
Foto: Freepik
Teknologi.id - Selama berpuluh-puluh tahun, para ahli dan peneliti di bidang medis kesulitan untuk menjelaskan, mengukur, dan mengobati kelelahan kognitif, yang sebagian besarnya mengandalkan self-report subjektif tentang kelelahan. Namun, laporan terbaru dari Nature, yang sebagiannya terinspirasi dari komen lelah Grandmaster catur Garry Kasparov setelah kompetisinya melawan Deep Blue dari IBM, menjelaskan alasan metabolis kenapa otak kita kerap kali kehabisan tenaga.
Seorang ahli saraf kognitis, Mathias Pessiglione, direktur penelitian di Paris Brain Institute, memulai jalur analisis ini, dengan menanyakan: "Kenapa sistem kognitif ini rentan terhadap kelelahan?"
Apa Itu Kelalahan Kognitif (Cognitive Fatigue)?
Kelelahan kognitif adalah pengalaman universal: keletihan mental yang menumpuk selama terus menerus, memecahkan masalah, atau membuat keputusan. Hal ini mengurangi fokus, motivasi, pembuatan keputusan, dan meningkatkan kemungkinan untuk membuat kesalahan.
Dalam lingkungan yang berisiko tinggi, seperti di lingkungan medis, atau saat berkendara—kelelahan ini, terutama saat dicampur kurang tidur, dapat menyebabkan kesalahan fatal bahkan kematian. Akhir-akhir ini, ketertarikan pada bidang ini terus meningkat, sebagian besar karena kelelahan yang amat sangat adalah gejala dari Long COVID, yang memengaruhi sekitar enam dari 100 orang yang terinfeksi. Hal ini memotivasi peningkatan fokus dan pendanaan ilmiah.
Baca juga: MIT Ungkap Rahasia Otak: Melamun Bukan Bosan, Tapi 'Tidur Darurat' Otak!
Akar Metabolisme Kelelahan
Usaha mental bergantung pada kendali kognitif, saat di mana otak mengolah pikiran, beradaptasi dengan situasi baru, dan menekan reaksi otomatis. Saat otak dihadapkan tugas sulit (seperti pemain catur dihadapkan posisi yang tidak familiar atau ketika pengemudi mencoba rute baru), pembiasaan seperti ini meningkatkan aktivitas saraf.
Mempertahankan aktivitas tingkat tinggi semakin lama akan semakin mahal secara metabolik, yang menyebabkan sensasi kelelahan. Pada umumnya, para ilmuwan sepakat kalau kelelahan berfungsi sebagai pelindung, bertindak sebagai sistem yang memperingati otak saat mendekati batas fisiologis dan membutuhkan istirahat.
Penyebab fisiologis ini masih diselidiki, namun peneliti sedang mengeksplor beberapa pemain potensial:
- Metabolit: Perubahan kadar zat-zat seperti glukosa, laktat, dan glutamat.
- Neuromodulator: Zat kimia seperti adenosin.
- Protein: Termasuk faktor neurotrofik yang berasal dari otak (BDNF), yang terlibat dalam proses belajar dan ingatan.
- Amyloid-β: Fragmen protein yang terkait dengan penyakit Alzheimer, yang mungkin mengganggu sinapsis atau mengganggu pembersihan glutamat.
Teori Penumpukan Racun

Foto: Freepik
Salah satu teori utama, yang disukai peneliti seperti Clay Holroyd di Ghent University, berpendapat kalau pengerahan mental dapat menyebabkan limbah metabolik yang berbahaya, serupa dengan aktivitas fisik. Kelelahan, menurut teori ini, merupakan mekanisme pertahanan, seperti rasa sakit yang mencegah kerusakan biologis.
Namun, otak memiliki "automatic fail-safe" atau "pengaman kegagalan otomatis": saat seseorang bekerja terlalu keras, biasanya tidur jadi terganggu. Tidur, lebih tepatnya slow-wave deep sleep, berperan sebagai pemelihara otak di malam hari, membersihkan remahan metabolisme dan mengkalibrasi ulang sel untuk memaksimalkan penggunaan tenaga.
Rintangan dalam Pengukuran Objektif
Secara tradisional, kelelahan kognitif diukur menggunakan self-report subjektif atau perubahan kinerja dalam mengerjakan tugas. Keduanya memiliki kekurangan: self-report tidak dapat diandalkan, dan kinerja dapat tertutup oleh faktor-faktor seperti motivasi, rasa bosan, dan metode yang dipelajari (seperti mengotomatisasi gerakan dalam catur).
Untuk menemukan tolak ukur yang lebih baik, peneliti sedang mencoba menghubungkan mekanisme biokimia dengan motivasi. Tim Pessiglione melakukan studi di mana peserta yang menyelesaikan tugas kognitif yang lebih sulit selama beberapa jam cenderung lebih memilih hadiah instan yang lebih kecil, daripada hadiah yang lebih besar namun tertunda. Pergeseran dalam analisis biaya-manfaat ini sejalan dengan penumpukan glutamat yang lebih besar di korteks prefrontal lateral (wilayah otak yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif).
Baca juga: Waspada! Smartphone di Usia 12 Tahun Picu Depresi, Obesitas, dan Gangguan Tidur
Kelelahan Kronis dan Hubungan Tubuh-Pikiran
Bagi banyak orang, kelelahan terjadi sewaktu-waktu. Namun, dalam kondisi seperti Long COVID, sindrom kelelahan kronis (ME/CFS), depresi, dan Parkinson, membuat tugas sederhana terasa berlebihan. Untuk individual ini, kelelahan kognitif dan fisik dapat dipisahkan.
Penelitian mendukung gagasan bahwa kedua hal tersebut saling berinteraksi: maraton menimbulkan tekanan fisik dan kognitif, dan sebaliknya, stres mental yang ekstrem dapat mengurangi kemauan seseorang untuk melakukan usaha fisik.
Studi lain terus fokus pada peran tidur, stres, peradangan, dan ritme sirkadian. Misalnya, kurang tidur dapat menyebabkan gangguan perhatian sementara yang dikenal sebagai micro-episodes, di mana kelompok kecil neuron secara singkat berhenti berfungsi, menyoroti bahwa istirahat adalah alat pemulihan paling efektif bagi otak.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(yna/sa)