Starlink Laku Keras di 2025, Trafik Internet Satelit Global Melonjak 2,3 Kali

Wildan Nur Alif Kurniawan . December 17, 2025

Foto: Starlink

Teknologi.id – Mimpi untuk menghubungkan seluruh penduduk bumi dengan jaringan internet, tak peduli seberapa terpencil lokasi mereka, perlahan namun pasti mulai terwujud. Tahun 2025 dicatat sebagai tahun emas bagi industri internet berbasis satelit, dengan Starlink milik Elon Musk memimpin sebagai aktor utamanya.

Selama bertahun-tahun, "kesenjangan digital" menjadi tembok tebal yang memisahkan masyarakat perkotaan dengan mereka yang tinggal di pedalaman, kepulauan, atau wilayah konflik. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa tembok tersebut mulai runtuh. Langit yang dulu hanya dihiasi bintang, kini dipenuhi konstelasi satelit yang memancarkan sinyal Wi-Fi ke sudut-sudut bumi yang sebelumnya "gelap gulita".

Berdasarkan laporan CNBC Indonesia, Selasa (16/12/2025), layanan internet luar angkasa ini mencatatkan rekor pertumbuhan yang fantastis. "Starlink kian berkembang tahun ini. Salah satunya cakupan penggunaannya mencapai lebih dari 20 negara atau wilayah baru."

Lonjakan Trafik 2,3 Kali Lipat

Indikator paling nyata dari adopsi massal ini terlihat dari data lalu lintas internet global. Laporan tahunan yang dirilis oleh Cloudflare menjadi saksi bisu betapa agresifnya penetrasi Starlink.

"Laporan The 2025 'Cloudflare Radar Year in Review' mencatat layanan internet berbasis satelit milik SpaceX itu jadi pilihan paling populer untuk konektivitas ke daerah yang belum terlayani." Tidak hanya sekadar "ada", layanan ini benar-benar digunakan secara intensif. Laporan tersebut mengungkapkan data statistik yang mengejutkan: "Tercatat volume permintaan melonjak 2,3 kali lipat selama setahun."

Angka ini bukan sekadar statistik bisnis, melainkan representasi dari jutaan manusia yang akhirnya mendapatkan akses ke informasi, pendidikan, dan ekonomi digital. Cloudflare menyoroti pola yang konsisten: begitu piringan satelit Starlink diizinkan masuk ke sebuah negara, trafik data langsung meledak.

"'Kami cenderung melihat pertumbuhan lalu lintas pesat saat layanan Starlink tersedia di suatu negara/wilayah, dan tren itu berlanjut pada 2025,' tulis Cloudflare dalam laporannya."

Baca juga: Inilah Rahasia Starlink dan Satria-1 Tetap Menyala Saat Sumatera Dihantam Banjir!

Menjamah Wilayah Baru: Dari Armenia hingga Sri Lanka

Tahun 2025 menjadi tahun ekspansi besar-besaran. Starlink tidak lagi hanya dimiliki orang kaya di Amerika atau Eropa, tetapi telah menjadi kebutuhan infrastruktur dasar di negara-negara berkembang.

"Peningkatan ini termasuk dari 20 negara/wilayah baru baru bisa mengakses layanan. Termasuk Armenia, Nigeria, Sri Lanka dan Sint Maarten." Kehadiran internet berkecepatan tinggi di negara seperti Nigeria dan Sri Lanka memiliki dampak ekonomi yang jauh lebih signifikan dibandingkan di negara maju. Di wilayah-wilayah ini, pembangunan infrastruktur kabel serat optik sering kali terhambat oleh kondisi geografis yang sulit atau biaya investasi yang terlampau mahal. Satelit menjadi solusi jalan pintas (leapfrog) yang efektif.

Foto: Starlink Indonesia

Rekor Pertumbuhan di Negara Tetangga RI

Yang menarik, lonjakan penggunaan tidak hanya terjadi di wilayah baru. Negara-negara yang sudah lebih dulu mengadopsi Starlink justru mengalami peningkatan lalu lintas yang jauh lebih gila-gilaan, membuktikan bahwa pengguna semakin bergantung pada layanan ini.

Data menunjukkan lonjakan eksponensial di beberapa negara berkembang, termasuk tetangga terdekat Indonesia. "Selain itu, beberapa wilayah yang telah bisa mengakses Starlink sebelum 2025 juga mengalami peningkatan. Mulai dari Benin sebanyak 51 kali, Timor Leste 19 kali, dan Botswana mencapai 16 kali."

Angka pertumbuhan 19 kali lipat di Timor Leste adalah fenomena yang patut dicermati. Ini menunjukkan betapa tingginya "rasa haus" akan konektivitas di wilayah Asia Tenggara yang kepulauannya mirip dengan karakteristik geografis Indonesia.

Kasus Unik Botswana dan Pengguna "Nomaden"

Salah satu sorotan khusus dalam laporan Cloudflare adalah Botswana. Negara di Afrika bagian selatan ini menjadi studi kasus bagaimana internet satelit mengubah lanskap digital sebuah bangsa dalam waktu singkat.

"Khusus untuk Botswana, Cloudflare juga memasukkan penjelasannya dalam tren lalu lintas internet global." Bahkan, tercatat lonjakan spesifik pada tanggal tertentu. "Negara itu mengalami pertumbuhan puncak lalu lintas tertinggi mencapai 298% pada 8 November 2025."

Secara keseluruhan, "Menurut catatan Cloudflare, Botswana dan Sudan jadi wilayah dengan peningkatan lalu lintas mencapai lebih dari dua kali lipat tahun ini."

Selain pengguna menetap, Starlink juga menjadi penyelamat bagi mereka yang bergerak. Fitur mobilitasnya memungkinkan akses internet di tengah samudra atau di ketinggian 30.000 kaki. Laporan menyebutkan layanan ini populer "pada pengguna yang berada di pesawat dan kapal." Uniknya, trafik internet Starlink bahkan terdeteksi di negara-negara yang secara resmi belum membuka layanannya. Bagaimana bisa? Jawabannya adalah fitur roaming.

Trafik internet juga tercatat pada lokasi yang tidak tersedia layanannya. Cloudflare menjelaskan kemungkinan catatan lalu lintas itu berasal dari pengguna roaming. Sebab layanan itu termasuk dalam salah satu kemampuan milik Starlink.

Baca juga: Setahun di Indonesia, Kecepatan Internet Starlink Anjlok Drastis! Ini Penyebabnya

Masa Depan Konektivitas

Apa yang terjadi di tahun 2025 ini menegaskan bahwa internet satelit bukan lagi teknologi masa depan, melainkan solusi masa kini. Wilayah-wilayah yang selama ini "gelap gulita" dalam peta internet dunia, kini mulai berkelap-kelip memancarkan sinyal kehidupan digital.

Bagi negara kepulauan dan benua dengan daratan luas yang sulit dijangkau kabel, kesuksesan Starlink "laku keras" ini adalah sinyal bahwa pemerataan akses informasi bukan lagi hal yang mustahil.

Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News.

(WN/ZA)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar