Peneliti UGM Olah Cangkang Kepiting dan Kulit Udang jadi Antihama
Teknologi.id - Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) olah limbah cangkang kepiting dan kulit udang jadi nanokitosan yang bermanfaat sebagai antihama pertanian yang ramah lingkungan.
Dosen Fakultas Farmasi UGM, Ronny Martien mengatakan, limbah itu juga bisa dimanfaatkan menjadi pengawet makanan yang aman bagi tubuh. Tentunya, itu akan bermanfaat bagi sektor pertanian dan pangan.
Ronny mengungkapkan pengembangan produk nanokitosan yang dinamai Dewaruci ini bermula dari keprihatinannya atas penggunaan pestisida yang cukup tinggi untuk membasmi hama. Utamanya, yang ada di kebun sayur dan buah di Jawa Tengah.
Menurut Ronny, penggunaan pestisida dalam jumlah besar yang dilakukan para petani memang mampu mengurangi serangan hama perkebunan. Tapi, ia menekankan kalau bahan-bahan yang digunakan tidak aman.
"Memang mampu mengurangi serangan hama perkebunan, tapi ini berbahaya," kata Ronny beberapa waktu lalu, dikuti dari
Republika.
Ia menerangkan, iklim tropis di Indonesia menjadikan daerahnya rentan terhadap serangan hama, terutama jamur dan bakteri. Sebab, iklim tropis, suhu udara dan kelembaban yang tinggi membuat jamur, bakteri maupun serangga mudah tumbuh.
Dosen Fakultas Farmasi UGM, Ronny Martien, inovator pemanfaatan kulit udang dan kepiting jadi nanokitosan. Kredit; Kompas
Melihat kondisi ini, Ronny tergerak untuk mencari solusi mengatasi persolaan tersebut. Karenanya, ia melakukan penelitian untuk menciptakan teknologi yang mampu melindungi tanaman dari kerusakan akibat serangan hama.
Lama menekuni kajian nanopartikel, muncul ide untuk membuat nanokitosan guna melindungi tanaman dari hama. Ronny memanfaatkan limbah cangkang kepiting dan udang mengandung senyawa kitin jadi kitosan dalam ukuran nano partikel cair.
"Bukan seperti pestisida yang membunuh hama, tapi nanokitosan disemprotkan untuk melapisi (
coating) tanaman, sehingga melindungi dari serangan hama," ujar Ronny.
Formula nanokitosan yang dikembangkan mengandung antimikrobia, jadi memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Selain itu, bersifat non-toksik, biodegradabel, dan biokompatibel.
Ramah lingkungan
Komponen itu tidak cuma mampu melindungi tanaman dari serangan hama. Kitosan yang merupakan biopolimer atau polimer alam, membuatnya aman bagi manusia dan ramah lingkungan.
"Formula ini juga dapat menyuburkan tanaman karena mempunyai kemampuan mengikat unsur hara di alam, sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman," kata Ronny.
Bukan seperti pestisida yang membunuh hama, nanokitosan melapisi (coating) tanaman. Kredit: Beritagar
Ia berharap, pengembangan nanokitosan ini mampu mengurangi penggunaan pestisida di sektor pertanian. Dengan demikian, mampu menekan efek berbahaya pestisida bagi kesehatan manusia, namun tetap mampu melindungi tanaman dari hama.
Formula nankitosan yang dikembangkan Ronny telah diimplementasikan petani di Kopeng, Tawangmangu, Kediri dan Lombok Barat. Bahkan, telah digunakan sejumlah industri pertanian Indonesia.
Ronny menambahkan, nanokitosan juga dimanfaatkan sebagai pengawet organik makanan. Misalnya, untuk mengawetkan buah, sayur, ikan maupun bahan pangan lainnya.
"Bisa memperpanjang umur simpan produk makanan hingga tiga bulan dan juga menjaga kualitas produk," ujar Ronny.
Selain itu, pengaplikasian formula nanokitosan tidak akan merubah rasa, tidak merubah warna, tidak merubah tekstur, tidak menimbulkan bau, aman dan alami.
(DWK)
Tinggalkan Komentar