Mobil Listrik Tak Laku di Indonesia? Berikut Alasannya
Foto : unsplash Teknologi.id - Masa depan otomotif di Indonesia kini ada di mobil listrik, namun sampai saat ini penjualannya belum menunjukkan skenario sempurna. Penjualan mobil listrik murni di Tanah Air pada 2021 hanya 685 unit, ini cuma 0,07 persen dari total penjualan kendaraan 863.348 unit. "Mulai bertahun-tahun ke belakang ini mobil listrik juga sudah diperkenalkan namun volume penjualannya masih relatif kecil, masih di bawah 1.000 unit per tahunnya," kata Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara dikutip dari CNNIndonesia TV, Minggu (10/4). Mahal Kukuh menyampaikan salah satu alasan masyarakat belum membeli mobil listrik, yaitu harganya mahal. Mobil listrik paling murah yang bisa dibeli konsumen saat ini adalah Hyundai Ioniq Electric Rp682 juta. Harga segitu tak cocok dengan karakteristik konsumen di dalam negeri karena lebih dari dua kali lipat area rentang harga mobil baru yang paling banyak dibeli, yaitu di bawah Rp300 juta. "Namun kembali lagi mobil listrik saat ini harganya masih relatif mahal. Ini yang menjadi kendala karena masyarakat Indonesia itu konsumennya rata-rata, hampir 70 persen, itu membeli mobil yang harganya di bawah Rp300 juta," ucap Kukuh. Bukan MPV Masalah lain pada mobil listrik di Indonesia saat ini yaitu desainnya tak sesuai favorit masyarakat, yaitu Multi Purpose Vehicle (MPV) seperti Toyota Avanza atau Suzuki Ertiga yang punya tujuh tempat duduk. Mobil listrik yang sekarang ditawarkan merupakan jenis sedan, hatchback, dan SUV yang semuanya cuma muat lima penumpang. Otomotif Indonesia selama ini dikenal beda dari negara-negara lain karena segmen penjualan mobil paling dominan adalah MPV 7 penumpang selama berpuluh-puluh tahun. "Jenis-jenis kendaraan yang dibeli masyarakat itu MPV karena kegunaannya macam-macam, antar anak sekolah, belanja, rekreasi dan juga ke kantor," jelas Kukuh. "Itu juga salah satu kendala yang harus diatasi oleh mobil listrik terutama pada saat rekreasi dan ke luar kota," tambahnya Ganti kebiasaan Kukuh juga mengingatkan ada hal fundamental yang berbeda saat menggunakan mobil listrik dibanding mobil konvensional. Dia mengingatkan perubahan ini mungkin lebih besar dari transisi transmisi manual ke transmisi otomatis. Kata Kukuh masyarakat butuh waktu yang cukupa panjang untuk mencerna transmisi otomatis dan menemukan sendiri penyelesaian berbagai masalahnya, misal tak bisa didorong saat mogok. "Mobil listrik juga demikian, bisa dibayangkan kalau pakai bahan bakar minyak pada waktu pengisian mungkin 3-5 menit ok. Tapi kalau kendaraan listrik pada waktu charging itu bermacam-macam, bisa lebih dari 2 jam bahkan sampai 15 jam. Apakah masyarakat konsumen siap menghadapi hal-hal seperti ini?" kata dia. Hal-hal yang sudah disebutkan diatas baru sedikit dari permasalah tentang mobil listrik. Kukuh juga menyampaikan masih ada tantangan soal produksi dalam negeri, terutama pada komponen baterai, yang dikatakan mewakili 40-60 persen harga mobil listrik. Masalah lain yang disoroti yaitu soal infrastruktur dan jarak tempuh mobil listrik terbatas. Kendati belum sempurna, Kukuh mengatakan mobil listrik bisa digunakan sebagai salah satu cara Indonesia menuju nol emisi. Namun dia mengingatkan ada teknologi alternatif menuju ke sana, misalnya pemanfaatan bahan bakar nabati seperti biodiesel dan bioetanol. (JC)