Teknologi.id - Peluncuran ChatGPT oleh OpenAI memang bertujuan untuk membantu aktifitas penggunanya, dengan menyediakan berbagai informasi yang relevan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak orang yang menyalahgunakan ChatGPT untuk tujuan yang tidak etis, seperti membuat esai tanpa memperhatikan plagiarisme. Chatbot AI ini sering digunakan oleh mahasiswa muda melek teknologi untuk mencontek karya original seseorang.
Sadar akan adanya potensi kecurangan ini, Universitas Stanford mengambil langkah pencegahan dengan merilis DetectGPT yang dapat mendeteksi plagiarisme hasil generasi AI. Universitas besar di San Francisco ini mengklaim bahwa DetectGPT dapat membedakan text hasil LLM (Large Language Model) lebih baik dan memiliki akurasi tinggi. Lantas apa yang menjadikan DetectGPT unggul? simak penjelasannya pada artikel ini.
Baca Juga : Wow! ChatGPT Berhasil Lulus Ujian Program MBA di Wharton School
Cara Kerja DetectGPT
Sistem kerja DetectGPT berbeda dengan metode lainnya yang membutuhkan pelatihan pengklasifikasi dan kumpulan data parafras yang dihasilkan. Metode DetectGPT dapat dilakukan tanpa memerlukan data atau pelatihan tambahan dalam sistemnya. Lantas bagaimana alat deteksi ini dapat bekerja?
Peneliti stanford menyadari bahwa teks yang dihasilkan oleh LLM cenderung memiliki hasil negatif pada fungsi probabilitas log model. Atas dasar prinsip ini, para peneliti membuat DetectGPT dengan suatu kriteria yang akan menilai, apakah suatu teks merupakan bagian dari LLM. Pendekatan ini disebut dengan pembelajaran "zero-shot" atau metode "zero-learning". Jadi secara sederhananya, DetectGPT akan menganalisis suatu teks berdasarkan pola matematika yang dihasilkannya. Temuan ini akan dengan mudah digunakan untuk mendeteksi gaya penulisan artikel yang ditulis dengan oleh manuasia dan chatbot.
Baca Juga : GPTZero Hadir untuk Mencegah Plagiarisme, Dapat Deteksi Esai Buatan Mesin AI
Masih Memerlukan Berbagai Evaluasi
Menurut tim peneliti, DetectGPT memiliki akurasi hingga 95% dan mengungguli metode zero-shot lain yang sudah ada. Meskipun begitu, metode ini masih memerlukan evaluasi dan akan memerlukan biaya yang tinggi.
Menurut Eric Mitchell, pemimpin tim Universitas Stanford, saat DetectGPT digunakan untuk memeriksa teks hasil LLM yang telah dimodifikasi 15%, metode tersebut berhasil menganalisis dengan akurasi sebesar 0,9 AUROC (skala peringkat yang digunakan, setara dengan 90 persen). Namun, saat teks tersebut kembali dimodifikasi, tingkat akurasi pun akan turut menurun.
Alat Deteksi Plagiarisme AI Serupa
Selain Universitas Stanford, seorang mahasiswa Princeton sekaligus mantan penyelidik open source BBC Africa Eye, Edward Tian juga menciptakan aplikasi serupa bernama GPTZero. Aplikasi ini menggunakan metode perplexity dan burstisness dalam suatu penulisan. Menurut Tian, Teks yang tidak original buatan manusia biasanya memiliki keacakan dan kompleksitas dalam cara penulisannya, inilah yang disebut dengan "perplexity and burstiness".
Namun, seperti alat deteksi plagiarisme AI lainnya, GPTZero belum bisa mendeteksi campurtangan AI dalam sebuah karya tulis dengan sempurna. Tian pun berkomitmen untuk terus mengembangkan aplikasinya agar dapat bekerja lebih baik lagi kedepannya.
Detektor teks AI seperti DetectGPT dan GPTZero memang belum sempurna, namun sudah dapat membantu kamu menganalisis suatu teks. Namun, tidak menutup kemungkinan bila dimasa yang akan datang, alat detektor tersebut akan menjadi lebih baik dan dapat diandalkan untuk mendeteksi teks AI.
Baca Juga : Guru Jangan Mau Dicurangi Siswa! Berikut Cara Cek Plagiarisme AI Gratis
(ak)