Foto: Australian Federal Police ( AFP) - Collage photo
Teknologi.id - Seorang pria asal Australia telah ditangkap karena membuat dan mendistribusikan perangkat lunak berbahaya (spyware) ke para penjahat siber di seluruh dunia.
Peretas berusia 24 tahun itu telah didakwa dengan intrusi karena telah membuat software remote access trojan yang dirancang untuk mencuri data pribadi dan memata-matai para korban, lalu ditambah dengan enam tuduhan karena ia melakukan pelanggaran komputer dengan mengembangkan dan memasok malware, juga mengambil untung dari penjualan ilegalnya.
Secara keseluruhan, peretas muda ini telah memperoleh pendapatan sebesar 300 ribu Dollar AS, sejak ia mulai membuat dan menjual spyware tersebut pada usia 15 tahun.
Baca juga : Apple Ajak Pengguna Andorid untuk Beralih ke Sistem iOS!
Jacob Wayne John Keen, 24 tahun, adalah nama pria itu yang menetap di Frankston, Brisbane, Australia. Dia ditangkap karena diduga membuat dan menjual Trojan yang disebut Imminent Monitor kepada penjahat siber, penjahat domestik, hingga penjahat lain yang tersebar di 128 negara.
"Pemuda asal Frankston itu telah terlibat dengan jaringan individu dan menjual spyware, bernama Imminent Monitor (IM), kepada lebih dari 14.500 orang di 128 negara," kata Australian Federal Police (AFP) dalam siaran pers akhir pekan lalu.
Imminent Monitor dikirim melalui email dan pesan teks, perangkat lunak ini pun dijual dengan memiliki berbagai kemampuan. Dari mencuri data pribadi milik korban, melacak informasi yang tersimpan dalam dokumen, atau memata-matai korban menggunakan webcam dan mikrofon yang ada di perangkat korban secara diam-diam, sehingga menjadikannya alat yang efektif bagi pengguna untuk mengawasi target mereka.
Versi malware Windows yang lebih baru juga memperkenalkan opsi untuk akses remote desktop protocol (RDP) yang "tersembunyi" dan bahkan menjalankan cryptocurrency di perangkat korban, yang dimana fitur tersebut umumnya tidak membutuhkan akses dari jarak jauh.
Penangkapan Keen sendiri adalah bagian dari operasi global besar yang pertama digelar sejak 2017 yang disebut Operasi Cephus. Operasi ini dilakukan setelah Australian Federal Police (AFP) mendapat informasi dari FBI dan Palo Alto Networks.
Software yang dijual oleh Keen ini terbilang cukup murah. Ketika dia berusia 15 tahun, perangkat lunak itu dijual seharga USD 35. Total penjualan hingga akhir 2019 diperkirakan mencapai USD 400 ribu hingga USD 400 ribu.
Penjualan perangkat lunak berakhir setelah AFP menyita semua perangkat keras dan aset terkait spyware. Keen kemudian ditangkap berdasarkan bukti yang dikumpulkan AFP dari berbagai lembaga penegak hukum di seluruh dunia.
Menurut AFP, spyware ini digunakan untuk melacak korban yang mencapai puluhan ribu orang di seluruh dunia, dan ada sekitar 200 pembelinya adalah pembeli asal Australia.
Baca juga: Waspada, Lewat File Ms Word Hacker Bisa Ambil Alih Komputer
Menariknya, sebagian besar hasil dari penjualan spyware digunakan oleh Keen untuk membeli makanan selama sembilan tahun aksi kriminalnya. Ibunya yang berusia 42 tahun juga menjadi sasaran pihak berwenang karena mengetahui dan mengambil untung dari kegiatan kriminal putranya.
AFP meyakini ada puluhan ribu korban di seluruh dunia, termasuk 44 di Australia. Jika terbukti bersalah, terdakwa akan menghadapi hukuman maksimal 20 tahun penjara.
"Jenis malware ini sangat jahat karena dapat memberikan akses virtual kepada pelaku ke kamar tidur atau rumah korban tanpa sepengetahuan mereka," kata Chris Goldsmid, komandan operasi cybercrime AFP.
"Sayangnya ada penjahat yang tidak hanya menggunakan alat ini untuk mencuri informasi pribadi untuk keuntungan finansial tetapi juga untuk kejahatan yang sangat mengganggu dan tercela."
Investigasi global yang melibatkan lebih dari puluhan lembaga penegak hukum di seluruh Eropa menyebabkan 85 surat perintah penggeledahan dirilis di seluruh dunia, dengan 434 perangkat disita dan 13 orang ditangkap karena menggunakan malware dengan "dugaan kriminalitas".
Pada 2019 spyware itu telah ditutup, tetapi setelah menerima bukti dari penegak hukum di luar negeri, AFP mulai menangkap Keen.
"Penyelidikan yang dipimpin AFP memutuskan mengeluarkan dua surat perintah penggeledahan pada 2019 di rumah pria itu di Brisbane," kata badan itu dalam sebuah pernyataan.
"Penyelidik menyita sejumlah perangkat, termasuk komputer yang dibuat khusus yang berisi kode yang konsisten dengan pengembangan dan penggunaan RAT.”, lanjut AFP.