Teknologi.id - DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (RKUHP) menjadi undang-undang, Selasa (6/12), kemarin.
Namun, pengesahan RKUHP tersebut ternyata jadi sorotan media internasional. Mereka secara khusus mengkritisi pasal 411 hingga 413 terkait hukuman pidana untuk seks di luar nikah yang dinilai membatasi hak asasi manusia dan demokrasi.
BBC.com dengan judul berita 'Indonesia passes criminal code banning sex outside marriage' menyebut bahwa Undang-Undang KUHP baru tersebut sebagai 'bencana' bagi hak asasi manusia dan potensi pukulan bagi pariwisata serta investasi. Media tersebut bahkan menyinggung beberapa kelompok, terutama anak muda, yang melakukan protes di luar gedung DPR sejak beberapa hari lalu.
New York Times dengan beritanya yang berjudul 'In Democratic Indonesia, New Penal Code Erodes Long-Held Freedoms' menyoroti terkait kriminalisasi hubungan seks di luar nikah, kritik terhadap pemerintah, dan demonstrasi tanpa izin.
Baca juga: Bluesky, Media Sosial Baru Besutan Eks Bos Twitter yang Buat Elon Musk Ketar-Ketir
Selain itu, CNN yang mengangkat berita dengan judul "Indonesia bans sex outside marriage as parliament passes sweeping new criminal code" juga menyebut bahwa perubahan hukum pidana yang terjadi di Indonesia tidak hanya mengkhawatirkan para pembela Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi juga bentuk membungkam kebebasan individu dan memberikan dampak buruk bagi pariwisata Indonesia.
Koran asal Inggris seperti The Sunday Times hingga The Guardian juga mewartakan hal serupa. Sebagian besar media asing ini menganggap perubahan drastis RKUHP Indonesia semakin menggerus nilai demokrasi yang diterapkan negara.
Baca juga: Viral di TikTok, Begini Cara Edit Wajah Jadi Anime Pakai Filter AI Manga
Sebagai informasi, pemerintah Indonesia melalui DPR RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat paripurna yang digelar di Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12).
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Hadir juga pimpinan lain, yakni Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Lodewijk F Paulus. Ketua DPR Puan Maharani sendiri tidak terlihat hadir di ruangan.
Pengesahan RKUHP ini sendiri terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019 karena gelombang aksi itu 'dikebut' meskipun masih banyak pasal yang dinilai publik bermasalah atau kontroversial.
Beberapa pasal kontroversial dalam RKUHP yang disahkan antara lain pidana bagi penghinaan terhadap Presiden, upaya makar, penghinaan lembaga negara, demo tanpa pemberitahuan, berita bohong, dan pidana bagi pasangan seks di luar nikah hingga kumpul kebo.
(dwk)