Foto: Dinkes Sumsel
Teknologi.id - Pada bulan Mei 2021, WHO menyatakan strain B1617.2
sebagai varian 'Delta' dari SARS-CoV-2.
Varian itu diidentifikasi sebagai
salah satu penyebab gelombang kedua infeksi virus corona yang menghantam India
di awal tahun ini.
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi
Gunadi Sadikin, melaporkan perkembangan kasus Corona di Indonesia kepada
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Budi menyebut Corona varian Delta
mendominasi di Kudus, Bangkalan dan Jakarta.
"Kami juga menambahkan
melaporkan juga ke beliau kenapa ini penting karena beberapa daerah seperti
Kudus kemudian, DKI Jakarta dan juga di Bangkalan,”
“Memang sudah terkonfirmasi varian deltanya atau B1617.2 atau juga varian dari India mendominasi," kata Budi dalam konferensi pers, Senin (14/3/2021).
Baca juga: Lokasi Vaksinasi COVID-19 Kini Ada Di Google Maps
Budi mengatakan varian ini lebih
cepat penularannya. Karena itu, dia meminta penerapan protokol kesehatan
diperketat.
Dalam penelitian terbaru yang
dipublikasi di jurnal The Lancet, peneliti dari Skotlandia melihat orang yang
terinfeksi varian Delta lebih mungkin dirawat di rumah sakit (RS).
Hal ini diketahui setelah
peneliti melihat data 19.543 kasus COVID-19 di Skotlandia yang 377 di antaranya
dirawat di RS.
Peneliti menemukan dari 19.543
kasus positif, sebanyak 7.723 kasus spesifiknya disebabkan oleh Corona varian
Delta. Ada sebanyak 134 orang yang terinfeksi varian Delta membutuhkan
perawatan.
Ahli kesehatan publik Profesor
Chris Robertson dari University of Strathclyde mengatakan ini artinya varian
Delta bisa memiliki risiko menyebabkan hospitalisasi sampai dua kali lipat.
Vaksin yang tersedia saat ini
masih disarankan peneliti untuk mengurangi ancaman gejala parah dari varian
Delta.
Vaksin Corona Pfizer dan
AstraZeneca disebut 90 persen efektif mencegah risiko rawat inap pada pasien
COVID-19 akibat varian Delta (B1617.2).
Varian asal India ini sempat ditakutkan para ahli lebih mudah menular dan memiliki kemampuan 'kabur' dari proteksi vaksin.
Baca juga: Berbagai Negara Curiga Covid-19 Berasal dari Lab Wuhan
Ini terungkap dalam riset terbaru
oleh Public Health England (PHE), Senin (14/6/2021). Disebutkan, vaksin
Pfizer/Biontech COVID-19 96 persen efektif terhadap rawat inap akibat varian
Delta setelah 2 dosis.
Sementara Oxford/AstraZeneca 92
persen efektif melindungi pasien COVID-19 akibat varian Delta dari rawat inap.
Saat ini ilmuwan mendapati virus
corona varian Delta telah bermutasi dan membentuk varian Delta Plus AY.1.
Data awal menunjukkan varian
Delta Plus resisten terhadap pengobatan antobodi monoklonal, sebuah metode
perawatan pasien Corona yang disahkan oleh Central Drugs Standard Control
Organization (CDSCO).
Terbentuknya varian Delta plus
merupakan hasil mutasi pada protein spike SARS-COV-2. Ini adalah protein spike
yang sama yang memungkinkan virus masuk dan menginfeksi sel manusia.
Meski demikian para ilmuwan
mengatakan tidak ada alasan untuk khawatir karena prevalensi varian Delta Plus
ini pun masih tergolong rendah.
(fpk)