TikTok PHK Ratusan Karyawan, Fokus Utama Beralih ke AI

Elysa Magrisia Herdiani . October 14, 2024

Teknologi.id - TikTok, platform media sosial populer yang dimiliki oleh ByteDance, baru-baru ini mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawannya di seluruh dunia, termasuk di Malaysia. Langkah ini merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mengalihkan fokus pada penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam moderasi konten. Penggunaan AI diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam menjaga platform tetap aman dan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

Pengumuman PHK ini terjadi pada Jumat (11/10/2024), di mana perusahaan mengonfirmasi bahwa sebagian besar karyawan yang terdampak terlibat dalam operasi moderasi konten. Lebih dari 500 karyawan di Malaysia dilaporkan terkena dampak dari pengurangan tenaga kerja ini. Namun, TikTok menegaskan bahwa angka tersebut sebenarnya lebih kecil, dengan hanya sekitar 500 karyawan di negara tersebut yang terkena dampak.

Baca juga: Amerika Lewat! Indonesia Jadi Negara dengan Pengguna TikTok Terbanyak di Dunia

Fokus pada Moderasi Konten Berbasis AI

Langkah TikTok untuk memberhentikan ratusan karyawan ini bukanlah tanpa alasan. Perusahaan sedang memperkuat model moderasi kontennya dengan mengintegrasikan teknologi AI yang lebih canggih. Menurut juru bicara TikTok, AI kini menangani lebih dari 80% penghapusan konten yang melanggar kebijakan platform. Teknologi otomatis ini dapat mendeteksi dan menghapus konten berbahaya dengan lebih cepat dibandingkan moderasi manual.

TikTok juga berencana menginvestasikan 2 miliar dolar AS dalam program kepercayaan dan keamanan globalnya tahun ini. Penggunaan AI memungkinkan TikTok untuk menjaga keamanan platform secara lebih efisien, sambil tetap mempertahankan standar moderasi yang tinggi.

"Perubahan ini adalah bagian dari upaya kami untuk memperkuat model operasi global kami dalam moderasi konten," kata juru bicara TikTok. "Dengan AI, kami berharap dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi dalam menanggapi konten yang melanggar kebijakan kami."

PHK Akibat Fokus Teknologi dan Tekanan Regulasi

Keputusan TikTok untuk memangkas karyawan ini juga dipicu oleh tekanan regulasi yang semakin ketat di berbagai negara, termasuk Malaysia. Pemerintah Malaysia baru-baru ini mendesak perusahaan media sosial untuk mengajukan izin operasi sebelum Januari 2025, sebagai bagian dari upaya melawan pelanggaran dunia maya. Malaysia melaporkan lonjakan signifikan dalam konten media sosial yang berbahaya, sehingga menuntut peningkatan pengawasan dan moderasi.

TikTok, bersama dengan perusahaan teknologi global lainnya, menghadapi tekanan yang semakin besar untuk memperbaiki praktik moderasi konten mereka. Dengan meningkatnya tuntutan ini, perusahaan merasa perlu beralih ke solusi berbasis teknologi seperti AI untuk menghadapi tantangan yang ada.

Dampak Global dari Pengurangan Tenaga Kerja

PHK ini tidak hanya terbatas pada Malaysia. TikTok juga memutuskan hubungan kerja dengan beberapa ratus karyawan di berbagai negara sebagai bagian dari restrukturisasi global. Sebelumnya, lebih dari 700 pekerjaan dilaporkan telah dipangkas di Malaysia, namun TikTok kemudian mengklarifikasi bahwa jumlah tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan.

Pengurangan tenaga kerja ini diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang, karena TikTok berencana untuk mengkonsolidasikan operasi regionalnya. Salah satu sumber yang dekat dengan masalah ini menyebutkan bahwa perusahaan berencana untuk melakukan PHK tambahan pada bulan depan.

TikTok sendiri memiliki lebih dari 110.000 karyawan yang tersebar di lebih dari 200 kota di seluruh dunia, termasuk karyawan yang bekerja di divisi moderasi konten. Meskipun sebagian besar tenaga kerja moderasi konten terkena dampak, TikTok menekankan bahwa langkah ini akan memperkuat operasional mereka secara keseluruhan.

Teknologi AI Mengambil Alih Moderasi Konten

Salah satu alasan utama di balik keputusan ini adalah peningkatan penggunaan teknologi AI dalam moderasi konten. AI mampu memproses ribuan konten dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan manusia, sehingga dapat merespons lebih cepat terhadap pelanggaran kebijakan.

TikTok sudah lama menggunakan kombinasi teknologi otomatis dan moderator manusia untuk meninjau konten yang diunggah di platform. Namun, dengan meningkatnya kebutuhan akan efisiensi dan kecepatan dalam moderasi, perusahaan merasa bahwa AI bisa lebih berperan signifikan dalam menjaga keamanan dan kepercayaan pengguna.

Keputusan untuk beralih ke AI dalam moderasi konten ini juga merupakan bagian dari strategi jangka panjang TikTok untuk tetap kompetitif di pasar media sosial global. Dengan lebih dari satu miliar pengguna aktif, menjaga platform tetap aman dari konten berbahaya adalah prioritas utama. Penggunaan AI diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik dan efisien dalam mencapai tujuan ini.

Baca juga: Kenapa Gen Z Lebih Pilih TikTok Daripada Google? Ini Alasannya!

Tanggapan Pengguna dan Masa Depan Moderasi Konten

Keputusan TikTok untuk melakukan PHK dan beralih ke teknologi AI dalam moderasi konten mendapatkan berbagai tanggapan dari pengguna dan para ahli. Di satu sisi, penggunaan AI dinilai positif karena memungkinkan moderasi yang lebih cepat dan akurat. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa moderasi yang sepenuhnya berbasis AI mungkin tidak dapat menangkap nuansa budaya atau konteks yang lebih kompleks dalam konten tertentu.

Ke depan, TikTok tampaknya akan terus mengembangkan teknologinya dan melakukan penyesuaian dalam upaya menjaga keamanan platform. Dengan investasi besar dalam teknologi kepercayaan dan keamanan, TikTok menunjukkan komitmennya untuk tetap menjadi platform yang aman dan sesuai dengan regulasi di berbagai negara, termasuk Malaysia.

PHK yang terjadi saat ini mencerminkan transisi besar di dunia moderasi konten digital, di mana teknologi AI semakin mengambil alih peran yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Meskipun ini mungkin menandai era baru dalam moderasi konten, perusahaan teknologi seperti TikTok harus tetap memastikan bahwa keseimbangan antara efisiensi teknologi dan sensitivitas manusia tetap terjaga.

Baca Berita dan Artikel lain di Google News.

(emh)


Share :