Foto: Horizons
Teknologi.id - Menurut laman BBC Bitesize, algoritma adalah sederet aturan, tata cara, dan panduan yang dapat
digunakan untuk memecahkan sebuah masalah dalam sistem atau aplikasi.
Setiap kali mengoperasikan gadget,
tanpa disadari pengguna mengoperasikan
algoritma.
Mulai dari membuka kunci ponsel
dengan wajah, memutuskan video apa yang dilihat di media sosial, hingga
memperbarui rute Google Maps.
Algoritma tidak hanya ada di
ponsel, namun digunakan hampir dalam semua jenis proses. Dari teknologi yang
sederhana hingga yang rumit.
Algoritma yang digunakan oleh
mesin pencari Google, mengacu pada proses internal yang digunakan Google untuk
menentukan peringkat konten.
Hal ini untuk mempertimbangkan
sejumlah faktor saat menentukan perangkat, seperti relevansi dan kualitas
konten terhadap permintaan pencarian tertentu.
Namun cara kerja algoritma pencarian Google tak ada yang pernah tahu
secara pasti dan detail. Algoritma Google merupakan rahasia bisnis yang
dijaga ketat.
Mengungkapkan rahasianya dianggap
akan sangat mengurangi nilai jual perusahaan. Media sosial juga menggunakan algoritma.
Bagaimana Instagram memilih konten yang tepat untukmu?
Bagaimana Facebook menentukan apa yang ada di News Feed-mu? Algoritma adalah
jawabannya.
Dilansir dari IdCloudHost, pada
dasarnya fungsi utama dari algoritma
adalah untuk memecahkan suatu masalah.
Suatu algoritma pemrograman membawa
keuntungan serta fungsi penting dalam aktivitas pembuatan program.
Algoritma pemrograman juga mampu menyederhanakan program, dari program yang besar menjadi program yang lebih sederhana, sehingga penggunaannya lebih efektif dan efisien.
Baca juga: Mahfud MD: Awas, Big Data Indonesia Bisa Dikuasai oleh Asing
Namun algoritma juga mempunyai risiko misalnya saat menggunakan
media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), mengungkapkan
bahwa algoritma bisa menimbulkan dampak buruk berkat fitur Bubble atau gelombang fitur.
Filter Bubble merupakan penyaring informasi yang didapatkan pengguna
saat menggunakan media sosial dan mesin pencari.
Filter ini dapat membuat orang
terisolasi secara intelektual. "Informasi atau konten yang didapatkan
seorang user akan terbatas pada konten sejenis yang disukainya akibat algoritma
yang berlaku," jelas Kominfo melalui akun Twitter resminya.
Dengan begitu, ada kemungkinan orang yang suka melihat
informasi hoaks akan terus terpapar hoaks melalui akun media sosial miliknya.
Untuk menghindari filter Bubble,
Kominfo menyarankan agar pengguna mencari informasi lainnya yang diminati.
(fpk)