Teknologi.id - Belakangan para peneliti dari MIT telah membuat terobosan dengan menggabungkan desain dan teknologi yang efisien untuk mendinginkan bangunan tanpa menggunakan listrik.
Kondisi iklim yang semakin tidak stabil membuat manusia menjadi lebih bergantung pada teknologi pendinginan untuk menjaga kestabilan suhu. Akibatnya, bangunan menggunakan lebih banyak energi untuk penggunaan AC
Pada tahun 2019, sektor pendingin menyumbang 8,5% dari konsumsi listrik global, setara dengan lebih dari satu gigaton emisi karbon dioksida. Dengan permintaan yang meningkat seperti itu, sangat penting untuk mencari alternatif yang berkelanjutan.
Bagaimana Cara Pemakaiannya?
Tim menempatkan perangkat yang baru dibangun di area kecil atap kampus MIT untuk menguji kinerjanya. Hasilnya menunjukkan bahwa di bawah sinar matahari langsung, alat pendingin ini mendinginkan area di bawah panel hingga 9,3 derajat Celcius (48,74 derajat Fahrenheit) di bawah suhu sekitar.
Tim telah mengerjakan perangkat ini sejak lama dan telah maju dengan teknologi untuk mencapai pendinginan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perangkat ini menerapkan prinsip pendinginan evaporatif dan radiatif yang diketahui. Pendinginan evaporatif menggunakan air yang diuapkan untuk mendinginkan udara panas, sedangkan pendinginan radiasi, tidak seperti AC yang memancarkan panas langsung ke luar angkasa daripada ke lingkungan sekitarnya.
“Kebaruan di sini benar-benar menyatukan fitur pendinginan radiatif, fitur pendinginan evaporatif, dan juga fitur insulasi termal secara bersamaan dalam satu arsitektur,” kata Zhengmao Lu, postdoc MIT, yang merupakan bagian dari studi baru ini.
Perangkat baru yang ramping ini menyerupai panel surya standar dalam desain. Sistem ini kemudian terdiri dari beberapa lapisan yang berfungsi sebagai reflektor, evaporator, dan isolasi. Ini bersama-sama memungkinkan pendinginan sementara air dan panas melewati perangkat.
Sekitar 10% dari populasi global diperkirakan tinggal di daerah tanpa akses reguler ke listrik. Perangkat tersebut dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan pendinginan di area yang kekurangan listrik atau air.
Tim menyarankan agar panel dapat ditempatkan di atas wadah penyimpanan makanan yang membutuhkan lingkungan pendinginan yang optimal. Dengan demikian, mengurangi kemungkinan pembusukan dan pemborosan makanan. Dan menurut penelitian, sistem baru ini dapat meningkatkan masa simpan makanan hingga 40% di iklim lembab tanpa listrik dan 200% di iklim kering dengan pengisian air minimal.
Solusi Menyimpan Makanan di Wilayah Terbelakang
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian baru-baru ini merilis laporan Rantai Dingin Pangan Berkelanjutan, yang mencakup beberapa statistik kritis.
Diperkirakan sekitar 17% dari total makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia terbuang sia-sia. Angka ini cukup untuk memberi makan sekitar satu miliar orang di seluruh dunia, menurut laporan tersebut. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya pendinginan yang efektif untuk menjaga kualitas makanan.
Rantai dingin makanan saat ini menambah emisi gas rumah kaca. Teknologi rantai dingin, serta kehilangan dan pemborosan makanan karena kurangnya pendinginan, menyumbang 4% dari emisi gas rumah kaca global.
Baca juga: Kebocoran Data Lagi, 43 Ribu Data PNS Jawa Tengah Dibeberkan Oknum Hacker
(MAJ)