
Foto: BNC.Id
Teknologi.id - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) membawa dua sisi mata uang dengan kemajuan yang mempermudah hidup, dan ancaman baru yang semakin sulit dikenali. Di Indonesia, kasus penipuan berbasis AI mulai meningkat dan menunjukkan pola yang semakin canggih. Mulai dari video deepfake penculikan hingga manipulasi nomor telepon palsu melalui teknik phone number poisoning, para pelaku kejahatan digital kini memanfaatkan AI untuk menipu korban dengan cara yang jauh lebih meyakinkan.
Pemanfaatan teknologi menjadi ancaman serius terhadap keamanan digital masyarakat. Dengan semakin banyaknya layanan publik yang beralih ke platform digital, risiko penyalahgunaan teknologi pun ikut meningkat. Situasi ini menunjukkan bahwa transformasi digital tidak hanya membutuhkan infrastruktur yang kuat, tetapi juga kesiapan masyarakat dalam memahami potensi bahaya yang menyertai kemajuan teknologi tersebut. Tanpa literasi digital yang memadai, pengguna internet akan semakin rentan terhadap manipulasi yang memanfaatkan celah psikologis maupun teknis.
Baca Juga: Iklan Pop-Up Pembawa Malware, Ini Cara Kenalinya!
Meningkatnya ketergantungan masyarakat pada layanan digital mulai dari perbankan, transportasi, hingga komunikasi pribadi membuat ruang serangan bagi pelaku kejahatan semakin luas. Penipu tidak lagi mengandalkan metode konvensional seperti pesan singkat atau tautan mencurigakan, melainkan memanfaatkan kemampuan AI untuk menciptakan konten yang tampak autentik dan sulit dibedakan dari informasi asli. Kondisi ini memperlihatkan bahwa batas antara kenyataan dan rekayasa digital semakin kabur, sehingga masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dalam menerima informasi apa pun yang beredar secara daring.
Deepfake Penculikan, Ketika AI Mengubah Wajah Kejahatan Digital

Foto: Warroom
FBI memperingatkan bahwa penipu kini menggunakan Generative AI (GenAI) untuk membuat video deepfake yang sangat realistis. Modus ini bekerja dengan cara mengumpulkan foto dan video korban dari media sosial, kemudian mengolahnya menjadi video palsu yang menampilkan orang terdekat korban seolah-olah sedang disandera.
Video deepfake tersebut kemudian dikirimkan kepada korban sebagai “bukti penculikan”, disertai permintaan tebusan. FBI menjelaskan bahwa modus ini sebenarnya bukan hal baru. Dua tahun sebelumnya, The Guardian telah mengungkap kasus serupa. Namun, kemajuan AI membuat kualitas deepfake kini jauh lebih sulit dibedakan dari video asli.
Mengapa Korban Mudah Tertipu?
- Video deepfake kini memiliki detail wajah dan ekspresi yang sangat halus.
- Pelaku memanfaatkan fitur pesan terbatas waktu agar korban tidak sempat menganalisis kejanggalan visual.
- Tekanan psikologis “waktu terbatas” membuat korban panik dan tidak melakukan verifikasi.
FBI menegaskan bahwa meskipun deepfake semakin canggih, masih ada tanda-tanda yang bisa dikenali, seperti:
- Piksel yang tidak konsisten.
- Gerakan bibir yang tidak sinkron.
- Bayangan wajah yang tidak natural.
Namun, dalam kondisi panik, korban sering kali tidak sempat memperhatikan detail tersebut.
Tips Perlindungan dari FBI
- Batasi unggahan foto pribadi di media sosial.
- Jangan membagikan informasi sensitif kepada orang asing.
- Gunakan kata sandi yang kuat dan unik.
- Selalu verifikasi langsung kepada keluarga sebelum melakukan pembayaran.
Phone Number Poisoning, Ketika Nomor Palsu Masuk ke Jawaban AI
Foto: BatamPost
Selain deepfake, ancaman baru yang tak kalah berbahaya adalah phone number poisoning. Teknik ini ditemukan oleh Aura Labs, perusahaan keamanan siber milik Aurascape, dan dipublikasikan pada 8 Desember 2025.
Menurut laporan ZDNET, penipu memanipulasi konten web publik agar sistem berbasis AI seperti Google AI Overview atau peramban Comet milik Perplexity menampilkan nomor telepon palsu sebagai kontak resmi.
Bagaimana Modus Ini Bekerja?
Penipu memanfaatkan teknik optimasi baru di era AI, yaitu:
- Generative Engine Optimization (GEO)
- Answer Engine Optimization (AEO)
Berbeda dengan SEO tradisional, GEO dan AEO bertujuan agar konten palsu muncul sebagai sumber utama yang digunakan oleh sistem AI untuk menjawab pertanyaan pengguna.
Baca Juga: Pencurian Data Melalui Apk File, Jangan Sampai Kamu Kena!
Langkah-langkah Penipuan yang Ditemukan Aura Labs
- Mengunggah konten spam ke situs pemerintah atau universitas yang diretas.
- Menyisipkan nomor telepon palsu ke blog WordPress, YouTube, atau Yelp.
- Menggunakan komentar bot untuk memperkuat kredibilitas konten.
- Menyusun informasi palsu agar mudah diambil oleh model AI.
Ketika pengguna bertanya, misalnya, “Nomor layanan pelanggan maskapai X?”, AI dapat menampilkan nomor palsu yang mengarahkan korban ke pusat panggilan penipu.
Mengapa Ini Berbahaya?
- Korban percaya karena nomor tersebut muncul dari jawaban AI yang dianggap “tepercaya”.
- Penipu dapat mencuri data pribadi, informasi kartu kredit, atau bahkan menguras rekening.
- Modus ini sulit dideteksi karena memanfaatkan celah dalam sistem pengindeksan AI.
Peneliti Aura Labs memperingatkan bahwa teknik ini dapat menjadi salah satu bentuk phishing paling berbahaya di era AI karena memanfaatkan kepercayaan publik terhadap sistem otomatis.
Mengapa Penipuan Berbasis AI Semakin Berbahaya?
Ada tiga alasan utama mengapa penipuan berbasis AI semakin sulit ditangkal:
1. AI semakin mudah diakses
Model AI generatif kini tersedia secara luas, bahkan gratis. Pelaku kejahatan tidak membutuhkan keahlian teknis tinggi untuk membuat deepfake atau memanipulasi konten.
2. Kecepatan penyebaran informasi
Konten palsu dapat menyebar dalam hitungan detik melalui media sosial, aplikasi pesan, atau platform berbasis AI.
3. Kepercayaan publik terhadap AI
Banyak pengguna menganggap jawaban AI sebagai informasi yang akurat, sehingga tidak melakukan verifikasi tambahan.
Apa yang Harus Dilakukan Pengguna?
Berikut langkah-langkah yang direkomendasikan oleh FBI dan pakar keamanan siber:
- Selalu verifikasi informasi Hubungi langsung pihak terkait sebelum mengambil keputusan.
- Jangan percaya sepenuhnya pada jawaban AI Gunakan situs resmi untuk mencari nomor layanan pelanggan.
- Batasi jejak digital Kurangi unggahan foto pribadi dan informasi sensitif.
- Gunakan kata sandi yang kuat Hindari penggunaan kata sandi yang sama di banyak platform.
- Waspadai tekanan waktu Penipu sering memaksa korban bertindak cepat agar tidak sempat berpikir.
Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News
(dim/sa)