ITB Bikin Mobile Disinfektan Sinar UV yang Lampaui Radiasi Matahari

Sutrisno Zulikifli . May 17, 2020
Radiasi Matahari

Dr. Eng. Bagus Endar Bachtiar N bersama tim yang mengembangkan alat mobile disinfektan. Foto: Dok. Dr. Bagus Endar

Teknologi.id - Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan mobile disinfektan high power menggunakan sinar UV Tipe-C untuk membunuh virus corona. Pancaran energi radiasi UV-nya 2x diklaim dua kali lebih besar dari cahaya matahari.

Dr. Eng. Bagus Endar Bachtiar N, Dosen di Prodi Fisika FMIPA ITB yang melakukan penelitian terhadap hal itu. Penularan virus COVID-19 salah satunya bisa terjadi lewat droplet atau aerosol/micro-droplet dari seseorang yang positif terinfeksi.

Virus tersebut disebut bisa melayang di udara dan menempel di permukaan benda selama beberapa hari sehingga harus dilakukan sterilisasi.

BACA JUGA: Bantu Pasien COVID-19, Fitbit Bakal Produksi Ventilator

Dr Bagus mengembangkan mobile disinfektan high power untuk sterilisasi droplet/micro-droplet yang mengandung virus COVID-19. Alat tersebut dirancang khusus untuk digunakan di rumah sakit rujukan COVID-19.

Dikutip dari situs resmi ITB, yang dilansir Sabtu (16/5/2020), Dr. Bagus menjelaskan, alat ini memiliki power yang cukup besar. Power inputnya sekitar 750-1000 watt dan mampu memancarkan radiasi 25 watt/m2 pada radius 1 meter, atau setidaknya mampu memancarkan radiasi UV-C 2.8 watt/m2 untuk ruangan dengan volume sebesar 108 m3 (setara dengan ruangan ukuran 6 x 6 x 3 meter).

Selain itu, alat ini dilengkapi sistem telecontroller yang dapat dioperasikan menggunakan laptop atau handphone dari jarak jauh.
“Dengan power yang besar, alat ini tidak hanya dapat melemahkan virus, tetapi dapat mematikan virus dengan merusak DNA-nya menggunakan paparan sinar UV. Pancaran energi radiasi UV-nya 2x lebih besar dari cahaya matahari. Oleh karena itu, alat ini tidak perlu dipancarkan terlalu lama, cukup dalam waktu 5 menit,” ungkapnya.

Dr. Bagus menambahkan, sinar UV tipe C yang terdapat dalam alat tersebut adalah standard sinar UV yang digunakan untuk sterilisasi peralatan dari mikroba atau patogen. Sinar UV tipe C ini memiliki energi yang tinggi dan panjang gelombangnya relatif pendek, sehingga akan menjangkau seluruh sudut ruangan.

BACA JUGA: Berapa Lama Antibodi Kuat Lawan Corona?

Dengan sinar ini, virus yang melayang-layang di udara dalam aerosol/micro-droplet akan dapat dimatikan. “Perangkat ini bisa dipakai untuk menyeterilkan ruangan maupun udara,” tambahnya.

Sumber tenaga yang digunakan adalah ACCU, namun dapat juga digunakan listrik AC. Alasan digunakan ACCU agar alat tersebut dapat dipakai juga secara mobile, misalnya di dalam lift dan dapat dikontrol secara jarak jauh.

Alat ini dilengkapi dengan sistem perangkat lunak agar dapat dengan mudah mengatur lama monitoring dan aktivasi, waktu menyala, dan energi yang dikeluarkan. Untuk saat ini alat tersebut sedang dalam pengembangan agar bisa dijalankan secara robotic secara telecontrol.

“Alat ini sudah dibuat desainnya ketika virus COVID-19 mulai merebak di Indonesia. Kemudian, kita juga mendapatkan pendanaan dari LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) lalu segera membuat prototipe dari desainnya. Dalam tempo cepat, kurang dari sebulan sudah jadi alatnya,” tutur Dr. Bagus.

BACA JUGA: Perusahaan Farmasi China Siap Produksi 100 Juta Vaksin COVID-19 Per Tahun


Perlu diketahui, sinar UV tipe C pada alat ini sangat berbahaya apabila terpapar langsung pada kulit dan mata. Oleh karena itu, ketika ruangan sedang disinari sebaiknya steril dari manusia. Sementara pengoperasiannya dilakukan dengan secara jarak jauh.

Setelahnya, ruangan yang telah disinari akan berbau sama seperti saat benda dijemur sinar matahari. “Sinar UV ini memiliki karakteristik energi yang besar namun daya tembusnya kecil. Jika akan digunakan untuk sterilisasi pakaian APD, harus dilakukan dibolak-balik,” ujarnya.

Menurut Dr. Bagus, sebenarnya ada banyak cara membunuh virus dan mikroba, penggunaan sinar UV ini adalah salah satu cara yang efektif namun belum banyak digunakan karena teknologinya mahal.

Alat ini sudah berulang kali dilakukan uji coba, namun belum dikirimkan ke rumah sakit rujukan karena masih menunggu sertifikasi dari Kementerian Kesehatan RI.

(sz)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar