Siapa Jagoan AI?
Mengapa Bisa Mengalahkan Coldplay?
Pertanyaan besar yang muncul di benak banyak orang adalah: Bagaimana mungkin lagu lokal bisa mengalahkan Coldplay dalam hal metrik viralitas? Jawabannya terletak pada algoritma dan kultur penggunaan TikTok itu sendiri.
- Kekuatan "Sound" untuk Konten: Di TikTok, popularitas sebuah lagu tidak ditentukan oleh kompleksitas lirik atau ketenaran penyanyinya, melainkan oleh seberapa "enak" lagu tersebut digunakan sebagai latar video. "Stecu Stecu" memiliki struktur looping yang sempurna untuk konten berdurasi 15 hingga 60 detik.
- Versatilitas Penggunaan: Berbeda dengan lagu Coldplay yang mungkin lebih cocok untuk konten galau atau sinematik, "Stecu Stecu" bersifat serbaguna (versatile). Lagu ini digunakan oleh jutaan kreator konten dari Amerika, Eropa, hingga Asia untuk berbagai jenis video: mulai dari dance challenge, transisi makeup, video memasak, hingga video komedi (meme).
- Efek Domino FYP: Ketika sebuah lagu mulai dipakai secara masif di satu negara, algoritma TikTok "For You Page" (FYP) akan mendorongnya ke negara lain. Pengguna di Brasil atau Jepang mungkin tidak tahu arti kata "Stecu", tetapi mereka menikmati energinya. Inilah yang membuat lagu ini meledak secara organik tanpa kampanye pemasaran global yang mahal.

Foto: TikTok
Kebangkitan Musik Indonesia Timur
Kesuksesan Faris Adam juga menyoroti potensi besar dari kancah musik Indonesia Timur. Selama beberapa tahun terakhir, lagu-lagu dari wilayah ini—yang sering kali mengusung genre House Music lokal, Funkot, atau Remix—kerap menjadi viral di media sosial nasional. Namun, menembus pasar global di peringkat 8 dunia adalah pencapaian tertinggi sejauh ini.
Hal ini membuktikan bahwa selera musik dunia semakin inklusif dan terdesentralisasi. "Sound of Indonesia" kini memiliki tempat tersendiri. Fenomena ini mirip dengan bagaimana musik Reggaeton dari Amerika Latin atau Afrobeats dari Afrika mengambil alih tangga lagu dunia beberapa tahun lalu. Kini, giliran irama khas Nusantara yang mendapatkan panggungnya.
Baca juga: Fitur Baru TikTok: Shared Collections & Shared Feeds untuk Kolaborasi Konten
Dampak Bagi Industri Musik Tanah Air
Laporan TikTok ini memberikan angin segar dan motivasi luar biasa bagi para kreator musik independen di Indonesia. Kasus "Stecu Stecu" membuktikan bahwa Anda tidak perlu rekaman di studio mahal di Jakarta atau Los Angeles untuk didengar dunia. Kreativitas yang autentik, dipadukan dengan pemahaman akan tren digital, bisa membawa seorang musisi dari daerah untuk bersanding—bahkan mengungguli—pemenang Grammy Awards.
Ke depannya, fenomena ini diprediksi akan memicu gelombang baru eksplorasi musik lokal. Produser musik dunia mungkin akan mulai melirik talenta-talenta dari Indonesia untuk kolaborasi, mencari "bumbu" unik yang bisa membuat karya mereka viral di platform media sosial.
Bagi Faris Adam dan "Stecu Stecu", peringkat ke-8 dunia bukan sekadar angka. Itu adalah pernyataan tegas bahwa Indonesia ada di peta musik digital dunia, dan kita tidak datang hanya untuk meramaikan, tetapi untuk memimpin tren. Coldplay mungkin memiliki stadion, tetapi di layar ponsel miliaran manusia tahun 2025, Faris Adam adalah rajanya.
Baca berita dan artikel lainnya di Google News
(WN/ZA)

Tinggalkan Komentar