
Teknologi.id – Kota Toyoake, Prefektur Aichi, Jepang, membuat gebrakan baru yang jadi sorotan dunia. Mulai 1 Oktober 2025, pemerintah resmi membatasi penggunaan smartphone, tablet, konsol game, dan perangkat digital lainnya maksimal dua jam per hari di luar jam sekolah dan kerja.
Aturan ini berlaku untuk semua warga, termasuk anak-anak, namun lebih bersifat pedoman ketimbang larangan keras. Tidak ada denda atau hukuman, tetapi pemerintah berharap warganya bisa lebih bijak menggunakan gadget.
Baca juga: Anak 10 Tahun Habiskan Rp 400 Juta untuk Sawer di TikTok, Orangtua Gugat Minta Refund
Aturan Penggunaan Gadget di Toyoake
Kebijakan ini lahir setelah 12 dari 19 anggota dewan kota menyepakati dampak negatif gadget berlebihan terhadap kualitas hidup.
-
Anak SD dianjurkan tidak menggunakan ponsel setelah pukul 21.00.
-
Siswa SMP ke atas dibatasi hingga pukul 22.00.
Pemerintah percaya aturan ini bisa mengurangi kurang tidur, gangguan fokus, serta meningkatkan interaksi dengan keluarga.
Alasan di Balik Kebijakan
Walikota Toyoake, Masafumi Kouki, menegaskan kebijakan ini mengacu pada pedoman tidur sehat dari Kementerian Kesehatan Jepang.
Menurutnya, penggunaan ponsel lebih dari dua jam sehari di luar jam sekolah atau kerja sering memicu kurang tidur, terutama di hari kerja. Dengan pembatasan ini, pemerintah ingin menekankan pentingnya istirahat cukup dan interaksi sosial nyata.
Pro dan Kontra di Kalangan Warga
Seperti kebijakan kontroversial lainnya, aturan ini menuai reaksi beragam:
-
Pihak kontra menilai aturan terlalu mencampuri urusan keluarga. Menurut mereka, setiap orang tua berhak menentukan aturan gadget anak-anaknya.
-
Pihak pro mendukung pembatasan karena dinilai penting untuk mencegah kecanduan ponsel dan membangun kesadaran digital.
Pedoman, Bukan Hukuman
Walikota Kouki menegaskan, aturan ini bukan larangan mutlak. Tidak ada sanksi atau denda bagi warga yang melanggar.
Sebaliknya, kebijakan ini diharapkan menjadi pemicu diskusi sehat dalam keluarga, agar orang tua dan anak bisa bersama-sama mengatur waktu gadget, waktu belajar, istirahat, dan interaksi keluarga.
Bahkan, pemerintah kota membuka ruang masukan dari masyarakat agar aturan bisa disesuaikan dengan kebutuhan warga. Pendekatan ini dianggap lebih humanis dan inklusif.
Tantangan dan Harapan
Langkah Toyoake ini bisa menjadi eksperimen sosial penting. Banyak kota di dunia juga menghadapi masalah serupa: kecanduan gadget, kurang tidur, hingga menurunnya interaksi tatap muka.
Apakah kebijakan Toyoake akan ditiru kota lain? Atau justru ditolak karena dianggap terlalu membatasi kebebasan? Waktu yang akan menjawab.
Yang jelas, keputusan ini menunjukkan bahwa isu kesehatan digital makin serius dan mulai ditangani di level pemerintah lokal.
Baca juga: Zuckerberg: Kacamata AI Akan Gantikan Smartphone, Siapkah Kamu?
Menuju Keseimbangan Dunia Nyata dan Digital
Dengan aturan batas main HP 2 jam per hari, pemerintah Toyoake berharap warganya bisa lebih fokus pada aktivitas produktif, tidur lebih nyenyak, dan membangun interaksi sosial yang lebih sehat.
Jika berhasil, bukan tidak mungkin kebijakan ini akan menginspirasi gaya hidup digital sehat di Jepang maupun dunia.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)