Foto : Washington Post
Teknologi.id - Siapa yang tidak mengenal Tupperware? Brand peralatan rumah tangga yang telah kokoh berdiri sejak tahun 1946. Tupperware selama 78 tahun telah berhasil mengembangkan pangsa pasar ke seluruh dunia dan membangun citra yang lekat di mata konsumen dengan wadah plastik yang berkualitas tinggi.
Brand ini didirikan oleh Earl Tupper di Amerika Serikat yang berinovasi membuat desain penutup wadah kedap udara yang membantu menjaga kesegaran makanan sehinga lebih tahan lama. Brand ini telah mengeluarkan berbagai jenis peralatan rumah tangga dengan kualitas tinggi, dan digemari oleh banyak kalangan.
Salah satu strategi pemasaran yang digunakan oleh Tupperware adalah dengan mempopulerkan sistem penjualan langsung melalui event yang dikenal dengan "Tupperware Party" , yang dimana para konsumen, terkhususnya ibu rumah tangga dapat membeli produk dan secara langsung bersosialisasi. Namun diantara kepopuleran Tupperware, apa yang membuat brand ini terancam bangkrut?
Dikutip dari CNN Indonesia, Tupperware diketahui telah mengajukan pelindungan kebangkrutan Bab 11 pada Selasa (17/9) malam. Pengajuan ini dilakukan setelah Tupperware melanggar persyaratan utangnya. Sejak tahun lalu, saham perusahaan ini telah anjlok secara signifikan dan kehilangan kapitalisasi pasar hingga 95% dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Baca Juga : Induk ChatGPT, OpenAI Diprediksi Terancam Bangkrut Tahun Ini
1. Penurunan Penjualan dan Permintaan Pasar
Foto : Pexels/Alpha Trade Zone
Sejak beberapa tahun terakhir, penurunan penjualan telah dialami oleh Tupperware. Dikutip dari Liputan6.com, penjualan Tupperware menurun drastis ditahun 2022 sebanyak 18% dan menjadi sekitar US$ 1,3 miliar yang jumlah nya turun signifikan dibanding pada tahun 2021. Hal ini terjadi karena lonjakan singkat yang terjadi karena Pandemi COVID-I9.
Menurut analis ritel dan direktur pelaksana Global Data Ritel, Neil Saunders, Tupperware megalami penurunan penjualan yang tajam, penurunan konsumen setelah pandemi, dan brand ini juga dinilai belum sepenuhnya terhubung dengan pangsa pasar anak muda.
2. Utang Menumpuk
Foto : Pexels/Monstera Production
Kebangkrutan Tupperware juga disebabkan oleh utang yang besar. Dikutip dari Reuters, brand ini memiliki utang sebesar US% 700 juta atau sekitar Rp 10,85 triliun. Pada 2023 lalu, Tupperware mengatakana bahwa perusahaan memilki masalah likuiditas yang serius sehingga menyebabkan perusahaan ikon produk rumah tangga ini terancam tidak dapat menuntaskan kewajiban utangnya. Karena penjualan dan permintaan pasar yang menurun drastis membuat Tupperware kesulitan untuk memenuhi tenggat waktu pembayaran utang.
3. Persaingan dan Inovasi Tertinggal
Foto : Pexels/Lil Artsy
Tupperware telah gagal beradaptasi degan perubahan pasar dan persaingan penjualan yang kian ketat. Dikutip dari Liputan6.com, Tupperware dikatakan telah berusaha untuk mengejar pesaing wadah penyimpanan yang lebih inovatif, dan melakukan promosi produk pada berbagai platform sosial media seperti, TikTok dan Instagram. Namun, perusahaan ini masih dinlai lambat dalam melakukan inovasi produk yang mengimbangi perubahan pasar dan konsumen. Selain itu, perusahaan ini masih menjadikan model bisnis MLM (Multi-Level-Marketing) sebagai modle bisnis utama.
5. Masalah Internal dan Laporan Keuangan
Foto : Pexels/Artem Podrez
Perusahaan yang telah berdiri selama puluhan tahun ini mengalami kesulitan dalam melakukan menajemen keuangan dan laporan keuangan. Dikutip dari laporan perusahaan Tupperware kepada Securities and Exchange Commission (SEC), diakui bahwa Tupperware belum mampu untuk melaporan kinerja keuangan terbaru pada tanggal yang teah ditentukan. Dalam hal ini,Tupperware juga mengakui bahwa laporan keuangan tahunan 2023 tidak mampu dan diselesaikan dan diajukan.
Baca Juga : Silicon Valley Bank Bangkrut, Elon Musk Tertarik Beli?
Perusahaan ini juga menyebutkan bahwa keadaan internal perusahaan mengalami penurunan kinerja, terkhususnya pada departemen akuntasi yang mengalami kepergian Chief Financial Officer dan berakibat pada kesenjangan antara sumber daya perusahaan dan keahlian,terjadinya keterbatasan sumber daya, dan hilangnya kesinambungan pengetahuan.
Meskipun Tupperware telah sedemikian rupa berusaha untuk beradaptasi pada tren dan meluaskan pangsa pasar hingga ke media sosial, namun ancaman kebangkrutan telah didepan mata seiring dengan semakin menurunnya permintaan pasar dan penjualan yang menyebabkan ketidakmampuan Tupperware untuk membayar hutang. Setelah lebih dari 50 tahun berdiri kokoh, Tupperware memilki masa depan yang tidak pasti, menandai kemungkinan akan berakhirnya era kejayaan dari perusahaan peralatan rumah tangga yang paling ikonik di dunia.
Baca Artikel dan Berita lainnya di Google News.
(nda)