Foto: militermeter
Teknologi.id - Beberapa waktu lalu, Rusia mengumumkan senjata baru bernama Avangard. Dilansir CNBC Indonesia, senjata ini sudah lama dipersiapkan Rusia, tepatnya sejak 2016.
Akan tetapi, uji coba yang dilakukan hingga 2017 selalu menuai kegagalan lantaran jatuh beberapa detik sebelum mencapai target. Setahun kemudian, Rusia kembali melakukan pengujian yang lebih serius.
Dilansir dari Kompas, pada Desember 2018, Avangard diluncurkan dari pangkalan Dombarovskiy, dan menghantam target di Kura sejauh 6.000 km jauhnya.
Baca juga: 5 Alutsista Buatan PT Pindad yang Mendunia
Avangard dikabarkan memiliki jangkauan antarbenua dan kemampuan untuk terbang secepat lebih dari 8 Mach atau lebih dari 11.000 kilometer per jam. Avangard juga diklaim mampu menahan panas hingga 2000 derajat celcius.
Dikutip dari BBC Indonesia, rudal ini berupa rudal tipe jelajah, yang mampu dilipatgandakan kekuatannya selama mereka diluncurkan.
Avangard bahkan disebut mampu menghindari radar pertahanan milik AS. Bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim tidak ada satupun negara yang memiliki senjata hipersonik seperti yang dimiliki Rusia.
Baca juga: Inilah Fungsi Seaglider, Bisa Buat Mata-mata?
"Tidak ada satu negara pun yang memiliki senjata hipersonik, apalagi senjata hipersonik rentang benua," kata Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan Dewan Kementerian Pertahanan Rusia, dikuitp dari CNBC Indonesia hari Senin 8 Februari 2021.
Dipasang di atas rudal balistik antar benua, Avangard dapat membawa senjata nuklir hingga dua megaton. Bukan hanya tentang kecepatan senjata hipersonik saja yang diperhitungkan. Rudal ini memiliki kemampuan bermanuver yang luar biasa saat meluncur menuju sasarannya.
Jadi, jika klaim Rusia benar, negara itu telah mengembangkan sistem rudal antarbenua jarak jauh yang mungkin mustahil ditaklukkan.
Pengumuman bahwa Avangard mulai dioperasikan menandai era baru dan berbahaya dalam ajang perlombaan senjata nuklir.
Baca juga: Rudal Balistik RS-28 Sarmat Milik Rusia Bisa Hancurkan AS
Dengan seluruh generasi baru senjata nuklir mulai beroperasi, banyak yang meyakini tidak hanya perjanjian yang ada harus didukung, tetapi perjanjian baru diperlukan untuk mengelola apa yang bisa berubah menjadi perlombaan senjata nuklir baru.
Pada tahun 2010 terjadi penandatanganan Strategic Arms Reduction Treaty (START) atau Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis yaitu perjanjian landasan pengendalian senjata di dunia.
Perjanjian ini membatasi jumlah hulu ledak nuklir yang ditempatkan oleh Amerika dan Rusia, yaitu masing-masing 1.550 hulu ledak.
Perjanjian tersebut berakhir pada bulan Februari tahun 2021, namun kabarnya kedua negara tersebut sudah sepakat untuk memperpanjang perjanjian tersebut.
(fpk)
Tinggalkan Komentar