Foto: Getty Images/Futurism
Teknologi.id - Telah lama ide untuk mengurangi panas sinar Matahari melalui teknologi 'solar geoengineering' digaungkan oleh para ilmuwan. Meski begitu, hingga saat ini ide tersebut masih sebatas wacana yang diperdebatkan terkait dampak positif maupun negatifnya terhadap lingkungan dan ekosistem kehidupan di Bumi.
Pada dasarnya, teknologi ini akan bekerja dengan cara menembakkan partikel tertentu dalam jumlah yang sangat besar menuju stratosfer, sehingga diharapkan mampu meredupkan pancaran sinar Matahari dan mendinginkan suhu Bumi.
Meskipun ide tersebut sudah lama digaungkan, namun nampaknya beberapa tahun ke depan rencana "gila" tersebut akan segera menjadi kenyataan. Pasalnya, saat ini semakin banyak ilmuwan yang mulai mempelajari kemungkinan tersebut secara serius.
Salah satu kabar terbaru, Gedung Putih telah mengumumkan rencana riset 5 tahun untuk mempelajari geoengineering, sebuah tanda bahwa gagasan meredupkan Matahari tak lagi sekedar fiksi ilmiah di tengah kenaikan suhu Bumi yang semakin cepat.
Baca juga: Asal-Usul Kamera Pertama Kali Ditemukan oleh Seorang Muslim, Siapa Dia?
Pemerintah Amerika Serikat tentunya paham betul bahwa sebagai negara adidaya di dunia nantinya akan banyak negara lain yang mungkin akan mengikuti langkah tersebut.
Mereka tahu bahwa mungkin harus digunakan langkah-langkah eksperimental yang sangat radikal untuk menghentikan bencana iklim yaitu dengan menghalangi sinar matahari.
Konsep dasar solar geoengineering. Foto: Science in the News
Sejalan dengan pemerintah AS, para ahli di konferensi PBB di United Nations Climate Change Conference (COP23) mengatakan bahwa menimbang situasi yang sekarang dihadapi, teknologi geoengineering sepatutnya dijadikan sebagai solusi supplementer yang sifatnya menyempurnakan usaha-usaha dan upaya reduksi gas emisi yang sudah ada sekarang ini demi bisa menyelamatkan Bumi.
Baca juga: Penelitian Baru Ungkap Alasan Nyamuk 'Pilih-pilih' Orang untuk Digigit
Meskipun begitu, pro dan kontra mengenai penggunaan teknologi geoengineering ini memang tidak ada habisnya. Ada konsensus di antara para ahli bahwa memang ada kemungkinan besar partikel ini benar-benar dapat mendinginkan permukaan, namun efek sampingnya belum diketahui, terutama dalam skala global.
Bahkan di awal 2022, sekelompok ilmuwan meminta PBB mengawasi teknologi itu.
"Dampaknya mungkin akan bervariasi di wilayah-wilayah, di saat pendinginan buatan ini akan lebih berimbas di beberapa area dibandingkan yang lain," papar mereka.
"Terdapat pula ketidakpastian tentang dampaknya pada pola cuaca regional, pertanian dan terhadap kebutuhan mendasar pada makanan dan minuman," tambah mereka.
Akan tetapi, desakan makin banyak. "Geoengineering sebagai solusi, akan menjadi satu-satunya pilihan terakhir jika kita sebagai komunitas global terus begini," cetus Anote Tong, mantan presiden Kiribati, sebuah negara kepulauan kecil yang telah sangat dipengaruhi kenaikan permukaan laut.
(dwk)
Tinggalkan Komentar