Teknologi.id - Pemerintah diharapkan melakukan kajian yang mendalam terkait penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai syarat untuk membuat akun di media sosial.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, atau yang akrab disapa Bamsoet, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (6/12/2021)
“Media sosial saat ini bukan lagi sekadar hiburan. Melainkan telah menjadi identitas yang harus diketahui dengan pasti siapa pemiliknya,” ujar Bamsoet.
Bamsoet memperingatkan, bila tidak ada identitas asli dari pemilik akun medsos, seseorang akan dengan mudahnya membuat ratusan, bahkan ribuan akun secara bebas yang tidak diketahui secara pasti siapa pemilik dan identitasnya, yang kemudian berpotensi untuk melakukan berbagai kejahatan, seperti melakukan tindakan intoleransi, penyebaran paham radikalisme dan ekstremisme, hingga menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian.
Baca juga: Cara Kirim Chat WhatsApp ke Nomor HP Sendiri
Karena itulah, menurut Bamsoet, sangat penting bagi pemerintah untuk mengkaji lebih dalam mengenai perlunya penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai syarat untuk membuka akun di media sosial, sebagaimana penggunaan NIK yang telah diterapkan pemerintah untuk melakukan pendaftaran sim card telepon yang cukup berhasil menekan penyalahgunaan kartu prabayar.
"Penggunaan NIK KTP sebagai syarat registrasi pembuatan media sosial merupakan salah satu alternatif yang harus dikaji mendalam,” lanjut Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, dalam survei yang dilakukan pada 17-19 Mei 2021 melalui telepon terhadap responden usia 17-34 tahun, media sosial seperti Instagram, WhatsApp, Twitter dan lainnya menjadi sarana yang paling besar dalam melancarkan intoleransi, yakni sebesar 51,9 persen, lalu disusul lingkungan sekitar seperti rumah, sekolah, dan kantor sebanyak 20,7 persen, serta media arus utama seperti TV, koran, majalah, dan lainnya sebanyak 15,7 persen.
"Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2020 melaporkan, potensi Gen-Z (rentang usia 14-19 tahun) terpapar radikalisme mencapai 12,7 persen. Sementara generasi milenial (berumur 20-39 tahun) mencapai 12,4 persen. Gen-Z dan milenial menjadi sasaran empuk lantaran mereka sangat aktif mengakses internet dan pengguna aktif berbagai platform media sosial," jelas Bamsoet.
Baca juga: Jasa Sewa iPhone Untuk Gaya Viral Di Media Sosial
Bamsoet menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh hancur hanya karena penggunaan media sosial yang tidak bertanggungjawab dan bersumber dari akun anonim maupun buzzer yang tidak bisa dipastikan siapa identitas penyebar beritanya.
"Oleh karenanya, agar tidak menjadi senjata liar, setiap pengguna media sosial harus dipastikan memiliki identitas yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan jika seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," pungkas Bamsoet.
(dwk)
Tinggalkan Komentar