Foto: pixabay
Teknologi id – Teknologi digital telah membantu kita dalam menjawab berbagai permasalahan sehari-hari. Dengan teknologi digital, kita bisa belajar, bekerja, dan bermain dengan cara baru. Salah satu permasalahan yang dihadapi sekarang adalah pemanasan global.
Di era digitalisasi pada dasarnya juga menimbulkan efek negatif bagi bumi. Setiap kita menjalankan sebuah aplikasi digital, timbul emisi dari setiap rantai perangkat pendukung, mulai dari smartphone yang kita gunakan sehari-hari, perangkat jaringan internet yang mengalirkan data, sampai data center tempat data diolah.
Baca juga: Gelar DevVerse, Microsoft Bantu Ekosistem Teknologi Indonesia
Teknologi Digital Bantu Kurangi Pemanasan Global
Microsoft Indonesia membahas permasalah ini dalam acara Microsoft Dev//Verse 2022 di hari kedua. Dengan mengambil tema Masyarakat Digital yang Berlandaskan Sustainability, acara tersebut mencoba menunjukkan inisiatif berbasis digital yang bermunculan dalam mengurangi jejak emisi di sekitar kita.
jejak.in, Hitung Produksi Karbo
jejak.in, startup climate tech yang menyediakan layanan perhitungan jejak karbon dari aktivitas keseharian kita. Perhitungan dilakukan dari berapa kilometer kita menggunakan motor atau mobil, berapa lama kita menggunakan pendingin ruangan, dan aktivitas lainnya.
Dari perhitungan itu, kita akan mendapatkan berapa banyak emisi karbon yang telah kita produksi. Dengan perhitungan itu nantinya kita dapat melakukan aktivitas yang mengurangi emisi, seperti penanaman pohon.
Kita pun tidak perlu menanam sendiri pohon tersebut. Di Jejak.in, kita terhubung langsung dengan marketplace berisi ekosistem program hijau yang bisa kita pilih.
Climate Change and Sustainability Director Jejak.in, Haris Iskandar berujar Jejak.in menggunakan metode berstandar internasional dalam melakukan MRV (Measurement, Reporting, Verification) program hijaunya.
Dalam menjalankan MRV pun menggunakan berbagai teknologi, seperti sensor iOT, drone, LiDAR, sampai data satelit. Setelah data yang terkumpul, kemudian dikelola dan diolah menggunakan teknologi AI di platform Microsoft Azure. Hal ini diharapkan akan muncul temuan atau insight menarik yang bisa digunakan oleh pemangku kepentingan dalam meningkatkan manfaat dari program pengurangan emisi karbon tersebut.
Rekosistem, Gunakan Teknologi untuk Mengurangi Sampah
Contoh lain adalah Rekosistem, startup yang berfokus pada pengelolaan sampah. “Indonesia adalah salah satu negara dengan produksi sampah paling tinggi, sekitar 68 juta ton per hari,” ungkap Ernest Christian Layman (CEO Rekosistem). Sayangnya pengelolaan sampah di negeri ini kurang baik, tercermin dari hanya 7% sampah yang berhasil didaur ulang. Hal ini yang mendorong Rekosistem untuk membuat sistem manajemen pengelolaan sampah yang modern berbasis teknologi digital.
Pembuatan aplikasi ini menggunakan sentuhan teknologi yang menghubungkan setiap pemangku kepentingan di rantai pengelolaan sampah. “Mulai dari sumbernya seperti di kawasan perumahan atau gedung, sampai pekerja di sektor persampahan seperti pengangkuat, pemilah, dan pendaur ulang,” ungkap Ernest.
Machine learning turut digunakan untuk menganalisa data. “Jadi kami bisa melakukan data tracking dari setiap kejadian sampah, seperti jenisnya apa, produknya apa, dan larinya ke mana,” tambah Ernest.
Baca juga: Bukan Industri, ini Penyumbang Pemanasan Global Terbesar?
Semua data tersebut memudahkan pemangku kepentingan dalam pembuatan rantai pembuatan produk yang lebih efektif dan ramah lingkungan. Data tersebut juga dapat digunakan untuk mendorong pelaku industri untuk lebih bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan.
Inisiatif Microsoft Cloud for Sustainability
Sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia, Microsoft turut berkomitmen dalam berperan aktif mengurangi emisi. Seperti diceritakan Fiki Setiono (Country Azure Business Group Lead, Microsoft Indonesia), komitmen tersebut difokuskan pada beberapa area kunci.
Fiki menjelaskan, dalam konteks internal perusahaan, Microsoft saat ini sedang menjalankan inisiatif menjadi Carbon Negative Company (atau perusahaan yang menghilangkan karbon lebih banyak dari yang dihasilkan) pada tahun 2030.
Bagi pelanggan, Microsoft akan membantu dalam setiap cakupan atau scope pengurangan emisi, baik dalam scope 1, 2, dan 3 yang diatur oleh GHG Protocol.
Pada scope 1 dan 2 (emisi langsung dan tidak langsung dari aktivitas perusahaan), Microsoft menyediakan Emission Dashboard untuk memperlihatkan emisi karbon yang dihasilkan perusahaan saat menggunakan Microsoft Cloud Service.
Sedangkan untuk scope 3 (yaitu emisi yang muncul dari value chain), Microsoft menyediakan Microsoft Cloud for Sustainability yang berfungsi mengumpulkan dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber emisi, mulai dari aktivitas operasional sampai software ERP yang digunakan.
Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Meningkatnya Suhu Permukaan Laut dan Gelombang yang Lebih Kuat
Dengan semua data yang terkumpul diharapkan dapat menjadi basis perusahaan dalam menyusun strategi mengurangi jejak karbon yang terjadi.
Microsoft pun memiliki saran bagi perusahaan yang saat ini sedang menyusun strategi keberlanjutan lingkungan, yaitu:
Menggunakan infrastruktur berbasis cloud. Hal ini karena infrastruktur cloud mengurangi emisi sampai 98% jika dibanding infrastruktur on-premise. Infrastruktur cloud juga memudahkan perusahaan dalam menghitung jejak karbon yang dihasilkan dari operasional bisnisnya.
Membangun inovasi berdasarkan data jejak karbon yang dihasilkan. Berdasarkan data yang ada, perusahaan dapat melakukan langkah penyeimbang (seperti menanam pohon) sambil terus berinovasi mengurangi emisi. Sedangkan langkah ketiga adalah mentransformasi produk dan model bisnis yang berorientasi pada keberlanjutan. “Dan langkah ini bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan konsumen dan mitra bisnis,” tambah Fiki.
Dari pemaparan di Microsoft Dev//Verse 2022 hari kedua, terlihat bagaimana teknologi digital dapat membantu kita dalam melawan dampak pemanasan global. Namun teknologi tidak akan banyak berguna tanpa perubahan perilaku dari kita semua.
(na)
Tinggalkan Komentar