
Foto: Creative Bliss
Teknologi.id– Tren photobooth digital yang menjamur di pusat perbelanjaan, pesta pernikahan, hingga konser musik kini tengah menghadapi sorotan tajam terkait isu keamanan data. Sebuah laporan investigasi keamanan siber terbaru yang dirilis pada akhir Desember 2025 mengungkapkan fakta mengejutkan: ribuan foto pribadi milik pengguna layanan photobooth ternyata dapat diakses secara ilegal oleh peretas (hacker). Celah ini muncul akibat lemahnya sistem penyimpanan digital dan metode pengiriman foto melalui tautan yang tidak terenkripsi dengan baik.
Bagi banyak orang, sesi foto di booth otomatis dianggap sebagai aktivitas hiburan yang aman dan privat. Namun, di balik kemudahan mendapatkan hasil cetak dan salinan digital dalam hitungan detik, terdapat risiko tersembunyi yang mengancam data biometrik wajah pengguna. Lemahnya kesadaran vendor terhadap standar keamanan siber menjadi pintu masuk utama bagi pihak tidak bertanggung jawab untuk memanen data visual dalam skala besar.
Fenomena Photobooth Digital dan Celah Keamanan yang Terabaikan
Popularitas photobooth digital meningkat pesat karena menawarkan pengalaman nostalgi yang dipadukan dengan kemudahan berbagi ke media sosial. Pengguna biasanya akan memindai kode QR yang muncul di layar mesin untuk mengunduh versi digital dari foto mereka. Di sinilah titik krusial di mana keamanan sering kali diabaikan. Banyak vendor menggunakan platform penyimpanan awan (cloud storage) pihak ketiga yang dikonfigurasi secara publik, sehingga siapa pun yang memiliki pengetahuan teknis dasar dapat "menebak" alamat penyimpanan foto tersebut.
Masalah utama terletak pada penggunaan identitas numerik yang berurutan pada tautan unduhan. Sebagai contoh, jika sebuah tautan foto diakhiri dengan angka "1001", seorang peretas hanya perlu mengubah angka tersebut menjadi "1002", "1003", dan seterusnya untuk melihat foto-foto milik orang lain. Metode sederhana ini, yang dalam dunia keamanan siber dikenal sebagai Insecure Direct Object Reference (IDOR), terbukti efektif untuk membobol ribuan galeri foto tanpa perlu melakukan peretasan sistem yang kompleks.
Baca juga: Aturan Baru 2026: Registrasi SIM Card Wajib Rekam Wajah, Simak Cara Daftarnya

Foto: BI
Mekanisme Peretasan: Bagaimana Hacker Mengintip Galeri Pribadi
Peretas tidak selalu membutuhkan perangkat lunak canggih untuk mengeksploitasi celah ini. Mereka sering kali menggunakan skrip otomatis sederhana (bot) untuk memindai ribuan kombinasi URL dari domain penyedia layanan photobooth. Karena banyak vendor tidak menerapkan sistem otentikasi—seperti kata sandi atau token unik yang kedaluwarsa dalam waktu singkat—foto-foto tersebut tetap tersedia di internet selamanya dan dapat diakses oleh siapa saja.
Kondisi ini diperparah dengan praktik pengumpulan data yang tidak transparan. Selain foto, beberapa mesin photobooth juga meminta pengguna memasukkan nomor telepon atau alamat email untuk pengiriman hasil foto. Jika database ini tidak diproteksi dengan enkripsi yang kuat, peretas tidak hanya mendapatkan foto wajah pengguna, tetapi juga informasi kontak yang valid. Gabungan antara data wajah dan data pribadi ini merupakan aset berharga di pasar gelap internet untuk berbagai tindakan kriminal.
Risiko Penyalahgunaan Data Foto untuk Kejahatan Siber dan Deepfake
Dampak dari bocornya foto-foto photobooth jauh lebih serius daripada sekadar pelanggaran privasi biasa. Di era kemajuan kecerdasan buatan (AI) tahun 2025 ini, foto wajah berkualitas tinggi adalah bahan baku utama untuk pembuatan konten deepfake. Peretas atau pelaku kejahatan siber dapat menggunakan foto-foto tersebut untuk menciptakan video atau gambar tiruan yang sangat realistis untuk tujuan penipuan, pemerasan, atau pencemaran nama baik.
