Teknologi.id - Kejadian cuaca ekstrem di Rancaekek, Jatinangor, Jawa Barat, yang disebut sebagai tornado pertama di Indonesia, telah menjadi perbincangan hangat. Pakar klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, memberikan pandangannya terkait peristiwa tersebut setelah menjadi viral.
Erma adalah salah satu pakar yang menyebut kejadian itu sebagai tornado, meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) lebih condong menggunakan istilah puting beliung. Meskipun demikian, Erma tetap mempertahankan pendapatnya bahwa peristiwa itu adalah tornado berskala kecil.
First Recorded: For the first time, small tornado over Indonesia could be captured by satellite. It confirmed the the extreme event occurred in meso-scale. To confine the maximum wind, we have to further investigate. pic.twitter.com/8xnupHMwD1
Namun jika skalanya meso (tornado), maka fenomena tersebut dapat terdeteksi dari satelit. Untuk mengkonfirmasi kecepatan angin maksimum kasus Rancaekek harus diletakkan alat ukur di area terdekatnya. Apakah ada AWS di Rancaekek yg bisa menunjukkan data persis kecepatannya? pic.twitter.com/wunbpgWwmU
Dia menjelaskan bahwa meteorologi berkaitan dengan skala, di mana puting beliung masuk dalam skala mikro 0-2 km, sedangkan tornado dalam skala meso lebih dari 2 km. Erma menyoroti kesulitan dalam memprediksi puting beliung karena skala mikronya yang sulit terdeteksi dari satelit.
Namun, jika skala tersebut berubah menjadi meso (tornado), maka fenomena tersebut bisa lebih mudah terdeteksi. Untuk memverifikasi kecepatan angin maksimum di Rancaekek, Erma menyarankan pemasangan alat ukur di area terdekat.
Erma juga mengingatkan bahwa fenomena puting beliung sulit diprediksi, kecuali jika skala mikro berubah menjadi meso. Dia merujuk pada penelitiannya sebelumnya tentang puting beliung pada tahun 2009 yang menunjukkan kesulitan dalam memprediksi fenomena tersebut.
Baca juga: Tornado atau Puting Beliung? Beda Pandangan Soal Fenomena di Rancaekek
Selain itu, Erma membandingkan dampak kerusakan antara kasus Rancaekek dan Cimenyan, yang menurutnya lebih luas dan parah. Hal ini menjadi pertama kalinya fenomena small tornado dapat dideteksi dari satelit, sehingga perlu dilakukan rekonstruksi.
Sebelumnya, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menggambarkan peristiwa di sekitar Rancaekek sebagai "fenomena cuaca ekstrem puting beliung." Guswanto mengakui kemiripan visual antara puting beliung dan tornado, namun tornado memiliki intensitas yang lebih dahsyat dengan kecepatan angin yang lebih tinggi dan dimensi yang lebih besar.
Penjelasan dari para pakar ini memberikan pemahaman lebih dalam tentang perbedaan antara tornado dan puting beliung, serta kompleksitas dalam memprediksi fenomena cuaca ekstrem seperti ini.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(dwk)
Tinggalkan Komentar