Teknologi.id - Untuk beberapa daerah, vaksin mungkin tidak selalu dapat diakses. Selain itu, penyimpanan vaksin juga tentunya terdapat standar yang telah ditetapkan agar daya guna dan potensinya tetap terjaga, misalnya dari suhu, paparan sinar matahari, dan tingkat kelembapan. Menurut dr. Dyah Novita Anggraini, apabila vaksin tidak disimpan di tempat yang sesuai maka efektivitasnya dapat berkurang dilansir dari KlikDokter.
Melalui inovasi printer vaksin tentu akan dapat untuk menjangkau lebih banyak orang, alat ini juga dapat digunakan di mana pun saat vaksin dibutuhkan. Menurut Ana Jaklenec, seorang ilmuan peneliti di MIT Koch Institute for Integrative Cancer Research (pusat penelitian kanker yang berafiliasi dengan Massachusetts Institute of Technology) menyampaikan "Suatu hari nanti kita bisa memproduksi vaksin sesuai permintaan," dilansir dari MIT News.
Printer vaksin ini juga dapat memproduksi plester (patch) mikro jarum (microneedle) yang berisi vaksin yang dapat disimpan dalam jangka panjang pada suhu ruangan dan diaplikasikan pada kulit. Selain itu, alat ini dapat ditingkatkan untuk menghasilkan ratusan dosis vaksin dalam sehari.
Baca Juga: Teknologi Traveling di Masa Depan: Detak Jantung Gantikan Paspor ?
Ide di Balik Printer Vaksin
Sebelum wabah Covid-19 hadir, motivasi awal para peneliti MIT adalah untuk mengembangkan perangkat yang dapat dengan cepat memproduksi dan menyebarkan vaksin saat terjadi wabah penyakit seperti Ebola. "Ketika Covid-19 dimulai, kekhawatiran tentang stabilitas vaksin dan akses vaksin memotivasi kami untuk mencoba memasukkan vaksin RNA ke dalam patch microneedle," kata John Daristotle, seorang peneliti postdoctoral di Jaklenec Group seperti yang dilansir dari MIT News.
Dengan cara ini, tentunya vaksin ini akan dapat disebarkan ke desa terpencil, kamp pengungsi, atau pangkalan militer untuk memungkinkan vaksinasi lebih banyak orang dengan cepat. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, tim MIT meneliti cara-cara untuk memproduksi vaksin sesuai permintaan.
Di sisi lain, daripada memproduksi vaksin suntik tradisional, para peneliti memutuskan untuk bekerja pada jenis pengiriman vaksin baru yang berdasarkan pada patch seukuran thumbnail, yang berisi ratusan mikro jarum (microneedles). Vaksin semacam itu sekarang sedang dikembangkan untuk berbagai penyakit, termasuk polio, campak, dan rubella. Setelah koyo dioleskan ke kulit, ujung jarum akan larut di bawah kulit, melepaskan vaksin.
Baca Juga: Baru! Dekoder Semantik, Teknologi AI yang Bisa Membaca Pikiran Orang
Printer Vaksin
Alat printer ini dapat menghasilkan plester (patch) yang berisi ratusan mikro jarum (microneedle) berisi vaksin yang dapat diaplikasikan pada permukaan kulit, memungkinkan vaksin dapat larut tanpa perlu disuntik. Setelah dicetak, plester tersebut dapat disimpan selama berbulan-bulan pada suhu kamar.
Para peneliti menunjukkan bahwa mereka dapat menggunakan printer tersebut untuk memproduksi plester dengan vaksin mRNA Covid-19, yang menginduksi respons kekebalan yang sebanding dengan yang dihasilkan oleh vaksin RNA yang disuntikkan, pada tikus, Seperti yang dilaporkan pada studi dari Nature Biotechnology.
Untuk menguji stabilitas jangka panjang vaksin, para peneliti pertama-tama menciptakan tinta yang mengandung RNA yang mengkode luciferase, sebuah protein yang bersinar. "Komposisi tinta adalah kunci dalam menstabilkan vaksin mRNA, tetapi tinta dapat mengandung berbagai jenis vaksin atau bahkan obat-obatan, memungkinkan fleksibilitas dan modularitas dalam hal apa yang dapat diberikan menggunakan platform microneedle ini," kata Jaklenec dilansir dari MIT News.
Dari dalam printer, lengan robot menyuntikkan tinta ke dalam cetakan mikro jarum (microneedle), dan ruang vakum di bawah cetakan menyedot tinta ke bawah, memastikan tinta mencapai ujung jarum. Setelah cetakan terisi, perlu waktu satu atau dua hari untuk mengering.
Saat ini, prototipenya dapat menghasilkan 100 plester (patch) dalam 48 jam, tetapi para peneliti mengantisipasi bahwa versi kedepannya dapat dirancang untuk memiliki kapasitas yang lebih tinggi. Meskipun penelitian ini berfokus pada vaksin RNA Covid-19, para peneliti ini memiliki rencana untuk mengadaptasi proses tersebut untuk memproduksi jenis vaksin lainnya, termasuk vaksin yang terbuat dari protein atau virus yang tidak aktif.
Terlepas dari hambatan yang masih ada. Hal ini memungkikan potensi menjadi solusi untuk masa depan sehingga distribusi vaksinasi dapat menjangkau lebih banyak orang dengan mudah.
(raa)