Lagi Tren Joki Strava di X: Flexing Olahraga Jadi Ladang Cuan?

Bunga Melssa Maurelia . July 05, 2024
tren joki strava
Sumber: Unsplash.com/Quino AI


Teknologi.id - Olahraga lari saat ini sedang menjadi tren yang digemari di Indonesia. Dari masyarakat yang kerap memamerkan pakaian lari mereka hingga performa lari di media sosial, baik dalam acara fun run maupun maraton. Salah satu aplikasi yang menjadi favorit di kalangan pelari adalah Strava.

Bahkan, meme yang mengatakan "If it's not on Strava, it didn't happen" mencerminkan betapa pentingnya aplikasi ini dalam komunitas lari. Dengan Strava, pengguna dapat melacak berbagai metrik seperti kecepatan, rute, pace, jarak tempuh, durasi, elevasi, denyut jantung, hingga kalori yang terbakar.

Kemunculan Tren #JokiStrava 

Seiring dengan popularitas Strava dan budaya flexing di media sosial, muncul fenomena baru yang disebut "Joki Strava". Jasa ini memungkinkan seseorang untuk berlari menggunakan akun Strava orang lain, sehingga pemilik akun dapat menunjukkan data lari yang impresif tanpa harus melakukannya sendiri.

Tren ini pertama kali viral di media sosial, terutama di platform X (Twitter). Salah satu akun yang terkenal karena menawarkan jasa ini adalah @hahahiheho. 

Twit dari @hahahiheho memicu banyak pengguna lain untuk membuka jasa serupa. Akun seperti @Irgsyhs dan @spencerrade juga mulai menawarkan jasa joki lari ini, dengan opsi pembayaran yang fleksibel, baik dalam bentuk uang maupun barang seperti energi bar atau minuman isotonik.

Baca juga: Viral Tren "How I would look like in the 1930's", Begini Cara Bikinnya Pakai CapCut

Kisah El, Joki Strava dari Tangerang

tren joki strava
Sumber: Tekno Kompas


El (nama samaran) adalah salah satu penyedia jasa joki lari ini yang cukup populer di Instagram dengan handle @jasajokilari. El menawarkan jasa joki untuk berbagai acara lari dan juga untuk aplikasi kebugaran lainnya seperti Nike Run Club.

Dalam akunnya, El menunjukkan performa lari yang mengesankan: 538 kali lari dengan total jarak 2.109 kilometer sejak tahun 2022, dengan pace rata-rata 6 menit per kilometer. Ia bahkan pernah mencatatkan lari sejauh 5,26 km dengan pace 4 menit 13 detik per kilometer menggunakan aplikasi Nike Run Club.

El merinci tarif jasa joki yang ia tawarkan:

  • Pace 7 ke atas: Rp 2.000 per kilometer
  • Pace 6-7: Rp 2.500 per kilometer
  • Pace 5-6: Rp 3.000 per kilometer

Untuk memesan jasa ini, konsumen bisa menghubungi akun Instagram El dan memilih opsi pace serta jarak tempuh yang diinginkan. Setelah selesai, El akan mengirimkan tangkapan layar data lari dari aplikasi Strava sebagai bukti.

Joki Strava sebagai Pekerjaan Sampingan

El, yang masih berstatus mahasiswa, mengaku bahwa ia mulai menawarkan jasa joki ini sebagai pekerjaan sampingan. Awalnya, ia hanya membantu teman-temannya yang membutuhkan data lari untuk dilaporkan kepada pelatih.

"Kalau buka jasa ini baru kemarin, kalau yang dulu-dulu itu lebih ke jokiin temen yang emang butuh data lari buat di-report ke coach (pelatih) nya," ujar El kepada KompasTekno pada 4 Juli 2024.

Meskipun permintaan untuk jasa ini belum begitu besar, El berencana untuk menawarkan jasa lain seperti menjadi pacer (pengatur pace/kecepatan saat lari).Ide ini muncul karena El sendiri sangat hobi berlari dan bahkan pernah menjuarai kompetisi lari.

"Hitung-hitung daripada setiap hari latihan lari tapi enggak menghasilkan, jadi lebih baik sekalian latihan sekalian nambah pemasukan," tambahnya. Kebanyakan pelanggan El adalah perempuan yang menargetkan pace 7-8, dengan jarak terjauh yang pernah ditempuh adalah 10 kilometer.

Tanggapan Masyarakat terhadap Joki Strava

Fenomena joki ini memicu berbagai tanggapan dari warganet. Banyak yang tertarik dan menanyakan harga serta rute lari yang tersedia, namun ada juga yang merasa lucu dan heran dengan tren ini. Beberapa warganet berpendapat bahwa tren Joki Strava muncul karena banyak orang yang hanya ikut-ikutan (FOMO) dan mencari validasi sosial.

"FOMO olahraga gapapa sih, mencari pengakuannya yang salah. Trendnya harusnya berhenti di pamer olahraganya, ga mesti ada kompetisi semu pake Strava ini," tulis salah satu warganet di X. Fenomena ini menunjukkan bahwa olahraga sering kali dilakukan demi mendapatkan pengakuan sosial daripada untuk kesehatan pribadi.

Beberapa warganet menyebut bahwa menggunakan joki untuk lari justru menghilangkan esensi dari olahraga itu sendiri, yang seharusnya dilakukan untuk kesehatan dan kenikmatan pribadi, bukan sekadar untuk validasi dari orang lain di media sosial.

Baca Berita dan Artikel lain di Google News

(bmm)

Share :