Selain itu, foto wajah juga berkaitan erat dengan keamanan biometrik. Meskipun sebagian besar sistem perbankan saat ini menggunakan verifikasi keaktifan (liveness detection), bocornya foto wajah dalam berbagai sudut (seperti yang biasa dilakukan saat di photobooth) memberikan referensi yang cukup bagi pelaku kejahatan untuk mencoba mengelabui sistem pengenalan wajah. Hal ini menciptakan ancaman jangka panjang bagi identitas digital pengguna yang fotonya telah terpapar di internet tanpa mereka sadari.
Bahaya di Balik Tautan QR Code dan Penyimpanan Cloud Tanpa Enkripsi
Banyak pengguna merasa aman karena mereka hanya memindai kode QR yang diberikan secara langsung di mesin. Namun, kode QR tersebut hanyalah gerbang menuju alamat web tertentu. Jika situs web tujuan tidak menggunakan protokol keamanan Hypertext Transfer Protocol Secure (HTTPS) yang memadai atau tidak memiliki sistem enkripsi end-to-end, data yang dikirimkan antara server dan ponsel pengguna dapat diintersepsi di tengah jalan, terutama jika pengguna menggunakan jaringan Wi-Fi publik di lokasi acara.
Kurangnya enkripsi pada sisi server juga berarti bahwa karyawan vendor atau pihak ketiga yang mengelola server dapat melihat foto-foto tersebut dengan mudah. Tanpa adanya kebijakan retensi data yang jelas—seperti penghapusan otomatis foto setelah 24 jam—kumpulan data visual tersebut akan terus menumpuk dan menjadi target empuk bagi serangan siber di masa depan. Ketidakpedulian terhadap standar enkripsi ini menunjukkan bahwa privasi konsumen masih sering dikorbankan demi menekan biaya operasional layanan.
Langkah Proteksi bagi Pengguna dan Himbauan untuk Vendor Layanan
Menanggapi temuan ini, pakar keamanan siber menyarankan pengguna untuk lebih berhati-hati saat menggunakan layanan photobooth digital. Salah satu langkah pencegahan adalah dengan menghindari memberikan informasi pribadi yang sensitif seperti alamat email utama atau nomor telepon jika tidak benar-benar diperlukan. Selain itu, segera unduh foto dan minta operator untuk menghapus data digital jika memungkinkan, meskipun hal ini sulit dilakukan pada mesin otomatis tanpa operator.
Bagi vendor dan penyedia jasa photobooth, insiden ini harus menjadi momentum untuk membenahi infrastruktur digital mereka. Penggunaan token akses yang unik, panjang, dan acak untuk setiap sesi foto adalah prosedur standar yang wajib diterapkan. Selain itu, menerapkan kebijakan penghapusan data secara otomatis setelah jangka waktu tertentu akan sangat membantu mengurangi risiko jika sewaktu-waktu terjadi kebocoran data. Keamanan siber tidak boleh lagi dianggap sebagai fitur tambahan, melainkan sebagai fondasi utama dalam menjalankan bisnis berbasis data digital.
Baca juga: Waspada Link Palsu! Gunakan 4 Aplikasi Ini untuk Deteksi Keamanan Tautan
Menyeimbangkan Kesenangan dan Keamanan Digital
Kasus bocornya foto photobooth ini menjadi pengingat penting bahwa di dunia digital, tidak ada aktivitas yang benar-benar tanpa risiko. Kesenangan sesaat dari sebuah swafoto tidak seharusnya dibayar dengan hilangnya kendali atas privasi pribadi. Kesadaran kolektif antara konsumen yang lebih cerdas dan vendor yang lebih bertanggung jawab adalah kunci untuk memutus rantai kerentanan ini.
Seiring dengan teknologi yang terus berkembang, tantangan keamanan siber akan semakin kompleks. Masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi konsumen teknologi yang antusias, tetapi juga menjadi pengguna yang kritis terhadap bagaimana data mereka dikelola. Lindungi wajah dan identitas Anda, karena sekali data digital tersebut jatuh ke tangan yang salah, sulit untuk menariknya kembali sepenuhnya dari ruang siber.
Baca berita dan artikel lainnya di Google News
(WN/ZA)