Foto: pixabay
Teknologi id – Purwarupa kapal siluman dengan dimensi 2 x 1 meter tidak dapat terdeteksi oleh sistem radar Kapal Republik Indonesia (KRI) di Teluk Amboina 503. Hal ini dikarenakan kapal dengan bahan besi setebal 1-3 milimeter tersebut telah dipoles oleh cat anti radar.
Menurut Wisnu Ari Adi, profesor riset dari Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju, menjelaskan bahwa kapal tersebut telah diuji dengan membuat kapal purwarupa yang serupa tanpa dipoles cat anti radar tersebut.
Hasilnya, saat kedua purwarupa tersebut bergerak beriringan, di monitor radar hanya terlihat kapal purwarupa yang tidak dipoles cat anti radar.
Selain dilakukan pengujian dengan 2 purwarupa berbeda, pengujian dilakukan dengan kapal yang ditutupi bahan terpal. Saat kapal tertutup bahan terpal, kapal terekam di monitor, tetapi pada saat bahan terpal di buka, kapal menghilang dari pantauan radar KRI.
Baca juga: Antisipasi Musuh di Natuna, Indonesia Pasang Radar ini
Radar kapal Indonesia
KRI yang digunakan adalah KRI Teluk Amboina 503, kapal perang pengangkut pasukan dan logistik perang. Diluncurkan pada 17 Maret 1961 oleh Sasebo Heavy dibekali dengan sistem radar buatan Raytheon Anschutz, sebuah perusahaan Jerman yang sejak 1905 menjadi pionir teknologi navigasi kapal komersial dan perang.
KRI Teluk Amboina 503 sendiri menggunakan radar di frekuensi X-band. Pada umumnya, radar yang sering digunakan adalah X-band dan S-band.
Radar X-band sendiri adalah radar yang bekerja pada rentang frekuensi 8,0-12,0 gigahertz (GHz) dengan memiliki panjang gelombang 2,5-3,75 centimeter.
Sedangkan radar S-band adalah radar yang bekerja pada rentang frekuensi 2,0-4,0 gigahertz (GHz) dengan memiliki panjang gelombang 7,5-15 centimeter.
Radar X-band diyakini lebih sensitif dan cocok untuk mendeteksi objek jarak dekat dibanding dengan S-band, yang lebih sering digunakan dalam observasi cuaca.
Menurut Yana Taryana, peneliti dari Pusat Riset Elektronika dan Telekomunikasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), radar militer yang biasa digunakan bekerja dalam gelombong 8,0-12,0 GHz. menurutnya, selama radar berada di frekuensi tersebut, cat anti radar ini mampu bekerja dengan baik.
Baca juga: Sinyal 5G: Dikhawatirkan Dapat Mengganggu Radar Pesawat
Pengecoh radar
Yana menyebutkan, ada dua cara dalam mengecoh radar. Pertama, merekayasa bentuk geometri sehingga gelombang radar akan dipantulkan secara menyebar atau tidak dipantulkan kembali ke radar sehingga tidak akan terdeteksi.
Kedua, menyerap sepenuhnya gelombang radar yang tersebar sehingga tidak akan ada gelombang yang dipantulkan.
Yana juga menambahkan, bahwa diperlukan material khusus untuk menyerap gelombang radar. Wisnu, sebagai peneliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), ada potensi pada pasir monasit, suatu mineral fosfat berwarna coklat kemerahan yang mengandung logam tanah jarang, untuk dikembangkan menjadi material yang dapat menyerap gelombang radar.
Pasir monasit ini nantinya diekstrak untuk memisahkan kandungan radioaktif berbahaya di dalamnya, seperti torium. Wisnu sendiri, menggunakan salah satu logam tanah tersebut, seperti lanthanum, serium hingga neodymium, sebagai bahan dasar pembuatan material yang mampu menyerap gelombang radar.
Kandungan cat anti radar
Menurut doktor lulusan Universitas Indonesia, kandungan dalam cat anti radar ini memiliki sifat seperti gelombang elektromagnetik yang tersusun dari kombinasi logam tanah jarang dan logam lainnya. Strukturnya sendiri hanya bisa diuji dengan teknologi nuklir. Ia menamainya dengan smart magnetic.
Material cat dengan bahan berupa serbuk ini diuji dengan menggunakan teknologi neutron Scattering yang hanya dapat bekerja dengan memanfaatkan tenaga dari reaktor nuklir.
Wisnu bekerja sama dengan Guritno Gustianto, periset utama di PT Sigma Utama dalam memproduksi dan mengemngakan produk cat anti radar ini yang sebelumnya telah diolah oleh wisnu.
Baca juga: Sensor Radar Google Mampu Gerakkan Ponsel Tanpa Sentuh Layar
Gabungnya TNI AL
Pada 2017, TNI AL bergabung dan riset ini makin berkembang. Dengan adanya penambahan dana dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, pengembangan disesuaikan dengan kendaraan militer, terutama pada kapal. Ia juga menambahkan anti korosi dan anti ultraviolet.
Wisnu berujar dengan adanya tambahan dana dari pemerintah, cat ini berkembang pesat dan angka penyerapan gelombangnya menjadi meningkat sebesar 95 persen.
Menurut Guritno, cat anti radar ini sudah berkembang pesat dan sudah siap untuk dikomersilkan dalam hal pertahanan negeri. Ia juga menambahkan PT Sigma telah mengembangkan cat ini dalam bentuk semprot agar mudah diaplikasikan.
(na)