Indonesia Bakal Luncurkan 13.400 Satelit LEO: Siap Saingi Starlink?

Bunga Melssa Maurelia . June 12, 2024
satelit LEO
Sumber: Unsplash.com/SpaceX


Teknologi.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan rencana ambisius Indonesia untuk mengembangkan dan meluncurkan 13.400 satelit Low Earth Orbit (LEO), mirip dengan jaringan satelit Starlink milik SpaceX.

Langkah ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam memajukan infrastruktur telekomunikasi dan memperkuat posisi negara di kancah global dalam hal teknologi satelit.

Peran Satelit LEO dalam Telekomunikasi

Satelit LEO berada pada ketinggian antara 50 hingga 1.200 kilometer dari permukaan bumi, jauh lebih rendah dibandingkan dengan satelit Geostationary Orbit (GEO) yang berada pada ketinggian sekitar 36.000 kilometer.

Keunggulan utama satelit LEO adalah latency yang lebih rendah karena jaraknya yang lebih dekat dengan bumi, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengirim dan menerima sinyal menjadi lebih cepat. Hal ini sangat penting untuk aplikasi-aplikasi yang memerlukan respon real-time, seperti video call, gaming, dan aplikasi internet lainnya.

Baca juga: Starlink Bakal Sediakan Layanan Internet di HP? Ini Kelebihan dan Kekurangannya

Pertemuan dengan International Telecommunication Union (ITU)

Untuk mewujudkan rencana ini, Menkominfo dan jajaran telah melakukan pertemuan dengan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa, Swiss. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas pendaftaran slot orbit (filing) satelit nongeostationer (NGSO) untuk orbit ekuatorial.

Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa Indonesia menginginkan slot orbit yang berada di ekuatorial, berbeda dengan Starlink yang beroperasi di orbit polaris utara dan selatan.

Dalam pertemuan dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Budi menjelaskan bahwa Amerika Serikat telah meng-uplink 300 ribu slot satelit LEO, sehingga Indonesia tidak ingin ketinggalan. Dengan meminta 13.400 slot orbit LEO, Indonesia berupaya untuk memastikan kehadirannya di pasar satelit global yang sangat kompetitif.

"Makanya kita nggak mau kalah. Kita meminta 13.400 slot orbit LEO karena ini semua sudha di atas. Hukum internasional kita hanya 100 km di atas bumi yang masih kedaulatan negara, di atas 100 km sudah pasar bebas." jelas Budi.  

"Sehingga, kita melobi ITU untuk kita diberikan kesempatan. Indonesia mengoperasikan satelit LEO atau satelit orbit rendah," pungkasnya. 

Menkominfo menekankan bahwa di atas 100 kilometer dari permukaan bumi adalah pasar bebas menurut hukum internasional, sehingga penting bagi Indonesia untuk segera mengamankan slot tersebut melalui ITU.

Baca juga: Layanan "Direct to Cell" Starlink di Indonesia Tuai Pro-Kontra? ISP Bereaksi!

Kelebihan dan Kekurangan Satelit LEO dan GEO

Meskipun fokus pada pengembangan satelit LEO, Budi Arie Setiadi juga menekankan pentingnya keberadaan satelit GEO. Satelit GEO, seperti Satria-1 yang saat ini dimiliki Indonesia, memiliki cakupan yang sangat luas dan ideal untuk komunikasi di wilayah yang sangat luas atau terpencil.

Namun, satelit LEO menawarkan kecepatan yang lebih tinggi dan latency yang lebih rendah, membuatnya lebih cocok untuk aplikasi internet modern. 

"Satria-1 ada gunanya karena soal cakupan dia luas, tetapi soal lain harus ditutup pleh satelit LEO. Walaupun telekomunikasi sekarang ini kan ada tiga, wireless, broadband, dan satelit. Jadi, ini saling melengkapi," ungkap Budi.

Di wilayah perkotaan, internet kabel mungkin lebih cocok karena kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan satelit. Namun, di daerah terpencil dan sulit dijangkau, satelit LEO dapat menyediakan koneksi internet yang cepat dan andal.

Tantangan dan Potensi Masalah

Budi juga mengakui adanya tantangan teknis dalam penggunaan satelit, seperti sun outage. Sun outage adalah fenomena yang terjadi ketika posisi bumi, matahari, dan bulan sejajar, menyebabkan gangguan sementara pada sinyal satelit.

Meskipun ini hanya terjadi beberapa hari dalam setahun, tetap perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengoperasian jaringan satelit.

Rencana ambisius ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam meningkatkan infrastruktur telekomunikasi nasional. Dengan mengadopsi teknologi satelit LEO, Indonesia berpotensi untuk mengatasi tantangan geografis yang selama ini menghambat penyebaran internet di wilayah-wilayah terpencil dan terisolasi.

Selain itu, langkah ini juga dapat membuka peluang baru dalam bidang teknologi, pendidikan, dan ekonomi digital.

Investasi dalam teknologi satelit juga akan memperkuat kedaulatan digital Indonesia, mengurangi ketergantungan pada infrastruktur komunikasi asing, dan meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.

Dengan adanya dukungan dari ITU dan keberhasilan dalam mendapatkan slot orbit yang diinginkan, Indonesia bisa menjadi salah satu negara terdepan dalam teknologi satelit LEO di kawasan Asia.

Baca Berita dan Artikel lain di Google News

(bmm)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar