Sumber Foto; ITS
Teknologi.id - Tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam tim Sapu Jagad menggagas inovasi alat pendeteksi dini bencana alam tsunami berbasis infrasound bernama Observatorium.
“Observatorium ini dapat mendeteksi tsunami melalui infrasound atau suara dengan frekuensi rendah yang ditimbulkan dari adanya pergeseran lempeng bumi,” kata Juru bicara Tim Mahasiswa Teknik Fisika ITS, Abdul Hadi di Surabaya, Rabu (14/12).
Abdul Hadi mengatakan dia menggagas alat tersebut bersama Mohammad Naufal Al Farros, dan Nindya Eka Winasis dari Departemen Teknik Fisika ITS.
“Infrasound kami jadikan sebagai sumber deteksi karena memiliki beberapa keunggulan,” kata Hadi yang merupakan ketua tim Sapu Jagad.
Keunggulan Observatorium
Keunggulan tersebut dikarenakan frekuensi infrasound yang relatif rendah, yaitu berkisar antara 0 – 20 Hertz dan membuat kemungkinan adanya pelemahan sinyal akibat dari gangguan sinyal lain sangat rendah.
Data mentah grafik infrasound yang didapatkan tidak memiliki banyak perubahan dan masih selaras dengan gelombang infrasound yang dihasilkan dari pergeseran lempeng bumi.Tidak cukup sampai di situ, Observatorium didesain membentuk sebuah elemen segi lima yang nantinya akan ditempatkan di atas tanah dan diberi jarak 1 – 3 kilometer antar elemen.
Setiap elemen juga ditunjang dengan sensor yang berfungsi untuk mendeteksi sumber infrasound yang timbul, serta filter noise reduction untuk meminimalkan adanya sinyal yang dapat mengganggu Observatorium mendeteksi lokasi pergeseran lempeng bumi atau yang kerap disebut dengan gempa ini.
Baca juga: Ilmuwan AS Kini Mampu Bikin Miniatur Matahari, Jawaban Akan Energi Ramah Lingkungan
Selain memberikan inovasi dari segi alat, tim ini juga menyertakan rencana lokasi penempatan Observatorium di Indonesia yang disebut dengan Triangulasi Observatorium.
“Lokasi yang dipilih berdasarkan pada peta ring of fire, peta potensi bencana, peta batuan induk, dan perpotongan garis diagonal yang dibuat pada peta,” katanya.
Dari keempat landasan tersebut, tim Sapu Jagad akhirnya menentukan tiga titik lokasi yang direncanakan sebagai lokasi penempatan Observatorium, yaitu di Kota Malang, Padang, dan Palu.“Terpilihnya ketiga lokasi tersebut sudah dapat menjangkau seluruh lokasi yang ada di Indonesia apabila suatu gempa yang berpotensi tsunami terjadi,” ujar Hadi.
Mahasiswa kelahiran tahun 2000 itu juga menyebutkan bahwa cara kerja alat ini terbagi menjadi tiga proses, yaitu deteksi, asosiasi, dan lokalisasi.
(MAJ)